PEMBANGUNAN DAN SELUK BELUKNYA

3.bp.blogspot.com
Pembangunan bukanlah kata yang asing di telinga kita. Mulai dari zaman Orde Baru sampai dengan musim kampanye, jargon ‘Pembangunan’ santer terdengar. Lantas apa itu pembangunan? Menurut definisi yang paling mudah untuk dipahami, “Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, melalui upaya yang dilakukan secara terencana” (Ginanjar Kartasasmita, 1994). Artinya ada perubahan atas segala aspek kehidupan kita mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan hingga keamanannya.
Lantas, “Apakah ada perubahan tanpa adanya perencanaan yang sistematis? Jawabannya “Ada!”, yakni melalui bencana alam. Contohnya gelombang tsunami Aceh yang meluluhlantakkan segala aspek kehidupan di sana. Setelah itu apa yang terjadi? Bantuan internasional berdatangan, dan GAM-RI pun memutuskan berdamai setelah puluhan tahun berkonflik. Masalahnya, apakah kita mau menunggu terjadi bencana alam dulu untuk mendapatkan perubahan? Tentu jawabannya tidak! Sedangkan ‘Pembangunan’ bagi orang-orang pinggiran, tak lebih dari cara halus untuk mengusir mereka dari tempat tinggalnya.
Pembangunan tidak selamanya berjalan mulus, ada pula hambatan-hambatan didalamnya. Seperti masih tingginya kesenjangan antara si miskin dan si kaya, dan masih minimnya lapangan pekerjaan untuk anak-anak bangsa kita. Banjir dan kemacetan juga merupakan dampak negatif dari pembangunan yang salah kaprah. Dalam konteks inilah muncul teori-teori pembangunan[1] yang coba menjelaskan fenomena tersebut. Dimana pembangunan yang seharusnya dirasakan secara merata, malah dirasakan oleh segelintir pihak saja. Sekaligus mengeluarkan Indonesia dari keterpurukannya yang berurat akar. Tapi entah mengapa sebagian teori-teori tersebut seolah kerdil ketika diterapkan di Indonesia. Padahal, bibitnya tetap sama yaitu dari negara maju seperti Amerika Serikat.
Pembangunan di Indonesia sendiri masih berorientasi untuk mereduksi kemiskinan. Sebagaimana dikutip dari www.bps.go.id, “Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), bertambah sebesar 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Sehingga, merupakan suatu hal yang lazim jika kemudian isu kemiskinan kerap diangkat dalam perhelatan politik.
Pendidikan Ujung Tombak Pembangunan
Bicara pembangunan tidak melulu bicara soal uang. Sebab modal sosial seperti SDM juga sangat perlu untuk diperhatikan. Tanpa SDM yang memadai, tentu sulit sekali bagi kita untuk mengolah SDA yang melimpah ruah. Walhasil, kita pun kerap menggunakan pikiran orang luar. Untuk itu, SDM bangsa ini harus terus ditingkatkan agar tidak kalah dengan SDM-SDM asing. Salah satu caranya ialah pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBD. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 49 ayat 1. Sehingga proses belajar-mengajar pun menjadi efektif.
Sedangkan pemerintah daerah lain, sampai hari ini masih rendah mengalokasikan APBD untuk pendidikan. Bahkan yang terjadi, banyak daerah yang mendapat transfer dana berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, justru memasukkan DAU dan DAK menjadi bagian APBD-nya.
Sehingga seolah-olah daerah tersebut telah mengalokasikan APBD untuk pendidikan mencapai 20 persen. Padahal, seharusnya anggaran 20 persen untuk pendidikan itu harus berasal dari APBD murni daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Bantuan pusat tidak boleh dihitung bagian dari 20 persen itu. Harus dipisahkan,” ujar Mendikbud Muhadjir (m.tribunnews.com, 24/04/2017).
Ya, terkadang kita perlu mencontoh semangat negara-negara Asia seperti Jepang, Korsel, Hongkong dan Malaysia yang berkonsentrasi membangun SDM-nya melalui pendidikan. Bukan malah menjadikan pendidikan sebagai lahan basah untuk bermain pat gulipat. Imbasnya bibit-bibit bangsa kita tidak akan unggul dalam bersaing.
 Padahal, dari pendidikan lah kita berharap lahir anak-anak bangsa yang expert di bidangnya. Yang membawa laju perekonomian bangsa ini ke arah yang lebih baik, tanpa harus berpangku tangan lagi. Ya, kuantitas penduduk kita yang besar harus diimbangi dengan kualitasnya pula. Jika Tiongkok, Amerika dan India bisa, kenapa kita tidak?   
Isu-Isu Pembangunan
Ada banyak sekali isu-isu pembangunan di dunia ini, dan senantiasa akan terus bertambah seiring berjalannya waktu. Adapun isu-isu pembangunan adalah sebagai berikut:
1.      Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan (id.m.wikipedia.org). Kemiskinan dapat terjadi dalam konteks lokal, regional hingga global.
2.      Negara Maju vs Negara Berkembang
Negara maju adalah sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup relatif tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Sedangkan negara berkembang adalah istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan suatu negara dengan kesejahteraan material tingkat rendah (id.m.wikipedia.org). Negara maju beranggapan negara berkembang miskin, karena keterbelakangan pola pikir dan kelemahan daya saing mereka (teori modernisme). Sedangkan negara berkembang menganggap mereka miskin, karena negara maju bersekongkol agar negara berkembang terus berhutang, dan akhirnya tergadai (teori dependensial).
3.      Sustainable Development Goals (SDG’s)
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Sustainable Development Goals disingkat dengan SDG’s adalah 17 tujuan[2] dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia dan planet bumi (id.m.wikipedia.org).
4.      Globalisasi VS Lokalitas
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya (id.m.wikipedia.org). Globalisasi telah masuk ke segala ranah kehidupan kita seperti Food, Fashion and Film (3F).
5.      Gender
Gender adalah pembagian peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas sesuai norma-norma, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat” (prezi.com by Yonandha Bayu, 13/12/2014). Sekalipun isu gender sangat kuat di Amerika, namun nyatanya jabatan strategis di sana masih dipegang oleh laki-laki. Contohnya Hillary Clinton yang kalah dari Donald Trump pada Pilpres AS, karena terjegal isu gender. Di Indonesia sendiri, UU Pemilu dan UU MD3 mengatur 30 persen keterwakilan perempuan di DPR. Namun dalam praktiknya masih jauh panggang daripada api.    
6.      Global Warming (Pemanasan Global)
Suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, daratan bumi (id.m.wikipedia.org). Setiap negara-negara harus berkomitmen untuk menjaga iklim dunia tetap stabil.
7.      Ketahanan Pangan
Sebenarnya saya lebih setuju menyebutnya kedaulatan pangan. Karena kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sedangkan ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan (id.m.wikipedia.org). 
Dewasa ini, pemerintah kita kerap mengimpor pangan dengan dalih cuaca buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih berorientasi pada ketahanan pangan. Tak peduli itu impor dan membahayakan petani lokal, yang penting kebutuhan pangan kita cukup. Seyogyanya, pemerintah kita bisa mengambil langkah bijak dalam mencukupi kebutuhan pangan tersebut.
8.      Information Technology (IT)
Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apapun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi (id.m.wikipedia.org). Dewasa ini, kemudahan tersebut malah digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks, yang dapat memicu disintegrasi sosial. Selain itu, IT sering disalahgunakan untuk mengakses video porno.
Last but not least, dalam membangun sebuah negara seperti Indonesia, kita juga membutuhkan satu modal lainnya yakni kepercayaan (trust). Saling percaya itu penting baik antara masyarakat kepada pemerintahnya, maupun pemerintah kepada oposisi. Sehingga keberhasilan pembangunan pun dapat tercapai maksimal. Amin :)



[1] Teori pembangunan booming setelah program ekonomi skala besar Marshall Plan pada tahun 1947-1951 oleh Amerika Serikat, yang bertujuan membangun kembali kekuatan ekonomi negara-negara di Eropa setelah Perang Dunia II usai. Pembagian bantuan ini pun mencakup negara Asia yang terkena imbas dari Perang Dunia II. Namun dalam praktik ‘mengekor’ negara maju ini ada yang berhasil, ada pula yang gagal.
[2] 1) Tanpa Kemiskinan, 2) Tanpa Kelaparan, 3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, 4) Pendidikan Berkualitas, 5) Kesetaraan Gender, 6) Air Bersih dan Sanitasi Layak, 7) Energi Bersih dan Terjangkau, 8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, 9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur, 10) Berkurangnya Kesenjangan, 11) Kota dan Komunitas Berkelanjutan, 12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, 13) Penanganan Perubahan Iklim, 14) Ekosistem Laut, 15) Ekosistem Daratan, 16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, 17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Komentar

Postingan Populer