BELAJAR DARI KASUS PAMEKASAN
cdns.klimg.com |
Setidaknya dari kasus yang terjadi di Pamekasan, saya pribadi
belajar bahwa revolusi mental yang selama ini digembar-gemborkan oleh rezim
Pemerintahan Joko Widodo belum berjalan maksimal. Terutama belum menyentuh apa
yang seharusnya disentuh, yaitu revolusi mental terhadap pejabat-pejabat
negaranya. Dari kasus di Pamekasan yang melibatkan jaksa dan dana desa
membuktikan bahwa aparatur negara pun juga bisa bermain mata untuk dapat
menikmati uang haram. Uang yang seharusnya tidak dimakanya. Apalagi jaksa yang
tercyduk itu adalah Kajari alias Kepala Jaksa Negeri, yang seharusnya
menegakkan hukum dengan setegak-tegaknya, bukan malah kongkalikong! Apalagi
dana yang dikorup itu sejatinya dialirkan Pemerintah Pusat guna perbaikan
fasilitas dan segala aspek yang dapat menunjang pembangunan desa.
Saya juga belajar dari kasus di Pamekasan, bahwa dana desa yang
digelontorkan itu sangat rentan untuk dikorupsi berjamaah. Ibarat perangkap
tikus, dana desa merupakan keju yang menyengat baunya, sehingga mengundang
tikus-tikus yang selama ini tidak tercium gelagatnya. Oleh karena itu,
Pemerintah, Polisi, KPK dan seluruh jajaran terkait untuk mengawal dana desa
ini dengan baik dan penuh transparan.
Sebagaimana diberitakan oleh Jawapos.com, pada 2 Agustus lalu, KPK
menangkap tangan Bupati Ahmad Syafi’i dan Kepala Kejari Pamekasan Rudy Indra
Prasetya. Mereka dijadikan tersangka suap dalam kasus penyelewengan penggunaan
dana Desa Dasok sebesar Rp. 250 juta. Kasus berawal dari dugaan penyelewengan
pengelolaan dana desa oleh Kades Dasok Agus Mulyadi. Kejari mengumpulkan bukti
dan keterangan. Lantaran takut masuk penjara, Agus melapor ke Inspektorat
Pamekasan Sutjipto. Akhirnya, dengan restu Bupati Ahmad Syafii, mereka menyuap
Kajari Rudy Indra Prasetya.
Walhasil wacana ‘Revolusi Mental’ Pak Jokowi ‘masih jauh panggang
daripada api’, dan publik pun menjadi ragu dalam pelaksanaannya. Oh ya satu
lagi, dari kasus ini saya pun belajar, bahwa mereka yang menyuap maupun yang
disuap sekalipun berseragam dan punya jabatan, tetaplah orang-orang tengik yang
tak tahu diuntung!
Komentar
Posting Komentar