PIDATO VBL: MULUTMU HARIMAUMU (Badai Politik Baru Usai Tragedi Ahok)

sgimage.detik.net.id
 Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) adalah barang contoh buruknya legislator abad ini, yang menggunakan posisi dan kuasanya untuk menuding pihak lain sebagai pihak yang pro-khilafah. Dan pihak yang disebutkan sebagai pihak yang pro-khilafah adalah empat partai yang juga ikut berkontestasi dalam pertarungan politik nasional. Mereka adalah Partai Gerindra, Partai Demokrat, Partai PKS dan Partai PAN. Jelas ini adalah bentuk adu domba nyata atas nama SARA.
Wajar saja, jika di kemudian hari, empat partai tersebut geram sekaligus muntab dengan sikap dan pernyataan politikus tersebut. Tidak hanya empat partai itu, menurut saya masyarakat muslim Indonesia juga pasti berang mendengar agamanya dinyatakan sebagai ancaman, dan digunakan untuk menciptakan ketakutan yang tidak perlu ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana yang diketahui bahwa kata-kata “Khilafah/Khalifah” terdapat didalam al-Quran, yang diyakini umat Islam sebagai ajaran dan pedoman hidupnya, baik dalam beragama maupun dalam berbangsa dan bernegara.
Saya pribadi kecewa dengan sikap salah satu kader Nasdem itu. padahal, Nasdem adalah salah satu partai yang selama ini paling getol menyuarakan kata “Toleransi”. Baik itu lewat pemberitaan-pemberitaan di Metro TV dan Harian Umum Media Indonesia, serta mediaindonesia.com yang notabene corong politiknya. Lantas, kalau sudah seperti ini apakah Partai Nasdem akan diam saja terhadap tingkah kadernya tersebut? Saya hanya berharap semoga Partai Nasdem bukan malah membela Viktor hanya demi menyelamatkan muka partai. Saya pikir ada hal yang lebih krusial dari itu, yaitu menjaga keutuhan toleransi di Indonesia yang selama ini seolah kian tercabik-cabik saja. Partai Nasdem harus mengambil sikap tegas atas umbaran kebencian yang dilakukan oleh kadernya, Viktor Laiskodat, yang notabene juga Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR-RI. Benar-benar memalukan! Maka daripada itu, Partai Nasdem harus membuktikan dirinya tidak akan mentolerir kampanye-kampanye un-fair play dan bernuansa kampanye hitam sekalipun yang menyampaikannya adalah kadernya sendiri.
Terlepas dari ‘kata-kata orang’ bahwa video itu merupakan hasil editan, yang diviralkan oleh orang-orang yang tidak senang. Publik tentu berharap, Viktor Laiskodat mundur dari DPR-RI secara terhormat atas ucapannya yang sarat kebencian itu. Selagi MKD dan Polisi tengah menyelidiki kasusnya. Saya meyakini, jika sikap ksatria itu mau dilakukan oleh seorang Viktor Laiskodat tentu akan menghilangkan keresahan ditengah keberagaman masyarakat Indonesia. Kita sekaligus berharap kasus pidato Viktor Laiskodat yang telah dilaporkan itu, baik kepada Mahkamah Kehormatan Dewan maupun kepada pihak Kepolisian tidaklah berjalan di tempat, melainkan diusut sampai tuntas.
Sebagaimana diberitakan, video pidato Ketua Fraksi Nasdem di DPR-RI, Viktor Laiskodat, menuding empat partai pro-khilafah. Saat ini, Viktor Laiskodat dilaporkan atas Pasal 156/156 a KUHP, UU ITE No. 11 Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2). dan termasuk UU Diskriminasi Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 4 dan Pasal 16. Berikut kutipan pidatonya yang kontroversial dan sekaligus tengah dipermasalahkan adalah sebagai berikut:
............................
“Karena itu semua hari ini kita berkumpul disini. Tadi kita juga su dengar kenapa Pak Jacky Uly, ‘saya juga mau jadi gubernur’. Tapi saya lihat-lihat memang pak Jacky Uly memang lebih pas. Dari partai NasDem, kenapa? Saya mau kasih tau ini orang Timor. Begini, ini negara bukan hanya orang Timor saja, ini negara ini yang nanti kasih keputusan dari Jakarta. Saat ini negara seperti apa yang disampaikan tadi oleh Pak Jacky, Pak Johnny Plate, ini negara sekarang dorang ada mau bikin satu negara lae. Kelompok-kelompok ekstrimis ini ada mau bikin satu negara lagi, dong tidak mau negara NKRI, dong mau ganti dia punya nama negara khilafah. Negara khilafah itu berarti son ada NKRI.’
..............................
“Mereka mau coba tidak berhasil di suriah. Tidak berhasil di Irak, mereka tokoh itu dorang punya datang ke Indonesia. Ini negara mo perang. Mo perang ko, suka perang ko. Mau seperti Suriah sana katong perang antara kita sesama angkat tembak batembak ko mau. Maka pembangunan tidak jalan.’
“Ada sebagian kelompok ini yang hari ini mau bikin negara khilafah, dan celakanya partai-partai pendukungnya itu ada di NTT juga. Yang didukung supaya kelompok ekstremis ini tumbuh di NTT, Partai nomor satu Gerindra, Partai nomor dua itu namanya Demokrat, Partai Nomor tiga itu PKS, Patai Nomor empat itu namanya PAN. Haha.’
“Catat baik-baik dia partai. Kalau ada disini hari ini tolong kalur saja pindah ke partai lain yang ada bukan ke partai sana. Ini saya tidak bukan omong supaya bikin susah orang. Situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran. Intoleran tau na arti intoleran? yang dong sonde suka orang laen., dong sonde suka agama lain, dong mau dong punya agama sa, dong mau punya diri sa, dong mau dong punya suku sa. Dong mau dong punya bangsa sa, mau begitu hidup bisa ko? bisa ko? haa sonde bisa jan tusuk-tusuk tu orang yang ada itu punya partai.’ 
“Saumpama bilang siapa omong bilang Viktor Laiskodat yang omong, biar (tidak jelas), tadi saya di kota sana ada ibu dari Partai Gerindra datang ke saya bilang ibu pantas untuk keluar dari itu partai sa karena partai apa yang mendukung kaum ekstrimis dan intoleran di Indonesia. Kita tidak mendukung manusia-manusia seperti itu. Kita pernah punya sejarah, mati banyak karena PKI. Masa kita ulang lagi sekarang kayak begini? Jadi catat baik-baik ya, yang calon bupati calon gubernur. Calon DPR yang dari partai yang tadi beta sebut. Kalau tusuk itu harus tusuk tunggu untuk siapa yang pilih itu maksudnya pilih supaya ganti negara khilafah.’
“Mengerti negara khilafah? Semua wajib shalat. Sonde boleh ada lagi gereja. Mangarti? mangarti? Negara khilafah tidak boleh ada perbedaan semua harus salat. Itu begitu. Ini bukan masalah agama, ini mereka salah paham tentang agama. Maka ini orang-orang kalau beragama tu biasa sesat. Dulu kalau hal lain sembah batang kayu (bahasa daerah), zaman dulu saya punya nenek moyang kalau sembahyang sembah di batang kayu dong sembah. Ini ada sonde ada gambar orang bakalahi setangah mati. Perang di Suriah sonde cukup bawa ke Irak. Perang di Irak tidak cukup bawa ke Indonesia.’
.............................................      
“Karena itu catat memang, saya tidak provokasi. Tapi orang timur yang sonde mau itu berarti tunggu nanti negara hilang. Kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965, mereka tidak berhasil kita yang eksekusi mereka, saya ini rasa kalau mereka berhasil mereka yang eksekusi kita. Jadi pulang kampung kau bilang baik-baik. Ini partai dong tolong jangan (bahasa daerah).’
“Sapa yang omong, Viktor Laiskodat, nah suruh dorang tanya sama saya. Kalau dia tanya sa saya, saya bilang ha lu telepon lu punya ketua umum di sana suruh jangan tolak-tolak Perppu yang melarang untuk Perppu nomor 2 tahun 2017 yang melarang ormas-ormas yang intoleran yang mengajak orang untuk mendirikan ataupun membuat sebuah ideologi baru selain Pancasila.’
“Telepon dulu, kalo dorang barubah baru (bahasa daerah) dukung (bahasa daerah). Kalau tidak barulah pergi ke laut sa. Ini Oni ada duduk di sini, Oni partai apa Oni? Haa, ini Oni, Oni Taomes. Kenal Oni Tamoes ko? kalau dia masih di Gerindra jan pilih. (Bahasa daerah).’
“Sebagai kakak saya ingatkan sa, politik yang dipergunakan untuk kepentingan pragmatis dalam rangka memperoleh kekuasaan dengan cara-cara yang tidak etis juga cenderung menjual nilai-nilai kebangsaan. NTT tidak cocok untuk itu. NTT tidak cocok dengan partai-partai seperti itu. Kita hormat dengan partai-partai yang duduk berdiri sama tinggi dalam semua keragaman itu. Kita cinta itu karena itu sebagai kakak saya bilang, lebih baik kau keluar sudah karena Ahok, biar Ahok punya penderitaan saja jangan sampai kita punya penderitaan ikut ikut.’  
“Ahok sudah menderita jangan kita ikut juga menderita. Biar Ahok yang pikul saja. Itu menjadi catatan buat kita dan kita akan maju, kita akan lawan setiap orang yang ingin mengubah negara kesatuan dan Pancasila sebagai ideologi negara. Sekian dan terima kasih. (Pidato Viktor Laiskodat disampaikan saat deklarasi dukungan paket calon Pilkada serentak 2018 di Tarus, Kabupaten Kupang, NTT pada 1 Agustus 2017, sebagaimana dikutip dari detik.com)
http://www.floresa.co
Sekolah Partai Sia-Sia
Kasus pidato Viktor Laiskodat yang sarat adu domba itu juga saya nilai sebagai salah satu contoh gagalnya sekolah partai yang selama ini dicanangkan. Sekolah partai yang selama ini dimaksudkan untuk menciptakan calon pemimpin yang berkarakter dan berintegritas ternyata sia-sia belaka. Buang-buang uang saja, dan bukan malah menghasilkan satu tokoh yang dapat menjadi panutan bagi bangsa dan negara. Baik itu di tingkat legislatif maupun di tingkat eksekutif. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa’adi:
“Mengadu domba antar golongan dan kelompok masyarakat, khususnya antar umat beragama di Indonesia karena dikhawatirkan dapat mengganggu harmoni kehidupan antarumat bergama yang sudah terbangun dengan baik, rukun, aman dan damai,” ucap Zainut sebagaimana dikutip dari Liputan6.com. 
Berdampak Pada Partai Nasdem
Partai Nasdem juga harus meminta maaf secara terbuka atas kesalahan kadernya tersebut. Jika terus dibiarkan berlarut-larut, dan malah memberikan bantuan hukum terhadap Viktor Laiskodat. Maka, hanya akan menjadikan partai ini dinilai pengecut dan tidak berjiwa ksatria. Padahal, sudah jelas-jelas pidato berbau provokasi tersebut dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Sungguh tidak elok sebuah fitnah keji dan pencemaran nama baik dilontarkan oleh seorang Viktor Laiskodat, hanya demi memenangkan Pilkada dan meraup suara yang banyak. Sungguh tidak sebanding dan mau ditaruh dimana citra Partai Nasdem?!  
Selain daripada dapat memberikan stigma negatif dan menciderai kredibilitas Partai Nasdem. Pidato Viktor Laiskodat juga dapat dikategorikan pidato yang terlalu cepat  mengambil kesimpulan. Viktor secara tidak langsung menyimpulkan, bahwa partai-partai yang menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas barang tentu anti-Pancasila dan intoleran. Terlalu tendensius dan malah hanya akan memicu gesekan, baik secara sosial terlebih-lebih agama. Saya pikir menjaga Pancasila bukanlah dengan cara menuduh pihak lain anti-Pancasila. Kalau sudah seperti ini, jelas Pancasila sudah dialih fungsikan sebagai komiditi politik. Terlalu!
Ada benarnya apa yang kemudian dikatakan oleh Kusnadi dalam komentarnya di media daring Tempo.co terkait pidato Viktor Laiskodat. Sebagai berikut:
“Kalau berpolitik caranya memfitnah, menjelekkan kubu lawan, bahkan menghina dan menista umat Islam, sementara kalian mengharapkan umat Islam untuk memilih kalian buat jadi pemenang. Bukankah itu pekerjaan bodoh? Bukankah jadi pelajaran berharga buat kalian kejadian di Kepulauan Seribu”.
http://media.suara.com
 Berkampanyelah Secara Fairplay
Saya sependapat dengan salah seorang netizen bernama TM Nasir, yang mengomentari pemberitaan Tempo.co mengenai pidato Viktor Laiskodat. Ia mengatakan bahwa pidato Viktor Laiskodat yang menyatakan Partai Gerindra dan Partai Demokrat pro-khilafah sangat tidak berdasar. Hal itu dikarenakan kedua pembesar partai tersebut merupakan tokoh besar TNI yang dapat dipastikan setia dan teguh meyakini “NKRI HARGA MATI”. Kalaupun sekiranya SBY sebagai pentolan Partai Demokrat mendukung penegakan khilafah di tanah air. Maka, pasti dia sudah jauh-jauh hari memanfaatkan kekuasaannya selama 10 tahun itu (2 periode) untuk merubah haluan negara kita. Begitupula halnya dengan PAN yang turut dituduh Viktor sebagai partai anti-Pancasila. Padahal PAN lewat Ketua Umumnya yang juga Ketua MPR RI kerap mensosialisasikan empat pilar dimana-mana.
Memang benar, di rezim SBY sempat berlangsungnya Kongres Khilafah di Istora, yang disiarkan oleh TVRI pada tahun 2013. Namun TM Nasir sebagaimana pula saya meyakini, bahwa hal itu dilakukan untuk mempraktikan demokrasi yang baik. Sehingga setiap kelompok diberikan kesempatan untuk berpendapat dan menyampaikan aspirasinya. Jadi bukan dibungkam apalagi dicekal sebagaimana yang terjadi sekarang ini. Sekaligus jelas, rezim seperti SBY lah yang saya pandang mampu mengelola perbedaan dalam demokrasi secara lebih elegan dan penuh wibawa di mata dunia. Bukankan perbedaan sikap dan pandangan merupakan suatu hal yang niscaya dalam berdemokrasi? Dan bukankah hal yang terpenting dari itu adalah bagaimana caranya mengelola perbedaan yang ada secara arif dan bijaksana?
Last but not least, semoga dari kasus ini, pertama, Viktor belajar untuk menanggung segala konsekuensi dan bertanggungjawab atas apa yang telah dikeluarkan dari mulutnya. Kedua, kita dapat belajar, bahwa berhati-hatilah dalam mengutarakan sesuatu, sebab pepatah pernah mengatakan “Mulutmu Harimaumu”. Dan ketiga, berkampanyelah secara fairplay, dengan penuh kedewasaan dalam berpolitik. Jangan sampai hanya demi ambisi politik, kita ujarkan sesuatu yang malah akan merusak tenun kebangsaan kita yang sudah terjalin selama 72 tahun Indonesia merdeka.
“Kalau merasa salah minta maaf dong. Jangan lempar batu sembunyi tangan kemudian seperti menantang Partai Poltik lain dan Umat Islam,” kata Fadli Zon sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
#KonflikantarElitPolitik
#PartaiNasdem
#ViktorLaiskodat
#PerppuOrmas
#TudinganPolitikusNasdem


Komentar

Postingan Populer