KEDEWASAAN BERPOLITIK
dok. pribadi |
Siapapun yang menang dan yang kalah dalam Pilkada DKI 2017 ini,
kita perlu memiliki kedewasaan berpolitik. Sederhananya bagi pihak yang menang,
kemenangan bukanlah suatu pepesan kosong. Melainkan harus diisi dengan
tanggungjawab kepada masyarakat. Bukan hanya masyarakat yang memilihnya,
melainkan seluruh masyarakat DKI Jakarta. Begitupula, kedewasan politik bagi
mereka yang kalah ialah bersikap legowo atas kemenangan pesaingnya. Oleh
karena itu, sungguh amat disesalkan sikap Djarot yang memilih absen pada
pelantikan Anies-Sandi. Dimana seharusnya kerukunan antar-elite politik
itu berkorelasi dengan semangat persatuan masyarakat kita. Sekaligus
menunjukkan, bahwa iklim demokrasi kita benar-benar maju.
“Apa yang seolah berkembang adanya keterbelahan
politik di Jakarta itu, akan selesai dengan sendirinya. Ketika elite-nya
berangkulan, bersalaman dengan jiwa besar. Bahkan, bisa memberikan kepercayaan
dan dukungan kepada lawan politiknya yang terpilih. Itu yang memang tidak
mudah. Kita harus mulai dari jiwa besar dari elite. Itu penting untuk
dicatat,” kata Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal (Kompas.com,
17/10/17).
Saya yakin jika ini bisa diterapkan, tidak bakal ada lagi
kubu-kubuan di republik tercinta ini. Baik antara kubu pemenang maupun barisan
sakit hati. Dimana seharusnya mereka saling berangkulan, dalam mendukung
program pemimpin barunya yang pro-rakyat.
Buzzer-buzzer politik pun sudah saatnya pensiun dini, karena merekalah yang
selama ini memperkeruh suasana. Lagipun, Pilkada telah usai dan usailah
persaingan yang selama ini membuat urat saraf tegang. Sekali lagi, sudah
saatnya kita berangkulan dalam menatap masa depan bersama-sama. Tidak sulit,
jika kita mau melepas ego kita masing-masing. Kalau sudah seperti ini baru
dapat dikatakan, “Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, sebab kita
sama-sama menang!”.
“Bukan hanya pelantikan gubernur, saya dan
Sandi. Tetapi juga perayaan warga Jakarta. Karena itu, saya punya
tanggungjawab,” kata Anies (Kompas.com, 17/10/17). Atau, “Dengan
mengucap bismillahirrahmanirrahim, kami siap membangun dan memajukan
Ibukota Jakarta untuk lima tahun mendatang. Tentu hal ini diperlukan dukungan
serta partisipasi dari seluruh warganya. Mari kita jadikan Jakarta menjadi kota
yang maju dan bahagia warganya,” tulis Sandi di akun Instagram @sandiagauno.
Begitupula halnya dengan media dan pemberitaannya. Terutama
media-media mainstream milik pengusaha-penguasa. Sudah saatnya media
tersebut mengawal kinerja pemimpin mereka yang baru, dan bukan malah menebar
friksi perpecahan lewat pemberitaan-pemberitaan yang tidak perlu. Seperti
“Warga Sekitaran Masjid Sunda Kelapa Tak Tertarik Saksikan Kedatangan
Anies-Sandi”, atau “Jokowi sempat mengulang tuntutan pembacaan sumpah jabatan
Anies-Sandi (m.tribunnews.com, 16/10/17). Pemberitaan semacam ini
maksudnya apa? Alangkah lebih baiknya, jika media fokus saja untuk mengawal
realisasi program DP 0 persen dan reklamasi sebagaimana janji mereka.
Last but not least, tentu memimpin Jakarta yang majemuk dan
plural merupakan tugas nan berat. Diharapkan hal yang baik dari gubernur
terdahulu seperti Foke, Jokowi, Ahok, dan Djarot bisa dilanjutkan dan yang
kurang baik ditinggalkan. Inilah kedewasaan berpolitik yang sesungguhnya,
dimana setiap elemen bangsa bersatu padu untuk mewujudkan Jakarta yang maju dan
bahagia warganya. :)
Komentar
Posting Komentar