PESIMIS

Pemandangan di samping kiri-kanan, atas-bawahku hanyalah cat dinding putih yang sudah retak sana-sini akibat gempa tektonik sesekali. Ruangan 3 kali 4 ini terlalu pengap dengan kesendirian dan tekanan hidupku. Hari berganti hari, namun pemandangan depan-belakang, atas-bawah dan samping kiri-kananku masih tetap sama. Sepi dan kosong, sesekali baru terdengar suara pulpen dan kertas buku beradu menuliskan isi pikiranku yang kalut. Aku hanya dapat menghibur diriku dengan cara seperti ini, namun selang beberapa bulan aku bosan juga.
Kini aku telah berumur 22 tahun, dan aku belum berani keluar dari bilik kamar kesendirianku untuk menghadapi kenyataan. Aku takut bersaing di luar sana, aku takut limbung ditiup angin, tergerus dihantam badai, dan aku takut diteriaki si bermental banci. Namun, sahabat karibku berkata, “Tak ada gunanya dulu kau mengayuh sepeda pontang-panting mengejar cita-cita, jika akhirnya kau takluk dan menjadi pesimis ulung!
Aku rindu matamu yang berbinar penuh semangat, menangis karena perasaan haru yang membuncah saat engkau melemparkan topi togamu ke angkasa. Kau itu sudah sukses sahabatku, hanya saja baru awalnya. Kejar lagi, pantang mundur, kawan!” pekikmu suatu pagi.
***
POKRASNENIYE
Sungguh. Jika ada hal yang paling kusesali adalah melihatmu bersanding dengan lelaki lain, di hari pernikahanmu, di hari bahagiamu itu. Dan sejak saat itu pula, aku dicibiri temanku sebagai orang yang tak tahu malu, perusak rumah tangga orang, dan tak bisa melihat orang lain bahagia. Nyatanya aku hanya kepalang cinta kepadamu.  
Seharusnya mereka tahu; aku tidak mampu menatap mentari pagi tanpanya, menyeduh teh manis terasa hambar, aku tidak mampu menikmati hangatnya senja, tulisanku tumpul, pikiranku buntu dan beku. Tiada inspirasi. Tiada gairah hidup. Andai mereka tahu itu.
Mengapa Tuhan tega memisahkan cinta yang telah begitu kita rajut, kita pintal bersama. Terlalu banyak kenangan indah denganmu, Pokrasneniye. Terlalu sulit ‘tuk dilupakan.
Tapi, sekeras apapun aku menolak takdir Tuhan, aku tetaplah harus menjalani hidup yang telah digariskan-Nya. Cukup Tuhan dan senja yang tahu betapa dulu aku begitu mendambanya. Lagipun, ibu selalu membisikkan padaku, “Ibu yakin kamu akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Pokrasneniye. Ketahuilah nakku, malaikat tak bersayap itu ada dan bertebaran dimana-mana”.

Kala tenda biru dan janur kuning dipancangkan; maka pasti akan ada yang meraung, maka pasti ada yang bahagia, maka pasti ada yang meratap penuh derita, maka pasti ada yang berbunga-bunga. Tinggal pilih saja kau yang mana? Sampai jumpa di post selanjutnya, hehehe J   

Komentar

Postingan Populer