MANUSIA DAN SIFAT KEBINATANGANNYA

http://www.paramadina-pusad.or.id
Saya pernah menonton satu film Barat yang saya lupa judulnya, tapi saya ingat persis bagaimana jalan ceritanya. Film itu bercerita tentang satu malam, dimana pada malam itu masyarakat dapat melepaskan sifat-sifat kebinatangannya. Maka pada malam itu, masyarakat boleh dengan bebas membunuh antar sesamanya dengan cara-cara yang sadis, hingga sirine tanda berakhirnya malam pembalasan itu berakhir.
Lewat film itu saya memahami, bahwa sifat-sifat kebinatangan itu sejatinya ada pada diri manusia. Saya katakan sifat, karena kebinatangan itu tidak dapat dihilangkan, tapi bukan berarti tidak dapat dirubah dan dikontrol. Saya pikir inilah maksud Tuhan menciptakan akal dan perasaan, dengan maksud agar manusia menggunakan itu sebagai alat kontrol terhadap sifat kebinatangannya. Akal untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sedangkan perasaan untuk menimbulkan rasa simpati dan kasih sayang antar sesama manusia. Lantas, jika amarah telah membuntukan akal dan mengoyak-ngoyak hati, bukankah manusia itu telah berubah menjadi binatang?
Saya menuliskan ini, karena saya prihatin sekaligus geram dengan aksi main hakim masyarakat kita akhir-akhir ini, yang seolah semakin marak saja. Sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com, seorang laki-laki dibakar hidup-hidup karena diduga melakukan pencurian amplifier mushalla di Kampung Jati, Desa Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Saya pikir inilah salah satu contoh sifat kebinatangan manusia itu, yang jika diluapkan bisa sangat mengerikan dan memakan korban jiwa. Tak tanggung-tanggung, bahkan sampai membakar nyawa orang hidup-hidup. Sungguh biadab!
Terlepas dari alm. MA, suami dari Siti Zubaidah yang dibakar hidup-hidup itu benar bersalah atau hanya fitnah keji belaka, dapat dibuktikan nanti di kantor polisi. Biar polisi yang mengusutnya secara tuntas, bukan malah oknum warga Kampung Jati yang main hakim sendiri hingga korban tewas. Ini jelas bentuk pidana, yang bahkan para pelakunya dapat dijebloskan ke penjara. Untuk itu, para pelaku yang terlibat dalam aksi brutal ini harus digelandang ke kantor polisi dan diberikan hukuman setimpal.
Walhasil, akibat dari main hakim itu hanya akan menimbulkan korban jiwa dan anak-biniknya yang ditinggal mati suami secara mengenaskan. Belum lagi kita menyinggung dampaknya terhadap istri dan perkembangan mental anak-anaknya yang tahu-tahu bapaknya dibakar hidup-hidup, lantaran baru diduga sebagai pencuri. Pasti anak-anak tersebut bakal menyimpan dendam tersendiri terhadap para pelaku.
Saya pikir ada beberapa solusi yang mungkin dapat ditawarkan agar tidak lagi terulang kasus yang sama. Baik itu kasus main hakim sendiri berupa pembacokan, diarak telanjang, ataupun bentuk-bentuk penganiayaan lain yang keji dan brutal, yaitu: 1) Polisi terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya di perkampungan dan pedesaan untuk tidak main hakim sendiri, 2) Menghukum para pelaku main hakim sendiri dengan hukuman yang setimpal sehingga menimbulkan efek jera, 3) Polisi harus stand by dan gerak cepat ke TKP untuk meminimalisir tindakan main hakim sendiri, 4) Para saksi mata kejadian main hakim sendiri untuk dapat sesegera mungkin melaporkannya ke polisi.
Video pembakaran hidup-hidup seseorang yang baru diduga maling itu, semakin menyadarkan diri saya pribadi, bahwa kita sudah terlalu terbiasa menghakimi seseorang secara cepat bahkan tanpa bukti-bukti yang akurat. Padahal, seakurat apapun bukti tersebut, tindakan main hakim sendiri jelas tidak dapat dibiarkan dan ditolerir. Lantas, ketika nyawa tak ada lagi artinya, apa bedanya kita dengan binatang?! Sekian.
#StopMainHakimSendiri  

Komentar

Postingan Populer