NERAKA PUN ENGGAN MENYENTUHNYA
2.bp.blogspot.com |
Jika ada yang bertanya, “Apa sebenarnya
tujuan seorang muslim hidup?”. Maka jawabannya adalah, “Rabbana atina fi
ddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qina ‘adzab bannar”. Bahagia di
dunia, bahagia di akhirat dan dijauhkan dari api neraka. Ya, inilah hakikat
sebenarnya mengapa seorang muslim diciptakan di muka bumi ini.
Nabi SAW berkata, “Maukah kalian aku tunjukkan
orang-orang yang haram (tersentuh api) neraka? Para sahabat berkata, “Iya,
wahai Rasulullah!”. Beliau menjawab, “(Haram tersentuh api neraka) orang yang Hayyin,
Layyin, Qorib, Sahl” (Sahih Ibnu Hibban).
Berikut penjelasan 4 kategori
manusia, yang api neraka pun enggan menyentuhnya, yakni:
1.
Hayyin
Orang yang memiliki ketenangan dan
keteduhan dzahir (fisik –red) maupun batin. Tidak labil gampang marah, grusah-grusuh
dalam segala hal, penuh pertimbangan. Tidak gampangan memaki,
melaknat dan ngamuk tersulut berita yang sampai padanya (https://littlehaidar.wordpress.com). Jadi, Hayyin adalah orang yang ‘arif
dan bijaksana dalam menyikapi hidup. Ia dapat mengontrol emotional quotient-nya
dengan sangat baik. Contohnya: Didalam al-Qur’an, Allah Azza wa Jalla pernah
menegaskan, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka
barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (al-Maidah [5]: 38-39).
Namun, Khalifah Umar bin Khattab
tidak serta-merta menerapkan ayat di atas tanpa pertimbangan tertentu. Yang
sekaligus menunjukkan diri beliau bersifat hayyin. Berikut ceritanya
sebagaimana dikutip dari merdeka.com (20 Juli 2013). Khalifah Umar bin
Khattab suatu hari pernah mengadili beberapa pembantu yang dituduh mencuri unta
milik lelaki Bani Muzainah. Para pembantu mencuri unta itu untuk dimakan karena
kelaparan. Dalam sebuah pengadilan, para pembantu itu bermuka lusuh karena
sangat ketakutan dengan hukuman yang akan mereka terima. Ini karena dalam Islam
diterapkan hukuman yang sangat berat bagi pencurian, yakni potong tangan.
“Mengapa kalian mencuri?” tanya Umar
kepada para pembantu itu.
“Kami kelaparan, Amirul Mukminin
(pemimpin umat Islam –red),” jawab para pembantu itu.
Mendengar jawaban itu, Umar kemudian
bertanya kepada para hadirin, “Siapa yang menjadi majikan mereka?” tanya Umar.
Para hadirin menjawab, “Hathib bin
Abi Balta’ah.” Kemudian, Umar meminta Hathib dihadirkan dalam persidangan.
Perintah itu dilaksanakan oleh petugas dan tidak lama kemudian Hathib berada di
persidangan.
“Apakah benar kau adalah majikan
mereka?” tanya Umar.
Hathib menjawab dengan gugup, “Benar,
wahai Amirul Mukminin.”
“Hampir saja aku salah menjatuhkan
hukuman, kalau saja aku tidak mendengar kabar bahwa kau adalah majikan mereka,
tetapi membiarkan mereka kelaparan, sehingga mereka terpaksa mencuri,” kata
Umar.
Setelah itu, Umar kemudian bertanya
kepada pemilik unta. “Berapa harga untamu yang telah mereka curi?” tanya Umar.
Lelaki itu menjawab, “400 dirham.”
Umar kemudian memandang tajam ke
arah Hathib, sang majikan yang pelit itu, “Pergilah kamu dan berikan ganti rugi
kepada lelaki itu sebanyak 800 dirham, dua kali lipat dari harga yang
seharusnya,” putus Umar.
Lalu, Umar memandang kepada para
pembantu itu. Melihat tatapan Umar yang tajam, para pembantu itu menunduk
ketakutan. “Pergilah kalian dan jangan ulangi lagi perbuatan itu,” kata Umar kepada
para pembantu itu.
Putusan itu membuat para pembantu
dapat bernapas lega. Dengan jabatannya, Umar mampu bersikap adil terhadap semua
pihak.
2.
Layyin
Orang yang lembut dan kalem, baik
dalam bertutur kata atau berbuat. Tidak kasar, main cantik sesuai aturan, tidak
semaunya sendiri, segalanya tertata rapi. Tidak galak yang suka memarahi orang
yang berbeda dan tidak mentolerirnya sedikitpun. Identik tidak suka melakukan
pemaksaan pendapat (https://littlehaidar.wordpress.com). Jadi, orang yang bersikap Layyin itu
tutur katanya lembut dan tidak menyakiti hati lawan bicaranya. Ia juga tidak
suka membentak. Contoh: Luqman dalam al-Qur’an yang memanggil anaknya dengan
sebutan, “Ya Bunayya” (Wahai anakku).
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah
engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar”. (Luqman berkata), “Wahai anakku! Sungguh,
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya
Allah Mahahalus[1],
Mahateliti.
Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah
(manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu
termasuk perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari
manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong da membanggakan diri. Dan
sederhanakanlah dalam berjalan[2] dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS Luqman [31]: 13,
16-19).
Dari ayat di atas, dapat pula kita
lihat bahwa sebelum memerintahkan anak untuk shalat, maka tanamkan dulu kepada
mereka ‘aqidah dan akhlak yang kuat.
3.
Qarib
Supel, akrab, ramah diajak bicara, menyenangkan
orang yang diajak bicara. Tidak acuh tak acuh, cuek-bebek, gampang
berpaling. Biasanya murah senyum jika bertemu dan wajahnya berseri-seri dan
enak dipandang (https://littlehaidar.wordpress.com). Jadi, muslim berteman dengan siapa saja.
Baik antar sesama muslim maupun non-muslim dalam perkara dunia. Tapi setiap
muslim harus tetap tegas dalam hal ‘aqidah, sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an: “Untukmu
agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. al-Kafirun [109]: 6), dan “Tidak ada
paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas perbedaan)
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat.” (QS. al-Baqarah [3]: 256).
4.
Sahl
Orang yang baik hati memudahkan
urusan, tidak mempersulit sesuatu. Selalu ada solusi bagi setiap permasalahan.
Tidak suka berbelit-belik, tidak menyusahkan dan membuat orang lain lari dan
menghindar (https://littlehaidar.wordpress.com). Contoh yang dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari seperti pengurusan KTP/SIM di beberapa daerah, yang masih ribet bin
njelimet. Ataupun proses penetapan tersangka bagi orang-orang besar dan
punya nama, masih terkesan sulit untuk dilakukan di republik ini. Padahal,
sudah terbukti menyengsarakan rakyat, dengan terus-menerus menggerogoti uang
rakyat.
Inna ma’al ‘ushri yushra (Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada
kemudahan). Where is a will there is a way (Dimana ada kemauan disitu
ada jalan). Semoga ke-empat kategori ini dapat melekat dan terpatri dalam hidup
kita. Sehingga, kita bisa menjadi insan (manusia) yang bahagia di dunia
dan di akhirat, serta terlepas dari siksa api neraka. Amin ya Rabb.
Komentar
Posting Komentar