MENGENAL BUDAYA JEPANG LEWAT BUNKASAI
Entah kenapa, sesuatu yang tidak ada pada diri kita selalu saja
indah dan menyenangkan untuk diikuti. Salah satunya ialah budaya Jepang, Bunkasai,
yang kerap dipertontonkan oleh remaja kita hampir di seluruh kota besar di
Indonesia. Di Universitas Sumatera Utara, Bunkasai biasanya diadakan
oleh mahasiswa-mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya selama setahun sekali dengan
waktu penyelenggaraan tiga hari berturut-turut. Musabab itu, saya meyakini
acara-acara semacam ini timbul dari komunitas-komunitas pecinta anime
atau apapun yang berbau-bau Jepang. Apalagi, di USU terdapat jurusan sastra
Jepang yang mau tidak mau bakal mengenalkan mahasiswanya untuk mengetahui lebih
dalam segala hal tentang negeri matahari terbit ini, tak terkecuali budayanya.
Di satu sisi saya mengamini, bahwa dampak positif dari pagelaran
acara semacam Bunkasai dapat mengenalkan kita akan keragaman budaya yang
ada di dunia. Lagipula, keanekaragaman budaya juga merupakan sunnatullah
yang harus dibarengi dengan niat baik untuk menjalin hubungan silaturahmi antar
budaya, antar negara dan berskala internasional pula. Bahkan kalau kita mau
cerita anekdot, seolah-olah lewat Cosplay yang unyu-unyu dan
keren-keren, mampu meluapkan kegembiraan kita sampai-sampai lupa, bahwa budaya
ini berasal dari Dai Nippon (Jepang) yang pernah dengan kejamnya
menyiksa dan menjajah kita selama 3,5 abad.
Tak dapat dielakkan memang, budaya mereka cukup keren dengan
ditambah konsep tata panggung dan dekorasi tempat yang kece serta
kekinian. Sehingga menambah ghirah pemuda-pemudi kita untuk memakai baju
kimono atau meniru habis-habisan salah satu tokoh anime favorit mereka,
seperti: Kakashi, Sasuke, Obito, Hinata dan masih banyak lagi tentunya. Para
pengunjung pun berbondong-bondong minta foto, makan takoyaki atau
membeli cinderamata khas Jepang seperti gantungan tokoh anime, stiker
ataupun baju baik jaket atupun kaos, bahkan juga ada topi serta bendo
bertelinga kucing. Biasanya acara bakal ditutup dengan konser yang mengundang
musisi ternama atau band indie, sekaligus mengumumkan para pemenang cosplay.
Walaupun lagu-lagu yang didentumkan tidak dipahami lantaran menggunakan bahasa
Jepang, namun pengunjung tak terkecuali orang tua dan anak-anak
berjingkrak-jingkrak kegeringan. Di malam itu setiap orang mendadak fasih
mengucapkan kata “Arigato” (terimakasih) ataupun “Konbawa”
(selamat malam).
Menurut saya, hembusan angin Jepang di Indonesia merupakan satu
bentuk keunikan dalam berbudaya. Hal ini juga tersirat dalam al-Qur’an Surah
al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. Namun
tentu, menjaga kelestarian budaya sendiri juga merupakan wujud cinta sekaligus
kewajiban kita atas negara Indonesia. Terakhir harapan saya, semoga dengan
adanya Bunkasai kita dapat lebih mengenal budaya lain, dan mempererat
tali persaudaraan antar ke dua negara yang sempat terobek jika kita menilik ke
masa lalu. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
Komentar
Posting Komentar