BOM WAKTU ITU BERNAMA LIMBAH SIANIDA

Menolak Lupa

Yang namanya “Bom waktu” pastilah tinggal menunggu waktu meledak dan menggelegarnya saja. Dan, “Bom waktu” kala itu bernama limbah sianida. Kata “Sianida” jelas terdengar tak asing lagi di telinga kita, sebab sempat heboh diberitakan, wanita bernama Mirna meregang nyawa usai menyeruput kopi bersianida. Padahal, kandungannya hanya beberapa gram saja. Lantas pertanyaannya, “Bagaimana jika sianida itu dihasilkan oleh limbah sebuah PT besar? Siapa yang bakal menjadi korban? Apalagi, limbah sianida tersebut dihasilkan ratusan ton perbulannya. Hampir ribuan ton! “Limbah Inalum itu 8.700 ton per tahun. Kalau memang tidak bisa dikelola dengan baik, maka hentikan produksinya. Sebab masalah limbah Inalum ini sudah berulang-ulang,” ujar Jaya Arjuna dikutip dari Koran SINDO edisi 30-11-2015.

Tentu kita harus berhati-hati dengan limbah sianida/Cyanida (B3) yang dihasilkan perusahaan plat merah ini. Apalagi, diketahui Limbah tersebut telah tertimbun bertahun-tahun di tanah/rawa-rawa industri peleburan alumunium di Desa Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumut itu. Jelas limbah sianida mengandung racun yang sangat garis merah (berbahaya) dan mencemari lingkungan di sekitarnya, karena telah membaur dengan tanah dan membahayakan air, serta biota lainnya. Seperti pada 2010, PT. Inalum diduga mencemari laut Batubara dengan limbah padat Spent Pot Lining (SPL). Hal ini menyusul ditemukan ikan-ikan mati di laut Batubara, karena air laut mengandung sianida dan flourida.

Lantaran sangat berbahaya baik bagi lingkungan sekitar, maupun manusia itu sendiri! Oleh karena itu, PT. Inalum (Indonesia Asahan Alumunium) haruslah bertanggung jawab, dan pemerintah dibawah Komisi D DPRD Sumatera Utara, Kementerian Perindustrian, Poldasu dan KLHK yang sekarang diketuai oleh Siti Nurbaya Bakar, serta pihak-pihak terkait untuk tidak bosan-bosannya terus mengingatkan dan kalau perlu menegurnya. KLHK sendiri melalui suratnya bernomor B-2069/Dep.IV/LH/PDAL/03/2015 telah menginstruksikan kepada PT. Inalum untuk segera memulihkan lahan terkontaminasi limbah dengan metode Landfill, maupun pengelolaan yang diserahkan kepada pihak ketiga.

Sebelumnya, Inalum menggunakan metode Clean Up yang diserahkan kepada jasa pihak ketiga, yakni PT. Guna Prima dari Jakarta. Namun, perusahaan itu memiliki kemampuan yang terbatas dalam penyelesaian pengangkutan limbahnya, sehingga terus terjadi penumpukan. Walau demikian, limbah tersebut haruslah diangkut ke pembuangan di Cilengsi, Bogor. Sekalipun tentu membutuhkan biaya yang amat-sangat mahal sampai triliunan rupiah.

Ya, sejatinya, kasus ini memang telah bergulir lama, tepatnya sempat heboh antara tahun 2010 sampai dengan 2015. Dan, bahwa setiap industri pasti bakal menghasilkan limbah. Sekaligus tulisan ini tidak bermaksud untuk mengorek luka lama, hanya saja tentu, industri yang profesional adalah yang transparan dalam hal ini. Namun, tak ada salahnya untuk mengulik kembali agar kita tidak lupa, sebab kita adalah generasi hijau yang menolak lupa. PT. Inalum harus membuktikan dirinya turut melestarikan lingkungan. Sebagaimana PT. Inalum telah mendapatkan sertifikat ISO 14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Management System/ EMS) No: 6B02/55087 sejak April 2002 dari SGS International. Jangan sampai PT yang diakuisisi dari Nippon Asahan Alumunium (NAA) itu dikecam, dituntut dan diberi label tak peduli pada lingkungan sekitar. Jangan sampai pengelolaan PT. Inalum dibawah Pemerintah Indonesia agar tidak jauh lebih buruk dibanding ketika industri ini dibawah pengelolaan konsorsium swasta Jepang.

“Selain pengelola manajemennya buruk, PT. Inalum yang saat ini telah menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu juga tidak dapat memenuhi target untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD),” kata Wakil Ketua Komisi D DPRD kala itu, Nezar Djoeli sebagaimana dikutip dari Starberita.com edisi 19 November 2015. Terakhir, tidak ada perjuangan yang sia-sia dalam hal menjaga lingkungan. Musabab, manusia tidak akan pernah bisa terpisahkan dengan lingkungannya. So yuk, mari kita lebih bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan kita. 

Komentar

Postingan Populer