MATI LAMPU SAAT BULAN PUASA
img.okezone.com
Ada ungkapan bahwa
setiap kali memasuki bulan suci ramadhan, listrik PLN selalu mati. Sepertinya
ini sudah menjadi budaya di saat memasuki bulan suci ramadhan. Bahkan, itu
sudah terjadi dalam beberapa hari terakhir. Memang, PLN tidak akan dapat
menjamin, bahwa bulan puasa bebas dari yang namanya mati lampu. Musabab,
pemadaman bukan hanya terpatok pada kekuatan daya semata, tetapi juga pada ketahanan
suplai dan jaringan. Namun, tentu kami tetap berharap pelayanan listrik PLN
semakin bagus kepada masyarakat, apalagi di bulan ramadhan ini. Jangan sampai
kekecewaan masyarakat, terutama muslim semakin memuncak, apalagi jika adanya
pemadaman memasuki bulan mulia ini. Masyarakat tentu sangat berharap selama
ramadhan listrik normal, karena masyarakat ingin bisa nyaman dan khusyu’ dalam
beribadah di bulan suci ini. Seperti shalat tarawih dan witir berjama’ah di
mesjid atau sahur dan berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Jangan sampai
listrik yang seharusnya menjadi kebutuhan vital, malah menjadi pemicu warga
naik pitam. Oleh karena itu, kami minta PLN untuk terus siaga. Jangan sampai
lampu bermasalah pada bulan puasa. Bulan puasa seharusnya menjadi ajang yang
paling membahagiakan untuk ber-taqarrub kepada Allah SWT, bukan malah
harus bergelap-gelapan. Bek sampo buka puasa sabe lam seupot!
Bak aksi-aksi di Timur
Tengah, bom bunuh diri pun berlaku di Indonesia. Benar-benar terlalu! Dan
sekali lagi ikut menodai kesucian ramadhan yang akan segera tiba. Masyarakat
pun kembali dibuat cemas, terkhusus di ibukota, dan aparat pun berjaga-jaga di
sekitar TKP. Sebagaimana diketahui, bom bunuh diri itu terjadi di dua titik,
yakni toilet Terminal Kampung Melayu dan di dekat Halte TransJakarta Kampung
Melayu pada rabu malam, 24 Mei 2017 sekira pukul 20.30. Kampung itu pun
mendadak menjadi sorotan media. Setidaknya ada dua kali bom bunuh diri dalam
peristiwa ledakan itu, ledakan pertama terjadi pada pukul 21.00 teng.
Sedikitnya menewaskan 4 orang anggota kepolisian, yang sedang menjaga pawai
obor masyarakat untuk menyambut bulan suci ramadhan. Sedangkan, 6 anggota
lainnya mengalami luka berat dan masih dirawat di rumah sakit. Dari pihak sipil
sendiri, ada 5 korban yang terluka, termasuk didalamnya sopir Kopaja, mahasiswi
hingga karyawan BUMN. Keji! mereka yang tidak bersalah pun turut menjadi korban
lewat aksi serba sembrono ini! Dua orang yang diduga sebagai pelaku ‘bom panci’
itu juga langsung meninggal di tempat. Diketahui, mereka merupakan warga Jawa
Barat, yakni Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam. Jenazah kedua pelaku sampai
tulisan ini diturunkan masih di RS Soekanto, Kramatjati, Jakarta Timur. Saya
khawatir sebagaimana pengalaman yang sudah-sudah, mereka yang telah diberi cap
‘teroris’ biasanya akan ditolak untuk sekedar dikebumikan di daerah tempat
tinggalnya. Sungguh sebuah potret pilu, yang harus segera ditanggalkan!
Salah satunya ialah
Ahmad Sukri, pria kelahiran 1985 dan dikenal sebagai penjahit pakaian. Sukri
juga dikabarkan telah menikah dan memiliki dua orang anak. Bagi saya pribadi,
Sukri adalah contoh nyata, bagaimana salah memahami konteks jihad bisa sangat
berbahaya. Untuk itu, setiap muslim wajib beragama dengan cerdas. Jangan mudah
terprovokasi apalagi dicekoki dengan iming-iming surga atau 7 bidadari lewat
aksi meledakkan diri sendiri. Amat sangat bertentangan dengan Islam dan tidak
sesuai dengan geografis di Indonesia. Apalagi, perbuatannya itu dapat berimbas
kepada masa depan keluarga, terutama anaknya yang akan dilabeli sebagai ‘anak
teroris’. Tentu ini bakal menjadi gejala traumatik yang bersangatan pada diri
psikologis anak tersebut. Perlu diberikan pendampingan! Saat ini, polisi telah
mengamankan sejumlah barang bukti, berikut potongan tubuh yang diduga milik
pelaku, panci, paku hingga gotri yang dimasukkan kedalam ransel. Sebelumnya,
kita juga sempat dihebohkan dengan aksi pengeboman ‘bom bunuh diri' di konser
Ariana Grande, penyanyi Amerika Serikat di Manchester Arena, Inggris bagian
Utara (Senin, 22 Mei 2017). Polisi telah mengonfirmasi, bahwa sedikitnya 22
orang tewas dan 50 lainnya terluka akibat insiden ini.
Apapun alasannya,
menggunakan bom apalagi bom bunuh diri untuk menciptakan teror sangat tidak
dibenarkan dalam Islam, dan sangatlah tidak berperikemanusiaan. Sebagaimana
ujaran Bapak Presiden Jokowi, “Umat Islam se-dunia harus bersatu untuk
meningkatkan Ukhuwah Islamiyah. Janganlah energi kita habis untuk saling
bermusuhan. Setiap dari kita harus menjadi bagian upaya penciptaan perdamaian
dunia”. Terakhir, janganlah kita menyalahkan agamanya, tetapi salahkanlah
pemahaman individu tersebut, yang salah kaprah memahami jihad. Islam
jelas-jelas bermakna damai dan menghargai perbedaan tanpa menggadaikan
‘aqidahnya. Semoga di bulan suci ini kita tak lagi mendengar kepanikan ditengah
masyarakat akibat suara “BLAAARRRR!” dari bom-bom panci susulan. Biarkan
kami tenang menjalankan ibadah puasa. Dan bagi Anda Teroris, jangan sesekali
pun menggunakan label-label agama, terutama Islam untuk melancarkan aksi
bejatmu. KAMI TIDAK TAKUT!
MENGAPRESIASI LANGKAH
AHOK
Kita patut mengapresiasi
langkah Ahok, yang mundur dari kursi Gubernur Jakarta demi meredam gejolak
masyarakat kita yang serasa makin terpecah saja. Sungguh, langkah Pak Ahok
adalah langkah seorang ksatria yang patut ditiru dan dicontoh oleh para pejabat
lainnya yang memang tengah atau telah tersandung suatu masalah, yang sekiranya
dapat menciptakan kisruh politk dalam skala nasional. Sebagaimana diberitakan,
terdakwa kasus penodaan agama ini mengajukan surat permohonan mengundurkan diri
dan langsung ditandatanganinya. Sebelumnya, Ahok juga telah mencabut permohonan
banding atas vonis 2 tahunnya ke Pengadilan Tinggi Jakarta melalui keluarga dan
pengacaranya, Selasa 23 Mei 2017. Oleh karena itu, bagi saya pribadi, Ahok
merupakan sosok mantan pejabat yang perlu ditauladani sikapnya. Dimana ia
mundur dan menerima hukuman yang ada dengan ikhlas hati serta lapang dada.
Semua ia lakukan demi meminimalisir kegaduhan politik yang semakin menjadi-jadi
belakangan ini. Semoga, langkah Pak Ahok ditiru oleh semua pihak, termasuk
kepada para pendukungnya untuk kembali menahan diri demi langgengnya Pancasila
dan Bhineka Tunggal Ika. Maka, kasus Ahok kita anggap sudah selesai, dan mari
segera kita rajut kembali bangsa kita yang sudah begitu terkoyak-koyak ini.
INGAT SUMPAHMU, DOK!
Setiap dokter memiliki
tanggungjawab untuk mengobati siapapun pasiennya. Sebagaimana ia telah berikrar
dan bersumpah dengan profesinya itu. belakangan, kasus penolakan dua orang
dokter kepada pasiennya yang menggunakan BPJS per 1 Mei 2017 santer terdengar.
Dan heboh lantaran bermula dari curhatan pasien tersebut di media sosial
seperti Facebook dan Twitter, sehingga menjadi viral
diperbincangkan sejak selasa (25/5) lalu. Netizen pun banyak yang geram dan
mengkritik sikap kedua dokter tersebut. Tak ketinggalan, Menag, Lukman Hakim
Saifuddin pun buru-buru mengklarifikasi bahwa BPJS Kesehatan bukanlah riba.
Menurutnya hal itu terjadi lantaran kesalahpahaman si dokter saja. Oleh karena
itu, saya setuju dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mujahid,
yang menyatakan, “Jika soal riba yang menjadi masalah, maka harusnya tetap
menolong tapi jangan dipakai BPJSnya,” ujar Sodik sebagaimana dikutip dari detikcom.
Ya, itu aja koq repot!
MUI pun sebelas duabelas
dengan Menag, yang meminta para dokter untuk melayani siapapun yang membutuhkan
keahliannya. Hanya saja memang, menurut MUI, sistem transaksi pembayaran perlu
diperbaiki sehingga berbasis syari’ah sebagaimana hal itu berlaku pada asuransi
atau bank kini. Jadi, Program Pemerintah berupa BPJS ini punya alternatif lain
bagi para pasien yang ingin BPJS berbasis syari’ah. Ibarat kata sama seperti
asuransi atau bank, yang mau pakai umum ada, yang mau pakai syari’ah pun bisa.
Sebagaimana diberitakan detikcom pula, Pejabat Humas RS Permata
Pamulang, Anton Setiadi menjelaskan sikap dr M itu merupakan sikap pribadi, dan
sama sekali bukan kebijakan institusi.
“Terkait dengan
adanya pemberitaan di media online dan media sosial bahwa ada salah satu Dokter
kami yang menolak melayani pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan dan asuransi
lainnya, perlu kami sampaikan bahwa hal itu merupakan pandangan pribadi yang
tidak mewakili kebijakan pihak Rumah Sakit Permata Pamulang”. (Salah satu poin
Klarifikasi Manajemen Rumah Sakit Permata Pamulang, Tangerang Selatan, 26 Mei
2017).
Adapun Wakil Ketua
Komisi IX, Saleh Partaonan Daulay, yang membidangi kesehatan menilai, BPJS
Kesehatan telah sesuai dengn prinsip agama Islam yang gotong-royong dan saling
tolong-menolong. “Perhatikan, misalnya, dalam Surah Al-Maidah ayat 2, disana
diperintahkan agar setiap orang beriman tolong-menolong dalam hal kebaikan dan
ketaqwaan. Justru program BPJS Kesehatan menjadih wadah yang baik dalam
membumikan perintah tolong-menolong tersebut,” jelas Saleh. Ayat tersebut
berbunyi: “.....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.....”.
Kini penolakan tersebut
tengah berbuntut panjang dengan dapat diadukannya kepada Ikatan Dokter
Indonesia (IDI). Terbukti, saat ini Ketua Komisi IX, Dede Yusuf meminta IDI
untuk menegur dokter yang menolak pasien BPJS karena anggapan riba. Terakhir,
saya memang tidak begitu mengerti terkait persoalan riba, dan saya menghormati
keputusan pribadi dokter tersebut. Namun, yang pasti bagi saya adalah dokter
kan sudah disumpah untuk menolong siapapun, dari golongan manapun yang meminta
bantuannya. Jadi, saya pikir tidak etis lah jikalau seorang dokter menolak
pasiennya. Ingat sumpahmu, dok!
Komentar
Posting Komentar