HTI BUBAR, DAKWAH JALAN!

http://kedaipena.com
Saya pikir kita hormati saja dulu sikap pemerintah terkait pembubaran HTI. Apalagi, keputusan tersebut masih bisa diuji di pengadilan. Lagipun saya pribadi meyakini, bahwa Ormas HTI tidaklah anti-Pancasila sebagaimana yang dituduhkan. Hal itu terbukti dari AD/ART mereka yang asasnya Islam, namun tetap dibawah naungan NKRI dan Pancasila. Jadi sekali lagi menurut saya, tuduhan ini tidak berdasar dan masih bisa kita uji di pengadilan. Kita percaya dan berdo’a Yusril Ihza Mahendra selaku Kuasa Hukum HTI dan kawan-kawan mampu membuktikan hal itu di pengadilan. Yusril juga telah mengajukan uji materi atau judicial review atas Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas kepada Mahkamah Konstitusi. Maka, jalur hukum pun menjadi bentuk perlawanan HTI. Semoga hakim-hakim yang bertugas nantinya benar-benar melihat substansi sebenarnya dari permasalahan ini. Kami percaya!
Sebagaimana kata Yusril, Ia menilai pemerintah otoriter dan peristiwa ini mirip saat Presiden Soekarno membubarkan Masyumi. Sekaligus saya setuju dengan kolom detiknews yang ditulis oleh Fandy Hutari, yang berbunyi: “Ormas-ormas itu harus diberi ruang untuk menyampaikan segala hal yang terkait apa yang disebut bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, dan kegiatannya yang mengancam keutuhan negara. Kebijakan yang terburu-buru bisa saja menjadi bumerang di kemudian hari”. Kalau sudah seperti ini, menurut saya, pemerintah hanya akan semakin memperlebar jarak dengan organisasi-organisasi yang tidak disukainya, yang bertentangan dengannya, yang bahkan dianggap membahayakan dirinya. Kejadian ini sekaligus menunjukkan cara pemerintah yang mulai represif dalam rangka menghempaskan lawan-lawan politiknya dengan cara apapun, dan secepatnya. Inilah yang diyakini oleh banyak masyarakat muslim Indonesia sekarang ini.
Selain itu, saya selalu berharap ormas-ormas yang dianggap anti-Pancasila itu tidak melulu melekat dengan identitas keislaman, dan mereka yang kritis terhadap kinerja pemerintahan. Saya pribadi jujur merasa takut, jika di kemudian hari hal ini justru melukai rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat, sekaligus memupuskan kewibawaan pemerintah di mata mereka. Kalau sudah seperti ini, maka rakyat akan terbelah menjadi dua kubu, yang satu pro dan yang lainnya kontra. Mereka yang pro adalah mereka yang senang karena HTI dan ormas-ormas Islam nantinya dibubarkan, sedangkan mereka yang kontra merasa marah karena keadilan mereka serasa direnggut. Lagipun, peraturan kilat itu diterbitkan pada Senin, 10 Juli, jadi sebagaimana dikatakan Ismail Yusanto, juru bicara HTI, selama 9 atau 10 hari itu sebenarnya apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir sehingga dikatakan melanggar Pancasila? Apakah selama 9 atau 10 hari itu keadaan Indonesia benar-benar darurat? Bukankah adem-ayem saja? Oleh karena itu, tentu tidak hanya HTI, masyarakat juga membutuhkan kejelasan yang benar-benar jelas.
Apalah arti sebuah pemerintahan, jika didalamnya posisi masyarakat terbelah, dan tidak lagi mempercayai pemimpin mereka sepenuhnya. Sungguh memprihatinkan! Padahal, kegiatan-kegiatan menyisipkan pesan-pesan anti-Pancasila dan anti-NKRI tidak harus melalui dakwah orang Islam, tapi juga bisa melalui mimbar-mimbar agama lain sekiranya kita mau fairplay!, ataupun dari ormas-ormas yang mengaku paling Pancasilais tapi bertindak seperti preman! Tentu kita berharap pemerintah berlaku adil dalam menertibkan dan mengamankan ormas-ormas tersebut demi menjaga keutuhan NKRI. Bukankah begitu, Pak Polisi?
Mungkin, HTI baru akan pantas dibubarkan, karena kiprahnya selama ini dalam mengancam kepentingan asing dan aseng berikut para komprador yang telah menjajah negeri ini dengan jajahan gaya baru yakni melalui neo imperialisme dan neo liberalisme, sebagaimana dituliskan oleh Tatang Hidayat dalam surat pembacanya pada Republika.co.id. Ya, HTI adalah satu ormas yang sangat pancasilais dan cinta tanah air menurut saya lewat aksi-aksi nyatanya selama ini, sebagaimana dikumpulkan oleh Tatang Hidayat, diantaranya: HTI menolak Papua lepas dari Indonesia (antarajatim.com, 16/12/2011), HTI menolak kenaikan harga BBM (tempo.co, 12/11/2014), HTI menolak kenaikan tarif dasar listrik (liputan6.com, 25/06/2010), HTI menolak asing kelola sumber daya alam Indonesia (poskotanews.com, 23/12/2015), HTI menolak LGBT (merdeka.com, 21/02/2016), HTI menolak liberalisasi migas (detik.com, 22/01/2012), solidaritas HTI terhadap muslim di Palestina, Suriah, Rohingya dll (detik.com, 01/03/2013), HTI menolak Komunis (hizbut-tahrir.or.id (18/05/2016), HTI tolak negara penjajah Amerika (detik.com, 04/10/2013), HTI menolak pemerintah lepas tangan soal kesehatan (tribunnews.com, 21/11/2012), HTI serukan umat tentang persatuan (hizbut-tahrir.or.id, 12/01/2010) dan masih banyak lagi.
Lantas, saya pun menjadi bingung dan mendadak rancu, apakah selama ini pemerintah merasa dirinya yang paling pancasilais, dan berhak menunjuk mana ormas yang anti-Pancasila dan anti-NKRI secara subjektif? Lalu, bagaimana dengan pemberitaan-pemberitaan (juga dikumpulkan oleh Tatang Hidayat) seperti: Pemerintah menaikkan harga tarif dasar listrik (republika.co.id, 15/07/2017), pemerintah terus-menerus membiarkan Freeport merampok emas Papua (sindonews.com, 16/10/2015), pemerintah yang menaikkan harga BBM (tribunnews, 05/01/2017), melindungi LGBT (bbc.com, 19/10/2016), pemerintah terus berhutang riba sehingga hutang Indonesia diatas 4000 T (poskotanews.com, 21/07/2016), pemerintah menaikkan harga pajak (eramuslim.com, 04/03/2016)), dan pemerintah melunak kepada komunis (cnnindonesia.com, 12/05/2016). Apakah tindakan-tindakan mencekik rakyat seperti ini yang malah disebut Pancasilais; berjiwa patriotisme, nasionalisme, dan memperkuat perasaan bela negara? Wow, saya benar-benar speechless!
Selain itu, tak perlu khawatir atas pembubaran ini, sebab berdakwah itu tidak dapat dibatasi oleh sekat ruang dan waktu. Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan oleh Allah SWT untuk berdakwah walaupun hanya satu ayat, baik dimana pun dan kapanpun. Dakwah bisa dilakukan sendiri-sendiri maupun secara berkelompok tanpa harus berbadan hukum. “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Sebagaimana dikutip dari media daring detik.com, bahwa Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM sudah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan mencabut status badan hukumnya. Berkaitan dengan ormas anti-Pancasila, Polri tetap melakukan pengawasan dan sudah melaporkan ormas lainnya. Pembubaran ormas HTI berpayung hukum Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang baru diterbitkan pemerintah. Perppu ini diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 10 Juli 2017.
Perppu Ormas mengatur tiga sanksi administratif terhadap ormas anti-Pancasila, yakni peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pada Pasal 80A Perppu Ormas disebutkan pencabutan status badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat 1 huruf c dan ayat 3 huruf b sekaligus dinyatakan bubar.
“Maka dengan mengacu kepada Perppu No 2 tahun 2017 terhadap status badan hukum Indonesia dicabut dengan surat Kementerian Hukum dan HAM Nomor AHU -30.AHA.01.08.2017 tentang pencabutan keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU 00282.60.10.2014.2014 tentang pengesahan pendirian perkumpulan HTI,” ujar Dirjen Adminitrasi Hukum Umum (AHU) Freddy Haris, sebagaimana dikutip dari Liputan6.com.
HTI pun menutup kantornya
Plang nama HTI juga dicopot
Tapi dakwah akan terus berjalan..
Terimakasih atas kiprah nyatamu untuk NKRI selama ini, HTI!
Ada baiknya tulisan ini juga ditutup dengan berbagai pendapat para pakar di bidangnya terkait dengan Perppu paling kontroversial abad ini:
“Inilah akibatnya jika Perppu lahir dalam keadaan prematur, dibuat bukan karena alasan darurat, tapi lebih karena perasaan paranoid terhadap ormas tertentu”. (Adi Prayitno, Pengamat Politik UIN Jakarta, sindonews.com)
“Bukan membuat Perppu yang dipaksakan. Perppu Ormas ini dibuat di era Reformasi tapi cita rasa Orde Baru”. (Almuzzammil Yusuf, Ketua Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP PKS, sindonews.com)
“Perppu itu lahir dari kecaman dan kedunguan pemerintah. Perppu itu lahir bukan karena kegentingan yang memaksa, tapi memaksa kegentingan”. (Rocky Gerung, ILC/18/07/17)
“Pemerintah menganggap kami adalah kanker, padahal yang kami lakukan adalah dakwah. Kanker itu mematikan, sementara dakwah itu menghidupkan”. (Ust. Ismail Yusanto, ILC/18/07/17)
“Pemerintah sedang belajar jadi diktator. Pemerintah terlalu mengurus hal yang tidak perlu diurus, tapi tidak mengurus hal perlu diurus”. (Fadli Zon, ILC/18/07/17).
“Dalam Perppu ini semua yang terkait pengadilan dihilangkan. Menghukum orang tanpa bukti, tanpa saksi di pengadilan adalah kezholiman”. (Ust. Tengku Zulkarnaen, ILC/18/07/17).
“Perppu ini tabrak sana-sini, menabrak aspek yuridis, menabrak aspek sosial, maka lebih baik cabut saja....”. (Munarman, ILC/18/07/17).
“Kita nggak mau di bypass oleh pemerintahan secara kasar dengan Perppu ini”. (Abu Bakar Al-Habsyi, ILC/18/07/17). 
Wallahu ‘alam bish shawab.

Komentar

Postingan Populer