ASURANSI DALAM ISLAM

http://annida-online.com

Ya, memang tidak akan pernah ada yang bisa memprediksi terkait masa depan seseorang. Seperti apakah ia akan terkena kecelakaan, rumahnya terbakar, atau biaya pendidikan anak-anaknya yang tiba-tibba membengkak. Sehingga setiap dari kita untuk dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebeluk kejadian tersebut terjadi. Memang benar, bahwa kita hanya perlu bertawakal kepada Allah SWT saja terkait dengan takdir dan masa depan kita nantinya, namun tentu sebagai umat Islam kita juga harus berusaha untuk mendapatkan jaminan dan kepastian hidup. “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Merujuk kepada Wikipedia, asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tingkatan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial atau ganti rugi secara finansial untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Didalam Islam, asuransi ta’awuni yang didalamnya hanyalah tabarru’at (akad tolong-menolong) dan asuransi seperti ini tidaklah bermasalah. Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi ini adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk menghadapi masa depan dan masa tua.

Asuransi at-Ta’min at Ta’awuni, dan disebut juga dengan at-Ta’min at-Tabaduli, at-Ta’min al-Islami. Yaitu asuransi gotong-royong, atau asuransi yang sesuai dengan agama Islam. Asuransi ini tidak bertujuan mencari keuntungan, namun hanya bersifat tolong-menolong dalam menanggung kesusahan. Perusahaan ini hanyalah menyimpan, mengembangkan dan memberikan bantuan. Apabila asuransi takaful yang berlandaskan syariah islamiah sudah mewujudkan kehendak anggota masyarakat, maka orang yang senang bergelimang dengan hal-hal yang syubhat dan dihadapkan pada ketentuan hukum yang bertolak belakang akan berkurang.

Maka, asuransi baru dikatakan haram apabila didalamnya mengandung unsur riba, yaitu bila nasabah menerima uang klaim melebihi jumlah total setoran yang telah ia bayarkan. Dan, apabila perusahaan asuransi memakan harta nasabah dengan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam syariat. Pada akhirnya asuransi memiliki manfaat perlindungan bagi siapa saja yang terdaftar sebagai peserta asuransi, baik asuransi yang dikelola pemerintah maupun pihak swasta. Islam tidak melarang umatnya untuk memiliki asuransi. Asuransi diperbolehkan asalkan dana yang terkumpul dikelola sesuai dengan syariat-syariat Islam. Seperti: terdapat bentuk perlindungan, unsur tolong-menolong, unsur kebaikan, berbagi resiko dan keuntungan, bagian dari bermuammalah, musyawarah asuransi, dan akad dalam asuransi syariah. Hal ini disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No: 21/DSN-MUI/IX/2001 tentang pedoman asuransi syariah. 

Komentar

Postingan Populer