AKU TAK MAU MASUK PESANTREN, MAK!

http://static.panoramio.com
Merantau
Satu per satu anak mamak meninggalkan rumah yang telah lama dihuninya bersama-sama. Bukan karena marah dengan mamak atau lantaran meninggal dunia. Namun, keempat anak mamak memilih merantau biar mendapatkan pengalaman baru, serta masa depan yang lebih cerah. Sebagaimana kata imam mazhab kami, Imam as-Syafi’i: “Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”. Kami berempat pun memilih menjadi air yang mengalir dan bukan malah menjadi air keruh yang tergenang. Aku merantau ke Medan, mencari pekerjaan dan melanjutkan pendidikan S2-ku. Adikku yang nomor-2 sedang menyelesaikan pendidikan keguruannya di Banda Aceh. Adikku nomor-3 sebentar lagi bakal menyelesaikan pendidikan pesantrennya, dan semoga tercapai cita-citanya menjadi bagian dari aparat penegak hukum (Polisi atau Tentara). Abang doakan! Sedangkan adikku yang paling bungsu mulai masuk pesantren sebagaimana abang dan kakaknya dulu. Ia akan banyak belajar makna sebenarnya kita hidup di dunia. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, “Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir, [dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati)]”. Sungguh, hidup di dunia hanyalah sementara, adikku, maka pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu dengan sebaik-baiknya.
Demi masa sesungguhnya manusia kerugian/ Melainkan yang beriman dan beramal sholeh// Demi masa sesungguhnya manusia kerugian/ Melainkan nasehat kepada kebenaran dan kesabaran//
Gunakan kesempatan yang masih diberi/ Moga kita takkan menyesal// Masa usia kita jangan disiakan kerna ia takkan kembali//
Ingat lima perkara sebelum lima perkara/ Sehat sebelum sakit// Muda sebelum tua/ Kaya sebelum Miskin// Lapang sebelum sempit/ Hidup sebelum mati// (Demi Masa-Raihan)
Senja Penuh Tangis
https://i.ytimg.com

Jangan kau risau, Mak, pasti kami anak-anakmu kembali jika waktu libur panjang telah tiba. Tak perlu kau menangis, adikku, lantaran jauh dari orangtua, makanan yang tak enak dan suasana kamar yang pengap. Musabab disana kau akan meneguk berjuta-juta pengalaman baru nan menyenangkan. Disana kau akan belajar menjadi pribadi yang mandiri, disiplin dan dewasa dalam menata kehidupanmu. Tak perlu kau malu dengan teman-temanmu yang bersekolah di sekolah unggulan, sebab di pesantren kita tidak hanya belajar tentang agama saja, disana kita juga belajar tentang ilmu dunia dengan perspektif dan pendekatan yang tidak jauh dari nilai-nilai ketuhanan. Percaya dengan kata-kata abangmu ini, “Masuk pesantren tidak akan memupuskan harapanmu menjadi sepintar Habibie. Masuk pesantren malah akan memantapkan dirimu sebagai seorang yang ber-otak Jerman, ber-hati Mekkah!”. Kau juga akan punya banyak teman dari berbagai daerah dengan tipikal watak yang berbeda-beda.
Di pesantren kau bakal lebih dalam memahami, bahwa Islam adalah ajaran langit yang penuh cinta kasih, dan tidak sebagaimana ‘Islamofobia’ yang selama ini digembar-gemborkan media kontra Islam, yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi terhadap muslim dengan sangat tidak berdasar. Menghormati para ulama sebagai pewaris para nabi juga menjadi pelajaran penting yang kan kau dapati disana. Tak perlu sungkan, jika nanti adikku yang cantik kalah bersaing dengan mereka yang jago baca kitab kuning, fasih ‘cas-cis-cus’ berbahasa Arab ataupun punya kualitas hafalan yang kuat. Tak perlu sungkan, sebab setiap dari kita telah memiliki kelebihannya masing-masing yang hanya perlu untuk diasah!       
Last but not least, adikku, mungkin tidak semua orang tertarik masuk ke pesantren dan berujar, “AKU TAK MAU MASUK PESANTREN, MAK!” karena kebanyakan orang membayangkan kehidupan di pesantren yang tidak mudah dan mengasyikkan. Namun sungguh adikku, setelah kesusahan itu pasti ada kemudahan. Nanti, setelah berbelas-belas atau berpuluh-puluh tahun setelah kau tamat dan meninggalkan pesantren, sebagaimana yang berlaku sekarang pada abang dan kakakmu. Disitu kau akan merasai berjuta-juta pengalaman hebat dan kenangan manis, terhitung sejak langkah kakimu mantap menapaki setiap sudut dan jengkal penjara suci. Semangat!   
*Tulisan ini aku persembahkan untuk adik bungsuku, Nanda Musriana, yang tepat pada 2 Juli 2017 mondok di Pesantren Ulumuddin, Uteunkot-Cunda, Kota Lhokseumawe. Senja itu nuansa keluarga kami penuh haru melepas kepergian si bungsu. *Penulis adalah Khairullah, S.I.Kom, alumnus Departemen Ilmu Komunikasi USU 2017, yang hobi menulis dan sempat menimba ilmu agama di Pesantren Ulumuddin, Uteunkot Cunda, Kota Lhokseumawe. Sekarang sedang sibuk memperbanyak viewers blognya dan juga tengah mencari pekerjaan (job seeker).

Komentar

Postingan Populer