WHY IS EVERYTHING SO HEAVY?
vignette.wikia.nocookie.net |
Seandainya boleh. Hal yang paling kuinginkan saat mata kuliah MPK I
berlangsung adalah mendengarkan lagu Linkin Park keras-keras. Terutama yang
berjudul “So Heavy”, karena lagu itu mampu mewakili perasaanku lewat
salah satu penggalan liriknya yang berbunyi, “Why is everything so heavy?”
(Kenapa semuanya begitu berat?). Ya! kenapa mata kuliah ini begitu berat untuk
kupahami. Terkadang, aku juga ingin segera pulang dan membenamkan kepalaku
kedalam ember berisi air. Biar kepalaku yang tadinya berat bisa kembali ringan
dan segar.
Bahkan, seorang senior kami sangking kesalnya pernah mengatakan,
“Pelajaran MPK I ini ibarat mempelajari ilmu gaib. Wujudnya ada, tapi susah
diprediksi. Entah karena mahasiswanya yang out of date, atau karena
dosennya yang kelewat pintar. Ataupun memang karena kaminya yang sudah pada hang
semua. Betul kata Dewan Syuro (di kelas kami ada Dewan Syuro-nya lho,
hehehe), bahwa jika ingin cepat selesai cukup angguk-anggukan kepala saja
seolah-olah mengerti dan sesekali bertanya”. Hahaha. :’)
Lantas kalau sudah seperti ini, kepada siapa lagi kami berharap dan
menumpukan harapan? Kepada rumput yang bergoyang? Ah kurasa tidak
mungkin. Jawaban yang paling benar menurutku adalah berharap kepada diri
sendiri, dan banyak-banyak berdo’a kepada Tuhan. Ya, setidaknya itulah yang
kuyakini setelah lama berkontemplasi dengan pikiran sendiri. Berikut hasil
renunganku di puncak gunung Sibayak beberapa pekan lalu. Hahaha. Becanda
koq!
Pertama, alasan seorang peneliti melakukan penelitian ada empat, yaitu untuk
tujuan akademis, praktis, teknik dan juga sosial. Untuk alasan akademis, sebuah
penelitian dimaksudkan mampu berkontribusi dalam menambah dan memperluas
khazanah penelitian. Sekaligus menjadi referensi bagi mahasiswa lain di
perguruan tinggi yang sama, tempat si peneliti menimba ilmu. Untuk alasan
praktis, sebuah penelitian diharapkan dapat bermanfaat, sekaligus menjadi
masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait.
Untuk alasan teknik dan sosial, kukira saling berjalin kelindan
(berhubungan). Maksudnya untuk melakukan sebuah penelitian, peneliti jelas
membutuhkan cara, metodologi dan sebagainya. Contoh: Apakah penelitian Anda itu
kuantitatif dengan tipe deskriptif, ataukah penelitian Anda itu kualitatif
dengan pendekatan fenomenologis? Karena didalamnya ada upaya Anda untuk
mengungkap suatu fenomena. Sedangkan, untuk alasan sosial maksudnya adalah
penelitian itu haruslah mengakar rumput, haruslah menyentuh persoalan yang
terjadi di masyarakat, serta menawarkan solusi-solusi nyata. Terkait hal ini
pernah aku post di blog-ku berjudul “Penelitian yang mengakar
rumput”. Monggo dicek, hehehe.
Jadi kupikir untuk masalah alasan penelitian sudah selesai sampai
di sini ya :). Lanjut!
Kedua, Mr. Quantitative meminta kita untuk membuka halaman 28, dari
modulnya berjudul Metodologi Penelitian Kuantitatif Bagian I. Pada halaman
tersebut beliau menjelaskan, bahwa tipe penelitian itu terbagi pada 4 macam: 1)
Eksploratif, 2) Deskriptif, 3) Eksplanatif, dan 4) Evaluatif. Berikut
penjelasannya.
1.
Eksploratif
Penelitian
tipe ini bertujuan untuk menggali suatu fenomena yang telah ada sebelumnya. Hal
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam lagi. Contohnya
seperti pengeboran minyak di lepas pantai, mereka juga melakukan apa yang
disebut dengan eksplorasi (mengebor) untuk mendapatkan sumur-sumur baru. Artinya
apa? Mereka sebelumnya telah memiliki sumur-sumur, hanya saja mereka tetap
menggali agar pasokan minyak mereka tidak berkurang, dan tetap menghasilkan
uang.
Begitupula
halnya dengan penelitian tipe eksploratif. Sebenarnya penelitian tersebut sudah
ada, hanya saja diteliti kembali untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
Lagipun, ilmu sosial memang menghendaki pembaharuan terus-menerus, bukan? :)
Contoh:
“Bagaimanakah tipologi (pengelompokan) karakteristik kelas menengah di
Indonesia”. Perhatikan, beliau menggunakan kata tanya ‘Bagaimanakah’, dan
biasanya kata tanya ini digunakan untuk menanyakan cara. Tentu untuk itu butuh
penggalian lebih dalam lagi.
2.
Deskriptif
Ada
sangat banyak penelitian Mahasiswa/i S1 yang menggunakan tipe ini. Penelitian
deskriptif bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap tentang suatu fenomena.
Contoh:
“Karakteristik tipe kelas menengah manakah yang paling dominan di Indonesia”.
Perhatikan kata tanya ‘Manakah’. Berarti, penelitian ini semata menggambarkan
karakteristik kelas menengah yang paling dominan di Indonesia.
3.
Eksplanatif
Merupakan
serapan dari bahasa Inggris “Explanation” yang artinya penjelasan. Maka,
penelitian ini bermaksud untuk memberikan penjelasan riil atas suatu
fenomena.
Contoh:
“Bagaimanakah pengaruh masing-masing tipe kelas menengah terhadap proses
demokratisasi”. Perhatikan kata ‘Bagaimanakah pengaruh’. Jadi, penelitian ini
tidak mencari tahu soal cara, tetapi bagaimana pengaruh. Ngomong-ngomong soal
pengaruh berarti kita membutuhkan variabel x dan y di dalamnya. Harus ada
variabel x (yang mempengaruhi) dan variabel y (yang dipengaruhi). Penelitian
ini bertujuan untuk menjelaskan, adakah pengaruh antara masing-masing tipe
kelas menengah terhadap proses demokratisasi di Indonesia.
4.
Evaluatif
Aku
pribadi belum menemukan penelitian semacam ini. Tapi aku yakin, penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan yang diterbitkan, baik oleh pemerintah
maupun swasta. Sama seperti kita yang terlbat dalam suatu kepanitiaan acara.
Maka ketika acara tersebut usai, kita akan segera melakukan evaluasi. Apakah
acara tersebut sukses dengan dana surplus, atau sebaliknya.
Contoh:
“Bagaimanakah efektivitas dan efisiensi bantuan lembaga-lembaga internasional
bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam memberdayakan masyarakat
pedesaan. Dari pertanyaannya sudah jelas, bawah penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kebijakan bantuan lembaga-lembaga internasional terhadap LSM-LSM
lokal. Apakah ampuh dalam memberdayakan masyarakat pedesaan ataukah masih
kurang, dan kenapa itu bisa terjadi.
Penelitian
yang telah rampung biasanya diserahkan ke NGO (Non-Governmental
Organization) terkait untuk ditindaklanjuti. Begitu :)
Kupikir sampai di sini selesai. Next!
Ketiga, coba buka halaman 33 pada modul MPK Bagian I dan halaman 22, 23
dan 24 pada modul MPK Bagian III. Bagian II-nya entah kemana, wkwkwk.
Beliau mengatakan, bahwa Exposure to TV Violence[1]
(Terpaan adegan kekerasan di TV) mempengaruhi terbentuknya Aggressive
behaviour (Perilaku agresif) anak. Seperti tindakan memukul, menendang,
mendorong dan melempar temannya di sekolah.
Dalam metodologi penelitian kuantitatif menghendaki adanya variabel
independen (X), yakni Exposure to TV Violence dan variabel dependen (Y),
yakni Aggresive behaviour anak. Namun tidak cukup disitu, sebab Anda
juga membutuhkan variabel Z sebagai variabel kontrol. Gunanya untuk mencari
kemungkinan-kemungkinan lain, yang mendukung pengaruh Exposure to TV
Violence terhadap Aggresive behaviour anak. Misalnya Z1 = Intensitas
menonton anak/remaja (High viewer, Moderate viewer and Light viewer), Z2
= Pengawasan orangtua dan Z3 = Jenis Kelamin/Sex (Boy or Girl).
Misalnya, Anda telah melakukan penelitian dan mendapatkan hasil Ha
= Exposure to TV Violence mempengaruhi Aggresive Behaviour anak[2]. Namun, Anda diharuskan melengkapi
hipotesis tersebut dengan keterangan seperti: Dikarenakan intensitas menonton
anak yang tinggi (High viewer) sebesar 0,6. Kurangnya pengawasan
orangtua sebesar 0,4. Dan, perilaku agresif cenderung muncul pada anak berjenis
kelamin laki-laki sebesar -0,2. Maka, ketika dituliskan sistematikanya sebagai
berikut:
rxy = 0,5
rxyz1 = 0,6
rxyz2 = 0,4
rxyz3 = -0,2
Jadi, Exposure to TV Violence mempengaruhi Aggresive
Behaviour anak adalah sebesar 0,5. Dengan keterangan variabel kontrol
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Masalah angka-angka itu dapat
darimana jangan tanya aku, karena aku pun tak tahu, hahaha. Yang pasti,
semakin no-nol tersebut mendekati angka 1 (satu), maka semakin tinggilah Exposure
to TV Violence terhadap Aggresive behavioral anak. Oleh karena itu,
kita harus bijak dalam menetapkan variabel z, agar tidak terlalu banyak
hipotesis yang kita hasilkan. Oke, lanjut!!
Keempat, contoh-contoh penelitian kuantitatif, yaitu: Pengaruh, Hubungan,
Peranan, Asosiasi, Dampak dan sebagainya.
1.
Pengaruh Tayangan Sinetron Anak Jalanan di RCTI
Terhadap Sikap Imitasi Remaja.
2.
Pola Hubungan Komunikasi Interpersonal
antara Guru dengan Murid Terhadap Motivasi Belajar.
3.
Peranan Humas dalam Peningkatan Citra
Pemerintah.................. dan masih banyak lagi tentunya.
Penelitian kuantitatif bertujuan untuk mengukur tingkat kognitif
(pengetahuan), dan behavioral (perilaku) masyarakatnya. Penelitian kuantitatif
memang terkesan kaku, karena terlalu berpatokan pada ‘pakem-pakem’ yang
ada. Oke, lanjut!!
Kelima, coba buka halaman 15 pada modul MPK Bagina III (lagi-lagi,
bagian II-nya entah kemana, haha). Beliau ada menyinggung tentang unit
analisis dan level analisis. Pue nyan? Apa itu?
a.
Level of analysis
Ditentukan
oleh unit analisis yang akan dipergunakan.
b.
Units of analysis
Satuan-satuan
yang akan diteliti karakteristiknya.
Perhatikan contoh: Untuk mengambil sample survey status
sosial ekonomi, unit of analysis yang beliau pilih adalah individu Warga
DKI. Dengan demikian, level of analysis yang ia pakai ialah orang
(individu) yang tergabung dalam tingkatan mikro. Kenapa bisa? Karena memang
sudah ada patokannya. Coba lihat id.m.wikipedia.org tentang level
analisis.
Lanjut, hehehe.
Keenam, coba buka halaman 2, 6, dan 18 pada modul MPK Bagian III (lagi-lagi,
Bagian II-nya dimana? Hahaha). Beliau memaparkan perbedaan diantara 3
metode penelitian utama, yang terdiri dari:
1.
Survey
Survey menghendaki didalamnya terjadi census
sample. Adapun sample sendiri merupakan sejumlah dari populasi, yang
diyakini peneliti mampu mewakili populasi. Ibarat ibu yang sedang masak gulai.
Beliau hanya perlu mencicipi sedikit, untuk menentukan rasa keseluruhan
gulai tersebut sudah pas atau kurang garam. Itu namanya sample.
Penelitian survey bersifat cross-sectional
survey. Maksudnya proses penelitian tersebut bisa memakan waktu seminggu,
dua minggu hingga setahun. Namun, hasilnya tetap dapat digeneralisasikan
(umum). Sedangkan longitudinal survey adalah penelitian jangka panjang.
Terdapat tiga jenis penelitian longituinal survey, diantaranya:
a.
Panel Survey alias Studi Panel alias Panel
Study
Merupakan
jenis penelitian yang dilaksanakan dalam waktu yang berlainan, namun tetap
menggunakan sample yang sama, dan melibatkan ahli di bidangnya.
b.
Cohort Survey alias Cohort Study
Merupakan
penelitian yang dilakukan pada sekelompok orang yang memiliki kebudayaan,
latarbelakang, dan pengalaman yang sama.
c.
Trend Survey alias waktu berjalan alias time
series alias sepanjang jalan kenangan, hahaha.
Merupakan
jenis penelitian yang dilakukan dalam waktu yang berlainan, dan belum tentu
menggunakan sample yang sama dalam sebuah populasi yang sama.
Contoh:
“4100 murid SD, SLP, dan SLA yang ditarik secara random dari daftar
murid semua sekolah di Jakarta”.
2.
Experiment
Metode penelitian lebih detail. Menghendaki
didalamnya field of experiment (eksperimen lapangan) dan laboratory
experiment (eksperimen laboratorium). Adapun laboratorium penelitian para
ilmuwan sosial adalah kehidupan manusia itu sendiri.
Contoh: “20 murid laki-laki SD Tarakanita,
Kelas I, yang kedua orangtuanya bekerja. Mereka secara random dibagi
kedalam 2 grup: grup eksperimen 10, dan grup kontrol 10”.
3.
Case Study
Metode penelitian lebih detail. Membolehkan
satu kasus diteliti dengan satu hingga multi level analisis. Begitupun
sebaliknya, multi kasus bisa diteliti dengan satu hingga multi level analisis (bukan
multi level marketing ya, hehehe).
Contoh: Anda ingin men-survey status sosial
ekonomi di DKI Jakarta. Nah, itukan satu kasus. Jadi, jika kita
menggunakan level analisis individu warga DKI Jakarta, berarti kita hanya menggunakan
satu level analisis. Tetapi, jika kita juga menganalisisnya dari segi suku,
berarti kita telah menggunakan dua level analisis. Yakni individu warga DKI
Jakarta (tingkatan mikro) dan suku di DKI Jakarta (tingkatan meso). Begitu
seterusnya sampai Khairullah jadi tuan rumah Mata Najwa, hahaha!
Contoh: “1 (satu) murid SD Tarakanita, Kelas
I, Laki-laki, yang mulai menonton film violence dalam tv secara teratur
(tiap hari)”.
Tampak perbedaannya, kan? Ya, kan? Hahaha. Yang satu lebih
bersifat general (umum), sedangkan dua lainnya lebih bersifat spesifik
(khusus).
Kita cukupkan di sini dulu ya, guys. Kata temanku, “Banyak
belajar, banyak lupa”. Jadi, kita belajar sedikit-sedikit saja asalkan kita
ingat!
Last but not least (pengen curhat sikit, hehehe), mulanya
aku berpikir kalau Mr. Quantitative itu ‘jahat’, dan hanya ingin menakut-nakuti
kami saja. Ternyata anggapanku itu salah, sejatinya beliau adalah dosen yang
baik, dan menginginkan yang terbaik dari mahasiswa/i-nya. Kalau boleh aku
mengandaikan dengan tanpa maksud apa-apa, beliau adalah ‘Dr. Gru’ dalam film
Despicable Me. Dari luar memang tampak kejam, sangar dan dingin. Padahal aslinya
penyayang anak-anak. Buktinya Dr. Gru sayang pada Margo, Edith dan Agnes, juga para
minions-nya.
Begitupula halnya dengan Mr. Quantitative, beliau juga menyayangi
kita mahasiswa/i-nya. Beliau hanya menginginkan yang terbaik dari dan untuk
kita. Aku teringat dengan kata-kata beliau: “Kita memang tak mungkin
memahaminya secara totally. Tapi yakinlah, setidaknya ini bisa menjadi
stimulus untuk kita meneliti lebih baik”. Akupun dalam hati tersenyum
mendengar kata-kata itu.
Why is everything so heavy? No, I think everything is easy, when
you want to understand it. Keep struggle dan keep smile! :) :) :)
[1]
Penayangan visual tindakan-tindakan fisik yang melukai ataupun menewaskan
manusia lain, ataupun merusak benda “inflicting bodily harm to other and
damage to property”. Baik dalam acara berita ataupun hiburan (Hendra
Harahap, Modul MPK I Bagian 1, halaman 33).
[2] Anak
yang menonton adegan agresif menjadi lebih banyak melakukan tindakan agresif
(Hendra Harahap, Modul MPK I Bagian 1).
Komentar
Posting Komentar