ASMARA SUBUH SUATU FENOMENA
Entah darimana datangnya
dalil yang membolehkan fenomena asmara subuh di Indonesia, terkhusus saat bulan
ramadhan tiba. Sampai sekarang saya pribadi belum pernah mendapati ayat ataupun
nash yang menegaskan terkait hal itu. Malah yang saya pahami ialah
asmara subuh itu semacam olahraga pasca melaksanakan ibadah shalat subuh
berjamaah di mesjid. Ya, yang namanya olahraga boleh-boleh saja. Bisa dengan
berjalan kaki ataupun bersepeda, guna melancarkan aliran darah sembari
menikmati ketenangan alam di pagi hari. Tentu hal semacam ini positif dan
dianjurkan oleh baginda nabi, tapi belakangan ujung-ujungnya kok berbau
maksiat ya? Mungkin juga karena namanya “Asmara”, pasti konotasinya menjadi
tidak baik. Apalagi, jika hal tersebut dilakukan oleh mereka yang belum diikat
oleh hubungan sah suami istri. Atau karena jalan-jalan yang disesaki oleh
remaja yang berpasang-pasangan. Lengkap dengan kopiah dan sarung yang
dililitkan ke leher atau mukena bagi perempuan yang digantungkan di tengkuk.
Identitas yang mereka pakai itu Islam, tapi kegiatan mereka justru merusak
citra Islam itu sendiri.
Bermula dari niat untuk
berolahraga dan menjaga kebugaran tubuh agar tetap fit di bulan puasa. Kegiatan
asmara subuh malah melenceng jauh menjadi ajang cuci mata, bertemu dan berduaan
dengan si dia, kencan dengan berkeliling menggunakan sepeda motor, dan bagi
yang jomblo saatnya mencari gebetan. Astaghfirullah al adzim!
Lantas kalau begitu, apa bedanya subuh di bulan ramadhan dengan malam mingguan?
Sungguh timpang dengan amalan yang seharusnya dilakukan di bulan ramadhan.
Misalnya seperti mendengarkan kuliah subuh, ber’tikaf sembari berdzikir di
dalam mesjid sebagaimana dilakukan oleh baginda nabi, atau mengisi buku amaliyah
ramadhan.
Selain itu, kegiatan
semacam ini juga membatalkan pahala puasa seiring dengan banyaknya godaan
maksiat, karena pada umumnya dilakukan oleh masyarakat yang bukan muhrimnya dan
mengarah pada perbuatan zina. Belum lagi dengan kondisi pakaian perempuan yang
tidak mengenakan jilbab, bercelana pendek, ketat dan baju-baju lainnya yang
sekiranya mengumbar aurat dan mengundang syahwat lelaki. Intinya lebih banyak
dampak negatifnya ketimbang positifnya. Jikalau sudah seperti ini, dan kita
ikut menjadi bagian dari orang-orang yang menjalankannya. Maka pertanyaannya,
“Masih pantaskah kita termasuk orang-orang yang mendapatkan gelar la’allakum
tattaqun (insan yang bertaqwa) di penghujung puasa nanti?” Allah SWT
berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina
adalah perbuatan yang tercela dan jalan yang buruk” (QS. Al-Isra’ (17): 3).
Mendekatinya saja dilarang, apalagi melakukannya. Na’udzubillah tsumma
na’udzubillah!
Musabab kegiatannya yang
sudah menjalar dimana-mana, meresahkan sekaligus mengganggu ketenangan orang
yang berpuasa, lantaran ikut menodai kesucian ramadhan karena bertentangan
dengan ajaran agama Islam. Maka, perlu ditindak dan ditertibkan. Meskipun tentu
sangat sulit untuk memberikan pemaham kepada para remaja yang sedang syur-syurnya
dalam hal memadu kasih. Ulama, sekolah, masyarakat, keluarga dan terkhusus para
orangtua juga harus tanggap mengawasi remajanya dari tradisi jahiliyah ini. Mari
sama-sama menjaga kesucian bulan ramadhan ini, terutama kaum muda-mudi kita
yang ditaksir berumur antara belasan hingga 20 tahunan itu untuk dibimbing ke
arah yang lebih positif. Bisa lewat kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat
dalam mengisi bulan suci ramadhan. Insya Allah. Last but not least,
ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Maka, sudah sepantasnya kaum
muslimin berlomba-lomba dalam meraih pahala (fastabiqul khairat). Semoga
puasa kali ini tidak hanya mendidik kita secara akademis, tetapi juga secara
agama dan moral yang juga sama pentingnya dalam menjadikan negeri kita ini
lebih baik. Amin ya Rabb...
Komentar
Posting Komentar