FILM DAN ISLAM


“Pengaruh film bukan saja terkait dengan soal seni semata, namun juga berkelindan dengan bisnis, politik bahkan agama”.
Di era globalisasi ini, perkembangan teknologi terus meningkat. Sayang, perkembangan tersebut tidak berjalin kelindan dengan peningkatan kadar iman dan islam seseorang. Bahkan, perkembangan tersebut sarat dengan upaya pendangkalan aqidah oleh kaum sekuler, mereka yang meniadakan Tuhan dan agama dalam kehidupan ini. Diantaranya mereka menggunakan film untuk melanggengkan suasana Islamophobia (ketakutan terhadap Islam). Seperti yang kerap digambarkan oleh film-film mereka, bahwa Islam adalah teroris dengan segala atribut yang menjadi identitasnya. Oleh karena itu, dakwah harus dilakukan dengan cara unik, kreatif dan menarik. Salah satunya melalui film untuk menentang persepsi salah, yang biasa mereka lemparkan terhadap Islam melalui film-film yang mereka buat.
Ada banyak film sebenarnya yang menceritakan dan mengangkat tema Islam. Bollywood mungkin salah negara yang termasuk rajin dalam memproduksinya. Tak ayal memang, karena Islam menjadi agama kedua di India setelah Hindu. Dari total 1,2 miliar penduduk, warga Muslim di negeri Taj Mahal ini berjumlah 13,49 persen. Meski demikian, budaya Islam tetap tak luput dan menarik untuk diangkat di film-film layar lebar Bollywood. Seperti Chaudhvin Ka Chand (1960), film ini menunjukkan bahwa wanita bebas dalam memilih pendamping hidupnya tanpa paksaan sedikitpun. Nikaah (1982), Nikaah mengangkat kisah tentang bagaimana hukum Syari’at Islam dapat disalahgunakan dan merugikan perempuan muslim di India. Bahkan, Shah Rukh Khan, Sang Raja Bollywood juga pernah berkontribusi sebagai tokoh utama dalam filmnya “My Name is Khan”, yang menceritakan kehidupan seorang autis Muslim Amerika pasca tragedi 9/11. Film ini juga terkenal dengan kalimat yang sering diucapkan oleh Khan, “My name is Khan, and I’m not terrorist”. Selain daripada film-film dari berbagai negara, yang juga ikut mewarnai belantika perfilman bergenre Islam di dunia. Tentu saja yang legendaris adalah film Ar-Risalah alias The Message, Lion of The Dessert yang keduanya disutradarai oleh Moustapa Akkad. Ataupun film Children of Heaven yang disutradarai oleh sutradara Iran terkenal Majid Majidi.
Di Indonesia juga banyak memproduksi film-film Islam. Hanya saja film-film tersebut kerap mengundang kontroversi dan tidak mencintrakan Islam secara benar. Contohnya film hasil besutan sutradara kawakan, Hanung Bramantyo yang berjudul Cinta Tapi Beda. Film ini dibuat berdasarkan fenomena adanya pernikahan beda agama di masyarakat Indonesia. Namun, menurut penulis, film ini haruslah tetap merujuk kepada tata cara Islam dalam menyikapi hal pernikahan beda agama, yang memang telah diatur dalam nash-Nya. Sehingga nilai-nilai utuh yang terkandung dalam Islam tidak terdistorsi. Apalagi, Islam memang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT semata (vertical), tetap juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (horizontal). Begitupula halnya dengan film “Bid’ah Cinta”, film ini memang memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk menunjukkan bahwa perbedaan itu indah dan merupakan kebhinekaan bagi masyarakat Indonesia. Namun, adanya isu transgender (waria) yang juga diangkat harus benar-benar merujuk kepada Islam tentang bagaimana tata cara mengaturnya. Sehingga tidak menuai polemik di masyarakat terutama muslim di kemudian hari. Juga isi film “Perempuan Berkalung Sorban” yang seolah menggambarkan perempuan bakal terkekang dengan sejumlah peraturan Islam tampaknya perlu diralat kembali.
Namun, Hanung tak selamanya salah dalam mencitrakan Islam lewat film-filmnya. Musabab ada juga diantara film-filmnya yang malah ikut memicu munculnya tren film-film bernafaskan islami. Film-film tersebut diantaranya seperti Ayat-Ayat Cinta, Sang Pencerah dan masih banyak lagi. Adapun film Laskar Pelangi karya Riri Riza yang tidak diberi cap “Islami”, juga layak dikaji sebagai film yang mengangkat representasi problematika muslim Muhammadiyah di Belitong kala itu.


Komunitas Film Islam di Medan
Masyarakat memang masih menggandrungi film bergenrekan action, horor dan komedi. Oleh karena itu, film bergenrekan Islam mesti diolah lebih apik agar mendapatkan perhatian di mata masyarakat Islam, terkhusus generasi muda. Fisabilillah Production (Fispro) adalah salah satu komunitas film bergenre dakwah asal Medan yang telah berjalan selama 2 tahun. Komunitas ini telah mengadakan acara “GALA PREMIERE FISPRO 1.0 MOVE UP”. Dalam acara tersebut mereka menayangkan 4 Film terbarunya yakni AURORA, Karena DIA, Madrasah Pertama dan SPECIAL MOVIE berjudul RAW secara perdana di Taman Budaya Medan pada (7/5/2017). Adapun tema “MOVE UP” dipilih karena menggambarkan perjuangan crew Fispro dalam berdakwah melalui sinematic yang dimulai dari nol. Lampu pun dimatikan!
Dalam film “Aurora” misalnya, penonton diajak untuk sering mengingat akan kematian yang akan selalu berjalan beriringan dengan kehidupan. Selain itu, memberikan pemahaman bahwa para pengemis muslim, yang memalsukan kecacatannya hanya akan semakin memperburuk citra Islam. Sedangkan dalam film “Karena Dia”, penonton secara tidak langsung diajarkan, bahwa seorang muslim-muslimah seyogyanya berhijrah karena niat yang tulus dan ikhlas serta berasal diri sendiri. Ibarat kata, “Baper terbaik ialah baper karena Allah semata”. Adapun secara pribadi, film yang paling saya sukai ialah “Madrasah Pertama”, karena film ini menyadarkan saya bahwa pendidikan agama dalam sebuah keluarga merupakan hal yang paling utama. Selain itu saya kagum dengan perawakan sang istri dalam film ini, yang coba menyelesaikan setiap permasalahan keluarga dengan kelembutan hati dan tutur kata. Jadi baper pengen punya istri kayak gitu, hehehe. Namun saya kurang suka dengan film “RAW” yang digadang-gadang SPECIAL MOVIE. Film ini berkisah tentang seorang pemuda yang ingin membuktikan, bahwa ayahnya bukanlah teroris. Dan, tujuan sebenarnya dari film bergenre action ini ialah ingin memback-up isu terorisme yang berkembang di masyarakat. Hanya saja pesan tersebut kurang tersampaikan lantaran suara pemain ataupun audio yang kurang jelas. Untuk itu, seharusnya ada teks yang menutupi kekurangan tersebut.


Pada akhirnya, film adalah media yang begitu pas dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat umum. Penonton seringkali ter-influence dan mencontoh perilaku peran yang ada dalam film tersebut. Maka, ini dapat menjadi peluang bagi para da’i, sineas, maupun penggiat dakwah untuk menyebarkan dakwahnya melalui konten-konten islami dalam film. Film merupakan medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan bahkan juga agama. So, yuk mari kita dukung dakwah melalui film secara bersama-sama demi citra Islam yang lebih baik.


Komentar

  1. reviewnya bagus. Saya undang nulis di web saya mau ya? ada email yang bisa dihubungi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimaksih mas :-) email saya khairullahbinmustafa@gmail.com
      Terimakasih sekali lagi mas, hehe :-)

      Hapus
  2. reviewnya bagus. Saya undang nulis di web saya mau ya? ada email yang bisa dihubungi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimaksih mas :-) email saya khairullahbinmustafa@gmail.com
      Terimakasih sekali lagi mas, hehe :-)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer