HARDIKNAS
Sejatinya, pendidikan itu ada ialah dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sebagaimana tersurat dalam undang-undang kita. Oleh karena
itu, saya setuju dengan tema Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) tahun ini, yang
menekankan pemerataan pendidikan baik dari Sabang Aceh hingga Merauke Papua,
juga daerah-daerah pelosok di dalamnya. Tema HARDIKNAS tahun 2017 ini adalah
“Percepat Pendidikan yang Merata dan Berkualitas”. Tentu kita semua berharap
bahwa tema ini tidak hanya sebatas wacana, dan lagi-lagi kesenjangan pendidikan
antara wilayah Timur dengan Barat mejadi cerita lama yang tak kunjung ada
habisnya.
Hal ini dibuktikan dari masih banyaknya anak-anak daerah kita, yang
belum mampu mengakses pendidikan, lantaran biaya yang tidak terjangkau. Oleh
sebab itu, terjadilah pungutan-pungutan liar yang bertujuan agar operasional
sekolah tetap berjalan. Padahal, menyediakan pendidikan gratis sudah menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat termasuk pemerintah daerah, sebagaimana bunyi
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31.
Sehingga nantinya, anak didik kita di seluruh penjuru nusantara
sampai pelosok, mampu bersaing dan menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Namun, tentu hal ini tidak dimaksudkan untuk menjadikan ruang kelas sebagai
tempat adu jotos, dan menjadikan anak didik sebagai kuda yang harus berlari
kencang. Sungguh kita tidak mengharapkan persaingan tidak sehat itu terjadi. Melainkan
para guru memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan bakat yang
mereka miliki. Because every child is special.
Setali tiga uang, peringatan HARDIKNAS ini harus juga
berjalinkelindan dengan pengajaran moral dan etika di sekolah. Musabab
bagaimanapun sekolah dan kampus adalah rumah kedua bagi anak-anak bangsa.
Disanalah mereka kita harapkan diajarkan kejujuran, kesederhanaan, dan saling
menghargai antar sesama. Sehingga, IQ, EQ dan SQ berjalan
beriringan. Selain itu, sebagai sebuah negara yang mengakui keberadaan Tuhan,
jelas menggabungkan nilai-nilai agama dalam pendidikan merupakan suatu
keniscayaan. Agar generasi muda kita tidak mbalelo, tidak somboh dan
angkuh dalam menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang jahat. Rantai kekerasan di
sekolah juga wajib hukumnya diputus. Salah satunya dengan cara menciptakan
agenda inisiasi yang kreatif dan nirperploncoan.
Saya setuju dengan Prof Triyono dalam surat kabar Media Indonesia
edisi 2 Mei yang mengatakan, “Kesalahan pendidikan di Indonesia ialah
memprioritaskan aspek intelektual dan keterampilan, bukan sikap dan karakter”.
Oleh karena itu, para pemangku kepentingan sudah semestinya mengedepankan
pembentukan karakter atau budi pekerti, sehingga siswa tidak hanya cerdas
intelektual, tetapi juga cerdas spriritual dan emosional.
Memajukan Daerah
Perguruan tinggi di Indonesia juga harus mempersiapkan lulusannya
untuk mendukung program regional. Jadi tidak melulu yang bersifat nasional
saja. Memajukan daerah tersebut bisa lewat apa saja, seperti riset pertanian
atau mengembangkan SDM di masyarakat desa melalui program pengajaran. Sehingga,
ilmu yang diperoleh di kampus tidak mubazir, tidak lekang dimakan waktu.
Sekaligus sesuai dengan ajaran Tridharma Peruruan Tinggi, yakni pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Terakhir, peringatan HARDIKNAS bukanlah semata penghargaan atas
perjuangan Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, melainkan juga
mengingatkan masyarakat mengenai kemuliaan para guru, yang berdedikasi di garda
terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Perjuangan mereka patut
diapresiasi dengan cara meningkatkan taraf hidup mereka ke arah yang lebih
baik. Selamat Hari Pendidikan Nasional! Mari, percepat pendidikan yang merata
dan berkualitas!
Komentar
Posting Komentar