SOLUSI PERMASALAHAN HOAX DAN UJARAN KEBENCIAN (BAG. 2)
Kelima, Lebih
mengedepankan nalar dan moral dalam menangkap suatu pemberitaan di media baru,
yang disebarluaskan melalui akun media sosial, seperti cermat dalam memahami
isi berita. Dus, masyarakat jangan terlalu mudah terprovokasi hoax yang beredar di media sosial.
Masyarakat harus lebih teliti dengan meng-cross
check kebenaran. Seperti men-cek kebenaran (tabayyun) website,
penulis dan narasumbernya, bersikap skeptis (tidak menelan mentah-mentah) dan
kritis, serta melakukan upaya verifikasi dengan cara membandingkan berita dari
sumber yang berbeda, atau dengan pakarnya. Bukan malah menyebarkan hoax tersebut ke berbagai group, sebab hal itulah yang akan
membuat keadaan semakin tidak kondusif menjelang pemilu, dan merusak tatanan
kehidupan bermasyarakat yang kental dengan adat istiadat. Bahkan, hoax bisa merusak persatuan dan kesatuan
bangsa.
Keenam, KPU dan
Bawaslu perlu memberikan perhatian khusus terhadap produksi hoax menjelang pemilu 17 April 2019,
agar pemilu ini tidak menyisakan perpecahan. KPU, Bawaslu dan aparat kepolisian
harus terus memantau pergerakan di media sosial. Untuk itu, KPU, Bawaslu dan
aparat kepolisian, serta Kemkominfo di daerah-daerah harus punya sistem yang
jelas untuk mengawasi pemberitaan hoax.
Begitupula polisi harus berani membongkar sindikat pembuat hoax dan menumpas itu semua, agar masyarakat Indonesia tercerdaskan
dengan pemilu. Bukan malah membuat mereka semakin bodoh dan semakin menanamkan
kebencian antar sesama masyarakat Indonesia. Artinya terjalin kerjasama antar
seluruh elemen dalam melawan isu hoax
dan ujaran kebencian ini.
Contoh: untuk Bawaslu Kota Medan sendiri telah
membuat program sosialisasi ke SMA sederajat, guna menjelaskan tentang bahaya
penyebaran hoax serta ujaran
kebencian menjelang Pemilu 2019. Sosialisasi tersebut salah satunya telah
dilaksanakan di SMA Yayasan Pendidikan Keluarga Jalan Sakti Lubis (Senin 22
Oktober 2018). Menurut Bawaslu, keingintahuan para remaja biasanya lebih tinggi
dan mudah ikut ajakan pihak lain, sehingga mulai dari sekarang harus diberi
pembekalan agar anak-anak para pemilih pemula untuk tidak mudah terpengaruh.
Atau seperti: Menyikapi maraknya isu penculikan
anak, beredarnya hoax di media
sosial, aparat keamanan harus proaktif memberi penjelasan dan penyuluhan kepada
masyarakat, dan memastikan kondisi keamanan terjamin. Tidak salah kalau polisi
masuk ke desa-desa atau ke sekolah untuk memberikan penyuluhan hukum kepada
masyarakat dan pelajar bagaimana caranya menghindari aksi penculikan. Anak-anak
diminta tidak mudah terbujuk rayuan orang-orang yang tidak dikenal, pihak
sekolah memberikan arahan kepada anak didiknya agar jangan percaya dengan orang
yang tidak dikenal atau mengaku dan mengatasnamakan keluarga.
Ketujuh, Dewan Pers
terus konsisten dalam memberlakukan Uji Kompetensi Wartawan dan Verifikasi
Perusahaan Pers. Apalagi, pasca reformasi tidak ada lagi keharusan bagi siapa
saja untuk membuat surat izin seperti Surat Izin Usaha Penerbitan Pers,
sehingga memunculkan ratusan media massa baru dengan ribuan wartawannya yang
abal-abal, tentu bakal merusak citra Pers. Pers harus menyadari bahwa media
massa adalah lembaga publik, maka meningkatkan kualitas diri wartawan profesional
merupakan sebuah keniscayan. Tidak bisa ditawar lagi saat ini agar tetap eksis
ditengah membanjirnya hoax di media
sosial, yang begitu meresahkan pemerintahan kita saat ini, termasuk Presiden
Jokowi. Tak pelak lagi, bahwa kompetensi wartawan dan verifikasi perusahaan Pers
hukumnya wajib, dan masyarakat perlu berperan dalam mengawal media massa, agar
pemberitaan Pers semakin berkualitas sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999. Selain itu, sejalan dengan peningkatan kualitas insan pers,
masyarakat juga harus cerdas dalam memilih media yang positif dan meninggalkan
media yang negatif.
Kedelapan, Setiap
wartawan wajib melakukan tahap reporting,
dimana tahapan check and re-check menjadi
penentunya. Apakah berita itu fake atau
real, sekaligus kebenaran informasi
tersebut sebelum dipublikasikan. Musabab berita bohong akan sangat berdampak
negatif dan memiliki makna bias, menimbulkan propaganda, miskomunikasi dan
sebagainya, sehingga perlu dipikirkan matang-matang. Kesembilan, Dialog intens antar Pers dalam skala global perlu terus
dilakukan secara kontinyu, seperti saling berkunjung satu sama lain dan
melaksanakan kegiatan bersama. Hal ini tentu akan menjadi cikal bakal
terbentuknya forum yang akan mengawal informasi untuk tetap berjalan normatif,
sekaligus menghempang hoax. Kesepuluh, Menggunakan musik sebagai wadah sosialisasi Anti-Hoax, sebagaimana yang dilakukan oleh Orkes Madun Pengantar Minum
Racun (OM PMR). Kesebelas,
Setiap Partai Politik juga harus memberikan sosialisasi dan sanksi tegas
seperti pemecatan kepada kadernya, yang ikut menyebarkan informasi hoax dan ujaran kebencian di media
sosial maupun lisan. Sehingga setiap kader partai cerdas dalam mencerna berita,
bukan asal menerima dan menyebarkannya. Begitupula harus santun dalam perkataan
dan perbuatan.
Komentar
Posting Komentar