STOP KEKERASAN TERHADAP PERS
Sudah barang tentu setiap pekerjaan pasti ada resikonya. Namun, jika resiko
tersebut berupa pemukulan dan pengludahan tentu tidak dapat ditolerir. Kali
ini, hal melecehkan tersebut kembali terulang kepada profesi kewartawanan.
Wartawan NET TV, Haritz Ardiansyah dipukul oleh warga dan kameranya dirampas
hingga rusak. Pemimpin Redaksi NET TV, Dede Apriadi menjelaskan, peristiwa
terjadi pada Rabu (12/4) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB di Jalan Kemang
Raya, Jembatan Krukut, Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Kala itu Haritz yang
mengenakan seragam NET TV, meliput banjir di kawasan Kemang.
Dia mengambil gambar jalanan yang tergenang banjir, dan kendaraan-kendaraan
yang mogok akibat terendam air. Saat sedang mengambil gambar mobil Mini Cooper
bernomor polisi B909JCW yang tengah mogok, tiba-tiba seorang yang sedang berada
dekat mobil tersebut menghampiri Haritz dan memukul wajahnya bagian kiri,
bahkan turut meludahinya. Orang tersebut
berkata tak suka gambarnya diambil dan korban berkata akan menghapus gambar
tersebut. Ketika mencoba menghapus gambar itu, orang tersebut mengambil kamera
berjenis Sony PMW 200 yang dipegang Haritz. Terjadi tarik-menarik kamera
sehingga viewfinder kamera patah. Pelaku juga memukul
mobil peliputan NET hingga penyok. Kemudian para korban melaporkan hal tersebut
ke pihak kepolisian Jakarta Selatan dan laporan diterima dengan nomor
LP/532/K/IV/2017/PMJ/Restro Jaksel.
Jurnalis seharusnya diberi ruang gerak dan dilindungi dalam melakukan
tugas. Walaupun tidak menyebabkan korban meninggal dunia, namun pelaku perlu
ditindak tegas, diberi efek jera agar kedepannya tidak ada aksi serupa yang
seenak jidatnya melakukan kekeran terhadap jurnalis. Jika merujuk kepada pasal
18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, maka pelaku dimungkinkan
terkena sanksi atas tindakan penghalangan atau penghambat aktivitas tersebut.
Terlepas dari apapun kondisinya pelaku saat itu. Perilakunya amat-sangat
membahayakan, dan bisa saja terulang kepada profesi apapun jika tidak ditindak
tegas.
Musabab, ini bukan hanya persoalan merongrong pers sebagai pilar demokrasi
nomor empat. Lebih dari itu, ada nyawa para pekerja media yang dipertaruhkan
dalam melakukan tugasnya. Sehingga perlu benar-benar dilindungi, bukan hanya
dengan selembar kartu pers yang digantung di leher mereka. Tapi juga diberikan
penyadaran kepada masyarakat secara masif, bahwa mereka adalah bagian dari
masyarakat yang memiliki tanggungjawab untuk memberitakan suatu peristiwa dan
sama-sama cari makan.
Alasan Kekerasan Terhadap Jurnalis
Ada banyak faktor sebenarnya yang melatarbelakangi kekerasan terhadap
jurnalis. Namun, yang sering terjadi ialah ketidaksukaan mereka atas suatu
pemberitaan atau peliputan yang tengah berlangsung dengan beragam alasan.
Namun, penulis menegaskan semua pihak yang tidak senang itu harus menghargai
dan menghormati pekerjaan mereka yang dituntut memberikan informasi secara utuh
atas suatu peristiwa. Jika memang mereka tidak senang, maka saya pikir ada
banyak cara yang bisa dilakukan, tanpa harus main tangan apalagi sampai
meludahi. Dan para jurnalis harus diberikan antisipasi oleh para pimpinan
redaksi suatu media, serta pandai-pandai dalam membaca situasi.
Aksi Kekerasan Terhadap Wartawan Metro TV
Begitupula halnya dengan aksi kekerasan yang dilakukan terhadap wartawan
Metro TV, reporter Desi Fitriani dan kamerawan Ucha Fernandez. pada Aksi Bela
Islam yang lalu. Kekerasan semacam ini tetap tidak dapat dibenarkan, sebab
kelemahan insan jurnalistik elektronika itu menurut Hamid dan Budianto (2011:
58) adalah
mereka dalam struktur keperusahaan hanya seorang pegawai biasa. Wartawan adalah
“orang gajian” yang secara psikologis tidak akan menang berdebat dengan orang
yang menggajinya. Take it or leave it!
Oleh karena itu,
saran penulis kepada jajaran tinggi Metro TV untuk dapat bekerja independen dan
tetap menjaga keberimbangan dalam memberitakan Islam. Apalagi, isu agama
merupakan area sensitif dan harus diliput dengan berpegang pada prinsip
jurnalisme profesional.
Kekerasan Terhadap Pers di Negara Lain
Barangkali Timur Tengah adalah area yang paling mematikan bagi insan Pers. International Federation of Journalists (IFJ) menyebutkan, bahwa Irak dan
Afghanistan adalah lokasi yang paling sering menewaskan pekerja media sepanjang
tahun 2016 ini. Sungguh keji para pelakunya dan semoga tidak ada impunitas
dalam kejahatan ini.
Pelaku Sudah Tertangkap
Alhamdulillah, pelaku telah ditangkap oleh pihak kepolisian, bahkan
sebelumnya pelaku telah meminta maaf dan mengaku menyesal lewat akun
instagramnya. Sebagaimana dikutip dari pemberitaan di Tempo.co, Kepala
Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi
Hermanto mengatakan pelaku berinisial KGU, 25 tahun. Budi menambahkan, saat ini
KGU masih diperiksa dan dimintai keterangan seputar kejadian malam itu. Status
ia pun telah ditetapkan menjadi tersangka.
Walhasil, bukan hanya NET TV tapi seluruh elemen jurnalis dan
masyarakat di Indonesia geram dan mengecam aksi kekerasan ini. Terlebih, korban
sedang melakukan peliputan yang sifatnya damai. Polisi tidak hanya punya
tanggungjawab untuk mengusut dan memproses secara hukum, tetapi juga merata di
seluruh daerah di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar