WAKTU DALAM ISLAM
http://gaulfresh.com |
Waktu adalah sesuatu hal yang juga sangat krusial dalam Islam untuk
diperhatikan. Ada banyak sekali ayat tentang waktu yang diperuntukkan kepada
muslim untuk merenungkannya. Kalau ibarat mukaddimah sebuah pidato, maka waktu
adalah kesempatan sehingga kita dapat berkumpul dan bersua kembali di tempat
yang berbahagia ini, sebagaimana yang sering diucapkan oleh para pengkhutbah.
Maka, sudah sepantasnya seluruh manusia, terutama umat Islam untuk memanfaatkan
waktu secara baik dan benar. Baik dalam ajang mencari rezeki, maupun dalam
ajang mencari pahala.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya
menetapi kesabaran”. (QS. Al-‘Ashr/103: 1-3).
Bagi saya pribadi, sungguh indah penggalan ayat suci di atas. Ayat
dimana Tuhan bersumpah atas nama waktu (Demi masa –red) menandakan, bahwa waktu
bukanlah sesuatu hal yang main-main dalam Islam. Melainkan diperuntukkan kepada
umat Islam untuk terus mempergunakannya dalam upaya-upaya yang bernilai dan
produktif. Baik itu yang bernuansa ukhrawi pula duniawi. Raihan, salah
satu grup nasyid asal negeri jiran Malaysia pernah melantunkan sebuah lagu yang
berkorelasi kuat dengan ayat di atas, yang ditujukan sebagai sebuah pesan untuk
direnungkan bersama-sama.
Ingat lima perkara sebelum lima perkara
Sihat sebelum sakit
Muda sebelum tua
Kaya sebelum miskin
Lapang sebelum sempit
Hidup sebelum mati
Ataupun salah satu penggalan lagu yang diaransemen ulang oleh alm. Ust.
Jeffry Al Buchori yang berbunyi: “Walaupun hidup seribu tahun, bila tak
sembahyang apa gunanya”. Setiap lirik lagu ini seolah memberikan pemahaman
kepada saya pribadi, bahwa pemanfaatan waktu yang efektif dan efisien itu
merupakan kunci sukses bagi setiap muslim. Sukses di dunia juga di akhirat. Sekaligus
menunjukkan Islam punya niatan baik untu mewanti-wanti setiap umatnya agar
tidak menyianyiakan waktu yang dimiliki. Sebelum nasi menjadi bubur, sebelum
penyesalan datang pada akhirnya, dan tak ada lagi yang patut untuk disesali.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya,
(yaitu) kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari, no. 5933).
Saya pribadi mengenal waktu dalam Islam sejak menjejakkan kaki ke
pesantren. Disana saya baru mengetahui, bahwa waktu bukan hanya sekedar uang (Time
is Money) sebagaimana yang sering digembar-gemborkan oleh film-film
materialistis Barat. Tapi waktu dalam Islam adalah pedang. Al-waqtu
kas-sayif, in lam taqta’hu qata’aka (waktu itu ibarat pedang, jika engkau
tidak memotongnya, maka ia yang bakal memotongmu). Saya pikir ‘ibarah
ini lebih tepat, bijak dan memacu adrenalin kita untuk terus menggunakan waktu
yang ada dengan baik. Secara maksimal dan terus berlanjut secara kontinyu dalam
pemanfaatannya.
Sebagai seorang muslim kita semua meyakini, bahwa ajal bisa datang
kapan dan dimana saja merenggut nyawa manusia. Kita pula mengamini bahwa tak
ada yang abadi selain daripada alam akhirat itu sendiri. Maka daripada itu,
saya mengajak kita semua untuk mempergunakan waktu kita sebaik-baik mungkin dan
seadil-adilnya. Adil dalam pemanfaatan waktu untuk dunia (mencari rezeki,
belajar –red) dan adil dalam pemanfaatan waktu untuk akhirat (ibadah –red).
Last but not least, ibarat seorang petani yang menyemai benih
amalannya untuk penghisaban di hari akhir. Kita juga harus mengimani bahwa
konteks Ad-dunya mazra’atul lil akhirah (Dunia adalah ladang untuk
akhirat) adalah benar adanya. Selanjutnya, tinggal kembali kepada kita sendiri ingin
memilih yang mana, mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk hidup yang lebih
baik di dunia, sebagai amalan untuk di hari esok (akhirat –red), atau untuk kedua-duanya
(Fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah)? Mari kita sebagai
muslim/muslimat menyikapinya secara bijak. Wallahu ‘alam bish shawab.
Komentar
Posting Komentar