AKU BUJANG LAPUK
Diantara kami berenam di Geng Wadimor Kembang, mungkin hanya aku
yang paling gagal dalam mencari cinta alias gagal maning – gagal maning.
Seolah takdir untuk menemukan cinta sejati belum merestuiku. Sedangkan
sahabatku seperti Boy, Koko, Joko, Panda, dan Bang One, mereka punya jalan cinta
mereka masing-masing. Walaupun dalam kisah percintaan mereka ada pasang-surut
dan jatuh-bangunnya, setidaknya tidak seperti aku yang tidak menunjukkan
perkembangan hampir setiap tahunnya.
Boy misalnya, lelaki Jawa kelahiran Sumatera ini punya kekasih super
setia, namanya June. Belakangan, Boy mengaku padaku bahwa mereka akan
dijodohkan selepas Boy punya pekerjaan tetap. Aku menyarankan dia untuk fokus
menggeluti bidang fotografi sebagaimana hobinya.
Koko, dia adalah sahabatku satu-satunya yang beretnis Tionghoa dan
beragamakan Buddha. Walaupun berbeda, kami berenam tetap kompak dalam meraih
mimpi, mengejar cita-cita dan asa, bahkan juga cinta. Uniknya dalam hal cinta,
Koko bukan yang menembak perempuan, tetapi perempuanlah yang mengutarakan kata
cinta kepadanya. Aih-aih, hihihi. Diantara kami, Koko juga yang terbaik dalam
menghitung besarnya pengeluaran pas sedang makan bersama. Jadi sudah
dikalkulasi lebih dahulu, sehingga kami bisa wanti-wanti mau makan apa dan
dimana. Hehehe.
Joko, dia adalah guru nge-gym-ku, sekaligus yang banyak
mengajariku bagaimana tatacara pdkt yang baik dan benar. Maklum, di geng kami,
Joko lah yang paling banyak pengalaman dalam bidang hati. Pacarnya pun
bertebaran dimana-mana; di Binjai, Medan, Kampus, Stabat, dll. Hahaha. Ibarat partai
ada pusat, cabang, dan ranting. Wkwkwk. Becanda, sob.
Panda, gelar putus-nyambung pantas disematkan kepadanya. Saat ini
Panda sedang hobi bermain soft gun. Alhamdulillah, sebentar lagi dia akan
sidang meja hijau. Hobi PS dan mengajak “Ibu” nonton mengisi di sela-sela
kesibukannya menjaga toko baju emaknya. Hehehe. Kami sering memplesetkan nama
pacarnya dengan merk produk biskuit, “Roma”, wuehehehe.
Dan Bang One, personil baru di geng kami yang punya sekelumit kisah
cinta bak drama Korea. Keduanya saling mencintai, namun keduanya pula saling
memendam, baik Bang One maupun “Ibu Negara”. Entah sampai kapan? Mungkin sampai
lebaran kudanya Pak SBY. Wkwkwk.
Adapun aku Key, siswa terpintar di SD dulu. Selalu juara 1 atau
paling banter jika jatuh juara 3. Mimpi basah pertama kali kualami saat
memimpikan guru muda cantik berkacama yang kutemui di Ponpes. Wuehehehe.
***
Kisah cintaku bermula saat negara api menyerang (Lho?), hehehe.
Kisah cintaku bermula saat SD. Saat itu ada pengambilan suatu sertifikat di kantor
sekolah. Saat aku sedang menunggu giliran namaku disebutkan, iseng aku melihat
ke barisan anak perempuan (Kala itu di Aceh putra dan putri kerap dipisah,
termasuk tempat duduknya). Disaat itulah ujung mataku bertemu dengan ujung
matanya. Seorang perempuan oriental beretnis Tionghoa muslim. Jilbabnya
melambai disapu angin, matanya menyapu mataku, dan kamipun berpandangan lama
sekali. Sampai aku lupa aku sedang menunggu namaku dipanggil.
Namun sayang, kisah cinta monyet kami berakhir di bangku perkuliahan.
Sesaat sebelum masa orientasi kampus, ibu dan dirinya mengalami insiden
kecelakaan. Sayang nyawa pacar pertama dalam hidupku, Mei-mei tidak tertolong.
Ibu Bapaknya menangis tersedu-sedu, ditinggal pergi anaknya yang meninggal
muda. Aku dan Bapakku hanya bisa menatap haru ke kuburannya. Kala itu sambil
menahan tangis aku mantap berjanji diatas pusaranya, bahwa aku akan mendirikan
rumah sakit sebagaimana cita-citanya dulu, yang ingin menjadi seorang dokter
spesialis kandungan. Aku tak bisa menjadi dokter, sebab cita-citaku menjadi
penulis. Namun aku yakin aku masih bisa membangunkan rumah sakit “Mei-Mei
Hospital” untuknya, lewat uang yang kukumpulkan dari hasil menulisku.
***
Cinta keduaku, kalau tidak salah kutembak tujuh kali, yang kelima
diterima dan itupun hanya bertahan tiga hari. Sebelum pesawat berhasil take
off ke Ceylon, Ibukota Sri Lanka,
Hp-ku berbunyi. Ada sebuah pesan masuk, “Key, kita putus aja ya, aku ga sanggup
lagi, aku jadi ga fokus belajar”. Dan cintaku pun putus ditengah deru mesin
pesawat Air Asia dan awan putih yang menutupi remuknya hatiku.
Kini ia telah menikah, dan
hanya tinggal menunggu waktu, benih yang ditanamkan lelakinya berbuah di indung
telur. Teman-teman PKL ku di Jakarta usil menghitung setiap malam yang dilalui
pengantin baru itu.
“Malam ke-27!” ledek temanku, Arfi yang sebenarnya cuma bercanda.
Aku tertawa dalam hati meringis. Hiks...
Komentar
Posting Komentar