KIAT-KIAT MENJADI PENULIS HEBAT

http://sedanghangat.com

Kiat-kiat menjadi penulis yang hebat, diantaranya:

1.      Perbanyak Pengalaman Menulis
Teruslah menulis, karena semakin banyak menulis maka akan semakin banyak pengalaman yang didapat. Dan ingatlah! Bahwa pengalaman merupakan guru yang terbaik. Mengikuti klinik menulis bersama para expert-nya. Disitu kamu bisa bertanya tentang apa saja yang berkaitan dengan menulis, sekaligus bisa menambah motivasi kamu. Menambah pengalaman baru lewat terciptanya diskusi antar-penulis, seperti saling mengoreksi tulisan bersama, dan mengetahui teknik-teknik baru dalam penulisan. Dan, mengikuti lomba-lomba yang dapat mengasah kemampuan menulis kamu.

2.      Membutuhkan Ide 
Seorang penulis membutuhkan ide untuk dituangkan kedalam sebuah tulisan. Tempo Institute menyebutnya, “Ide adalah alasan seseorang menulis”. Menurut saya, ide itu seperti latar belakang masalah dalam skripsi. Tak perlu sibuk-sibuk mencarinya, sebab ia akan datang dengan sendirinya, asalkan kamu rajin mengamati setiap fenomena yang ada di sekelilingmu. Jika kamu telah mendapatkan ‘ide’ itu, maka segeralah menjaga ide tersebut dengan menulisnya. Pepatah Arab menyebutnya, “Ikatlah ilmu dengan menulisnya!”. Baru kemudian menuliskannya dengan baik sesuai dengan hasil riset yang ada. Cobalah dengan menulis tentang isu-isu yang sedang hangat dibahas oleh orang banyak, dan tawarkanlah solusi atas masalah tersebut dengan tulisan kamu. Dengan begitu hasil tulisan kamu bakal kian matang. Lagipun, bukankah orang-orang membaca suatu tulisan, karena ingin mengetahui suatu hal yang dianggapnya penting?

3.      Membutuhkan Angle[1] 
Untuk menulis dibutuhkan sekurang-kurangnya satu angle (sudut pandang), sehingga pembaca bisa lebih fokus dengan dengan pembahasan yang ada dalam tulisan kamu. Jadi, tulisan kamu tidak melenceng kemana-mana. Lebih menarik lagi jika kamu bisa meramunya dengan ide-ide tulisan yang menarik dan out of the box, alias tidak umum dari sekian banya angle yang terlintas di kepala. Berita adalah salah satu contoh terbaik bagaimana wartawan menggunakan angle yang ada. Tempo Institute menyebut angle sebagai cara wartawan membidik suatu persoalan hanya dari satu sudut pandang saja, dan merupakan setengah dari pekerjaan menulis. Oleh karena itu, kamu membutuhkan panduan menulis seperti 5 W + 1 H, yang terdiri dari: What (Apa), Who (Siapa), Where (Dimana), When (Kapan), Why (Mengapa), dan How (Bagaimana). Dengan begini, maka tulisan pun akan lebih fokus dan tidak melalang buana kemana-mana. Ternyata, menulis juga melatih kita untuk menjadi lebih setia ya? Hehehe. Setia kepada satu angle maksudnya, wkwkwk.

4.      Adanya Tahapan Menulis
Pertama ialah menentukan perencanaan, baik itu berupa menentukan angle atau sudut pandang apa yang bakal diambil sebagai fokus tulisan. Dengan adanya perencanaan, maka penulis tidak akan kebingungan memulai tulisannya sendiri. Kedua ialah menentukan kerangka tulisan[2]. Hal ini dimaksudkan agar ide tulisan kamu tidak melenceng, dan tidak stag ketika kamu menulis.
Para wartawan menyebut tahapan ini dengan istilah outline (garis besar tulisan). Jika tahapan ini diabaikan, maka bukan tidak mungkin tulisan kamu melantur kesana-kemari, pembahasan menjadi tidak menyeluruh, dan urutan ceritanya menjadi kacau. Kerangka tulisan dibuat untuk mencegah situasi-situasi tersebut. Ibarat tour maka kerangka tulisan adalah guide, yang memandu kamu untuk mengambil jalan mana yang seharusnya diambil dan tidak bolak-balik.
Namun, tidak semua orang membutuhkan outline secara tertulis. Mereka yang sudah jago menulis dan telah punya jam terbang yang tinggi, cukup dengan membayangkannya saja. Outline adalah alat yang dapat digunakan oleh pemula sebagai tools dalam mengasah kemampuan menulisnya, bagi mereka yang ingin menulis secara mendalam, dan bagi mereka yang tidak memiliki banyak waktu untuk menulis di saat itu juga. Ketiga menyusun outline dari umum ke khusus (piramida terbalik) atau khusus ke umum (piramida tegak).

5.      Cakap Memilih Judul dan Lead
 Dosen saya menyebutnya, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda”. Dan hal yang menggoda dalam suatu tulisan ialah judul, ataupun buku terletak pada cover-nya. Sedangkan untuk lead ada beberapa pilihan yang bisa dipilih seperti:

1)      Lead Ringkasan, contohnya seperti berita yang langsung memuat intinya pada paragraf[3] awal, sedangkan yang lainnya hanya sebagai pelengkap alias komplementer. Lead seperti ini biasanya ditujukan kepada pembaca yang tidak punya waktu banyak untuk membaca.
2)      Lead Bercerita, contohnya seperti novel ataupun script film, yang membuat pembaca menyenanginya. Namun, tulisan seperti ini membutuhkan waktu yang lama untuk membacanya. Lead seperti ini sukses digunakan untuk mengisi waktu luang dengan membaca.
3)      Lead Deskriptif ‘kembar tapi beda’ dengan Lead Bercerita. Contohnya seperti studi deskriptif pada suatu penelitian ataupun feature pada koran. Ia tidak bercerita secara utuh sebagaimana Lead Bercerita.
4)      Lead Kutipan, contohnya seperti berita-berita selebritis ataupun politik yang menggunakan unsur prominence dalam pemberitaannya. Dimana unsur prominence menekankan pada pentingnya perkataan suatu tokoh ataupun public figure. Tak jarang dewasa ini kutipan perkataan mereka dijadikan judul dan lead suatu berita. Dan tentu masih banyak lagi lead yang lainnya.
Jika orang telah tertarik dengan judul dan lead, maka tak jarang mereka bakal membaca kelanjutan paragrafnya. Walaupun tak jarang juga, banyak diantara mereka yang kecewa lantaran judul atau lead yang hebat tidak sebading dengan isi selanjutnya. Tempo Institute menyebutnya sebagai ‘Penulisme Judul’.[4] Oleh karena itu, penulisan judul maupun lead bukanlah perkara gampang dan remeh, jika tidak terus diasah.

6.      Menulis Paragraf demi Paragraf
Usahakan menulisnya sesuai dengan kerangka penulisan yang ada. Jikapun ada penambahan-penambahan gagasan baru, pastikan hal tersebut tidak merusak. Jikapun merusak, maka harus ada yang dirubah. Apakah itu kerangka penulisannya ataupun paragraf itu sendiri. Ingat! kamu harus tetap fokus, dan gunakanlah kata penghubung setiap paragraf dengan baik dan benar. Tidak jumping (loncat-loncat), terkesan patah-patah dan ganjil, sebab tidak adanya korelasi antara satu alinea dengan alinea yang lain. Untuk itu disini dibutuhkan kejelian penulis dan banyaknya kosakata. Satu-satunya cara untuk menambah diksi kata ialah dengan membaca[5].

Contoh-contoh kata sambung:

1.      Menguatkan: dan, lebih lagi, tambah pula, disamping itu.
2.      Alternatif: atau.
3.      Mempertentangkan: tetapi, akan tetapi, namun, bagaimanapun, meski demikian.
4.      Menunjukkan hasil: akibatnya, sebab itu, jadi.
5.      Makna tujuan: untuk itu, supaya.
6.      Deskripsi kronologis: sementara itu, kemarin, segera.
7.      Deskripsi lokasi/kondisi: di sana, berdampingan dengan, berada tepat setelahnya.
Last but not least, menulis membutuhkan kesadaran dari mereka yang ingin menghasilkan suatu tulisan yang cemerlang. Tanpa adanya kesadaran untuk terus berlatih, maka kiat-kiat di atas tidak akan ada gunanya. Sebab kesadaran kita untuk terus berlatih akan mencegah kita dari kesalahah-kesalahan tulisan yang mengganggu. Mulai dari kesalahan kecil seperti typo (salah tulis, salah eja, salah nama, gelar, atau salah tanggal) sampai dengan kesalahan fatal seperti salahnya informasi yang kita tuliskan, sehingga berujung kepada hoaks. Oleh karena itu, penulis yang hebat adalah mereka yang mau untuk mengoreksi dan mengevaluasi tulisannya hari demi hari. Bukan malah cepat puas dan berbangga diri. Let’s try and keep it short and simple!

(Resume atas Bahan Bacaan Klinik Menulis Laporan Efektif, by Tempo Institute –Center for Excellent Journalism)


[1] Istilah angle dipinjam dari dunia fotografi yang berarti sudut pandang, bisa positif, bisa negatif, bisa juga netral. Angle dirumuskan dengan kalimat tanya. Dengan angle yang tajam dan fokus, tulisan dapat menyampaikan pesan secara jernih dan efektif. (Klinik Menulis, Tempo Institute)
[2] Kerangka tulisan atau outline adalah panduan utama untuk menulis. Pokok pikiran pada alinea demi alinea kita rencanakan dengan rapi. Apa yang akan kita ungkapkan pada alinea pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Tujuannya, supaya tulisan mengalir lancar, fokus, dan tidak melenceng dari angle yang kita pilih.
[3] Paragraf pada umumnya diawali dengan kalimat topik (topic sentence), diikuti kalimat-kalimat pendukung (sentence) dan diakhiri dengan kalimat penutup (sentence). (Klinik Menulis, Tempo Institute)
[4] Seringkali kita menemukan penulis atau media yang hanya mengedepankan ‘penulisme judul’, yaitu sedapat mungkin menghadirkan tajuk yang sensasional, aneh dan penuh tanya, semata-mata agar pembaca mau masuk menengok ke dalamnya. Namun, apa yang terjadi kemudian? Pembaca pun kecewa, sebab berita bertajuk menarik itu tidak diimbangi isi yang berbobot. Persis seperti kacang atom, putih mulus di luaran tetapi kebanyakan ompong di dalamnya. (Klinik Menulis, Tempo Institute)
[5] Proses membaca itu ibarat minum es jeruk lewat sedotan. Sekali alirannya macet, atau tiba-tiba rasanya berubah kecut di tengah jalan, maka wassalam, kemungkinan besar mereka tidak mau minum lagi. Atau minimal, mereka bertimbang untuk meminumnya, sebelum kemudian mengganti sedotan atau minuman baru. (Klinik Menulis, Tempo Institute)

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer