QATAR, KORBAN PERMUSUHAN ARAB-IRAN
Langkah Arab Saudi dan enam negara lainnya seperti UEA, Bahrain,
Mesir, Pemerintahan Libya bagian Timur, Yaman, dan Maladewa (non-Arab) pada 5
Juni 2017 dalam mengisolasi Qatar cukup mengejutkan, dan berdampak pada
hubungan antar negara-negara Islam. Mereka menuduh dan menuding Qatar
mendukung, mendanai dan melindungi orang seperti Yusuf al-Qardawi yang
dimasukkan dalam daftar teroris bersama 58 orang lainnya, atau 12 kelompok/organisasi
ekstremis yang didalamnya seperti Ikhwanul Muslimin, Al-Qaeda, Houthi
dan ISIS (Islamic State of Iraq-Syria) di sejumlah negara,
yang mengancam stabilitas kawasan teluk khususnya, dan dunia umumnya.
Sebaliknya, Qatar dengan tegas menolak daftar teroris tersebut, dan
menyatakannya tidak berdasar. “Tidak ada satupun bukti bahwa Pemerintah Qatar
mendukung Islam radikal,” tegas Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed Bin
Abdulrahman al-Thar.
Menurut saya sah-sah saja jika ini memang benar-benar sebagai
langkah untuk memerangi terorisme yang memang semakin meresahkan, dan terus
tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Namun, jika langkah ini diambil
lantaran ada pembisik dan intrik didalamnya sungguh amat-sangat disayangkan dan
disesalkan, sekalipun yang melakukannya ialah Arab Saudi, tempat turun dan
menyebarnya agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Tidak berhenti sampai di situ. Arab Saudi dkk juga mengusir para
Diplomat Qatar dari negaranya 2 kali 24 jam! Dan menarik diplomat mereka
pulang. Selain itu, Arab Saudi juga memutuskan akses ekonomi Qatar dengan
melarang penerbangan Qatar Airways di wilayah udara mereka. Baik jalur darat
dan laut menuju dan dari Qatar juga sama: Ditutup! Akibat blokade ini, Qatar
berpotensi mengalami kekacauan pada bisnis, perdagangan, jasa, investasi,
penutupan kantor berita Al-Jazeera, media terkemuka yang bermarkas di
Doha, Qatar, dan keuntungan serta pasokan kebutuhan pangan mereka yang
dikabarkan terus menipis. Maka daripada itu, embargo 7 negara terhadap negeri
kecil di teluk Arab ini benar-benar memukul stabilitas negara tersebut.
Berbagai spekulasi pun muncul, bahwa langkah Arab Saudi ini
sebenarnya ingin memisahkan Qatar dari musuh bebuyutannya, Iran. Selain itu,
sikap Qatar yang mulai kritis terhadap sistem pemerintahan monarki, dan lebih
memilih sistem pemerintahan terbuka dan demokratis ikut menjadi pertimbangan
Arab Saudi, yang jelas-jelas membahayakan posisinya di mata dunia, dan bisa
saja memunculkan Arab Spring Jilid II. Padahal menurut saya, apapun jenis
pemerintahannya kembali kepada individu masyarakat tersebut. Jika pemerintahan
tersebut baik, terlepas dari demokrasi ataupun monarki hereditis, maka ia akan
tetap langgeng adanya. Yang pasti, setiap sistem pemerintahan pasti menyimpan
borok dan tak ada yang paripurna, apalagi itu merupakan ciptaan manusia belaka.
Selain itu, jikapun perpecahan ini bermula dari peretasan media Qatar (baca: Aljazeera)
oleh para anonymus hacker, yang menanam berita palsu bahwa Qatar akan
beraliansi dengan Iran dan Israel, dan mempertanyakan soal kekuasaan Presiden
AS, Donald Trump. Maka, perlu diklarifikasi serta diinvestigasi lebih lanjut.
Jangan sampai gara-gara satu titik, rusak susu sebelanga! Seandainya pun benar
media tersebut diretas (tidak harus diretas oleh Rusia, bisa siapa dan negara
apa saja!), maka ‘perceraian’ antara Arab Saudi dengan Qatar sungguhlah
amat-sangat terburu-buru.
Saya pikir untuk menanggulangi masalah internasional ini, perlu
turun tangan langsung dari Pemerintahan Amerika, atau jangan-jangan ia sendiri
yang meniup bara api itu? Hahaha. Apalagi, Amerika merupakan polisi dunia, yang
setiap gerak-geriknya selalu menjadi sabda dan diamini oleh negara-negara
pengekor. Selain itu, negara-negara mayoritas muslim seperti Indonesia juga
perlu berpartisipasi dalam menciptakan perdamaian dunia, kali saja didengar
oleh mereka. Apalagi selama ini negara kita dikenal sebagai negara yang paling
baik dan santun dalam membina hubungan dengan negara-negara lainnya. Tapi tentu
harus bijak dan hati-hati sekali, sekaligus mengantisipasi WNI kita di sana,
yang berjumlah sekitar 29.000 orang dan membutuhkan perlindungan, meskipun
sejauh ini TKI kita ‘alhamdulillah’ masih aman terkendali.
Sudah sepantasnya di bulan yang suci ini, setiap dari kita termasuk
didalamnya negara untuk semakin menguatkan ikatan persaudaraan dan jalinan ukhuwah
Islamiyah, dan bukan malah berseteru apalagi sampai memutuskan hubungan
silaturahmi. Jangan sampai kejadian seperti ini malah membuat ‘mereka’ yang
notabene membenci Islam, dan tidak pernah mengharapkan negara-negara Islam
solid tersenyum dan phok-phok jaroe (tepuk tangan tanda mengejek). Coba
bayangkan! Gara-gara perpecahan ini, bantuan Qatar lewat Hamas untuk
merekonsiliasi dan membangun kembali Palestina menjadi mandek. Sungguh sangat
kontraproduktif dengan ujaran Arab Saudi yang akan senantiasa ‘hadir’ untuk
kemerdekaan Palestina. Semoga perpecahan di negara-negara Arab tidaklah
benar-benar terjadi!
*Penulis adalah Khairullah, S.I.Kom, alumnus Departemen Ilmu
Komunikasi USU 2017, yang hobi menulis dan sempat menimba ilmu agama di
Pesantren Ulumuddin, Uteunkot Cunda, Kota Lhokseumawe. Sekarang sedang sibuk
memperbanyak viewers blognya dan juga tengah mencari pekerjaan (job
seeker).
Komentar
Posting Komentar