KOMUNIKASI EFEKTIF: PEMAHAMAN MENJEMBATANI PERBEDAAN

http://www.academicindonesia.com
Komunikasi Efektif bertujuan untuk mencapai hasil akhir yang maksimal. Penuh dengan kualitas dan tujuan yang diinginkan. Dalam konteks komunikasi antarbudaya, maka tujuan efektivitas itu baru bisa tercapai, apabila hambatan budaya dapat diselesaikan dengan baik. Yaitu lewat ilmu pengetahuan, yang membuat kita belajar tentang perbedaan dan coba menjembataninya. Melakukan hubungan intensif dengan orang yang berbeda budaya, juga dapat mengubah persepsi kita tentang mereka.       
Komunikasi antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul mutual understanding atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan saling memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim, dan menyandi balik pesan yang diterima. Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbal balik itu tidak sama dengan pernyataan setuju, tetapi hanya menyatakan dua pihak sama-sama mengerti makna dari pesan yang dipertukarkan itu (Rogers dan Lawrence dalam Liliweri, 2007: 228).   
Menurut William Howell (1982), setiap individu memiliki tingkat kesadaran dan kemampuan sebagai berikut:
1.      Sadar - Tidak Mampu
Contoh: Agam (Aceh) sadar tidak mampu memahami budaya Butet (Batak). Kesadaran ini mendorongnya belajar tentang suku tersebut, agar komunikasi yang terjalin bisa lebih efektif.
2.      Sadar – Mampu
Contoh: Agam sadar kalau dia mampu memahami budaya Butet. Kesadarannya itu semakin membuatnya mampu memahami, dan memelihara hubungan yang ada.
3.      Tidak Sadar – Mampu
Contoh: Agam tidak sadar kalau dia mampu memahami budaya Butet, sedangkan Butet menyadarinya.
4.      Tidak Sadar – Tidak Mampu
Contoh: Agam tidak sadar kalau dia tidak mampu menghadapi perbedaan budaya dengan Butet. Ketidaksadaran ini membuatnya tidak mau untuk belajar budaya tersebut, hingga komunikasi pun tidak berjalan efektif.
Adapun efektivitas komunikasi antar budaya meliputi:
1.      Kemampuan untuk menyampaikan maksud dan isi hati dengan baik.
2.      Kemampuan dalam menjalin interaksi yang harmonis.
3.      Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
4.      Kemampuan dalam mengelola tekanan perbedaan budaya.
Dari hubungan dan contoh kasus di atas, dapatlah dipahami bahwa efektivitas komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh kesadaran dan kemampuan individunya masing-masing. Sebab kata kunci efektivitas komunikasi adalah, “Kemampuan seorang komunikator untuk menjaga keseimbangan antara kegiatan interaksi, relasi dan komunikasi diantara dua kebudayaan yang berbeda (Lubis, 2012: 145-146)”. Jadi, S/R = 1 (Sender per Receiver equals one). Dimana adanya persamaan dalam memahami pesan diantara keduanya.
Secara etimologis, komunikasi berasal dari perkataan latin “Communicatio”. Istilah ini bersumber dari perkataan “Communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna atau sama arti (Cangara, 2006: 18).
Aksioma Efektivitas Komunikasi AntarBudaya
Aksioma adalah suatu pernyataan yang bisa dilihat kebenarannya tanpa perlu adanya bukti. Misalnya, 1 + 1 = 2. Nama lain dari aksioma adalah postulat (id.m.wikipedia.org). Adapun aksioma efektivitas komunikasi antarbudaya adalah sebagai berikut:
1.      Efektivitas komunikasi antarbudaya sangat dibutuhkan dalam hubungan antarbudaya.
2.      Efektivitas komunikasi antarbudaya sangat ditentukan oleh dukungan iklim komunikasi yang positif.
3.      Semua variabel penentu komunikasi antarbudaya harus dapat diidentifikasi.
4.      Tanpa keterampilan berkomunikasi secara efektif, maka setiap orang akan merasa diasingkan dalam hubungan antarpribadi.
Keempat postulat dasar di atas tidak dapat diganggu gugat lagi, karena sudah benar keberadaannya. Untuk itu, komunikasi efektif jelas merupakan keahlian yang penting untuk dimiliki dan terus diasah. Guna menciptakan kelanggengan hubungan antar orang-orang yang berbeda budaya.   
Pemahaman
Pemahaman artinya mengerti benar dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator. Namun, pemahaman bukan hanya tanggung jawab komunikan, melainkan juga komunikator untuk menciptakannya. Dengan berusaha menyampaikan pesan secara cermat, sehingga komunikan bisa memahaminya. Hal ini juga berlaku pada komunikator-komunikator lainnya dalam konteks komunikasi yang berbeda-beda, seperti: komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi media. Oleh karena itu, pemahaman sebagai jembatan yang menghubungkan perbedaan, harus dimiliki oleh komunikator dan komunikan untuk menciptakan komunikasi yang harmonis.
Iklim Komunikasi
Gudykunst (1997) menjelaskan bahwa efektivitas komunikasi antarbudaya ditentukan oleh iklim komunikasi[1]. Berikut tiga faktor terbentuknya iklim komunikasi, diantaranya:
1.      Faktor Derajat Kognitif
a.       Identitas Pribadi: Nilai-nilai yang terdapat dalam diri dan membentuk persepsi.
b.      Identitas sosial: Nilai-nilai yang didapat dari luar dirinya, dan turut membentuk persepsi. Seperti sekolah, lingkungan, dan kelompok budayanya yang homogen.
2.      Perasaan Positif
a.       Meningkatkan keterbukaan diri (open disclosure).
b.      Kemampuan berempati.
3.      Tindakan yang Menunjukkan Kemampuan
Keterampilan Komunikasi
Empat faktor yang membentuk keterampilan berkomunikasi antarbudaya, yaitu:
1.      Sadar hakikat interaksi antarbudaya
2.      Bersikap toleran
3.      Bersikap empati
4.      Kemampuan mengurangi ketidakpastian dalam interaksi antarbudaya.
Variabel Komunikasi AntarBudaya
Menurut Hammer (1989), Ruben (1977), Olebe dan Koester (1989), Wiseman Hammer dan Nishida (1989), Dinges dan Lieberman (1989), dan Kealey (1989) menyatakan ada tiga variabel yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu:
1.      Variabel Kognitif (Pola pikir)
2.      Varibel Gaya Pribadi:
a.       Etnosentrisme (rendah)*
b.      Toleransi (tinggi)
c.       Empati (tinggi)
d.      Keterbukaan (tinggi)
e.       Kognitif (kompleks)
f.       Kenyamanan AntarPribadi (tinggi)
g.      Kontrol pribadi (tinggi)
h.      Kemampuan Inovasi (tinggi)
i.        Harga Diri (sedang)
j.        Keprihatinan dan Kecemasan Komunikasi (sedang)
3.      Variabel-variabel lain
Catatan: * menandakan ciri-ciri dengan tingkat seperti itulah, yang dapat menghasilkan efektivitas komunikasi antarbudaya.
Sedangkan menurut Kim (1977), faktor-faktor lain yang turut mendukung atau menghambat efektivitas komunikasi antarbudaya adalah:
1.      Faktor Keramahtamahan
2.      Faktor Motivasi
3.      Faktor Akulturasi
4.      Faktor Umur
5.      Faktor Pekerjaan
Kesimpulan:
Efektivitas komunikasi bertujuan untuk memudahkan proses komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya. Secara sederhana, efektivitas komunikasi juga dapat diartikan sebagai komunikasi yang dihasilkan oleh kompetensi peserta komunikasinya, dalam menekan hambatan-hambatan dan kesalahpahaman. Tentu kita berharap efektivitas komunikasi ini bukan semata teori, melainkan ada praktik nyata didalamnya. Sehingga benar-benar terciptalah pemahaman dan perbaikan hubungan dalam keberlangsungan komunikasi antarbudaya. Regards! :)

Referensi:
Cangara, Hafied. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Liliweri, Alo. (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya. Yogyakarta: LKIS.
Lubis, Lusianan Andriani. (2012). Pemahaman Praktis Komunikasi AntarBudaya. Medan: USU Press.



[1] Menurut Harris dan Moran (1991), iklim komunikasi merupakan “pintu gerbang” yang melapangkan proses komunikasi. Iklim komunikasi yang positif akan mendukung fungsi komunikasi, sedangkan iklim komunikasi yang negatif akan menghambatnya.
Adapun fungsi komunikasi menurut para ahli ialah: to inform (memberitahu), to persuade (mempersuasi), to educate (mendidik), to social control (kontrol sosial) and to entertain (menghibur).

Komentar

Postingan Populer