TINDAK TEGAS PELAKU BULLYING
cdn.tmpo.co |
Tampaknya, bully-membully sudah menjadi budaya di negeri
kita Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari tradisi perploncoan yang sampai saat
ini masih ada. Padahal, sebahagian sekolah telah meniadakan hal itu. Apalagi,
jika didalamnya dibarengi dengan kekerasan dari senior kepada juniornya.
Mirisnya, ada banyak kasus serupa di Indonesia. Seperti kasus bullying
yang baru-baru ini terjadi terhadap seorang siswi sekolah dasar di Thamrin
City, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kini sembilan pelaku ‘Bullying’ di Thamrin
City ini dalam proses dikeluarkan dari sekolah dan Kartu Jakarta Pintar
mereka dicabut. Berita terbaru menyebutkan, sembilan pelaku ini juga akan
menjalani masa rehabilitasi selama tiga bulan di panti milik Kementerian
Sosial. Juga pembullyan terhadap Farhan, Mahasiswa Gunadarma yang viral
di medsos, dan disebut-sebut netizen korban pembullyan merupakan
penyandang autisme (berkebutuhan khusus). Namun, pihak Universitas Gunadarma
membantah Farhan sebagai penyandang autisme, dan masih melanjutkan investigasi
terhadap empat pelakunya, yakni AA, PDP, YLL dan HR. Berita terbaru juga
menyebutkan bahwa keluarga korban bullying Gunadarma ini mempertibangkan
akan mengambil langkah hukum terhadap empat pelakunya. Tentu, mana ada orangtua
yang tidak sakit hati melihat anaknya diperlakukan semena-mena seperti itu,
termasuk didalamnya orangtua Farhan. Apalagi, sebagaimana dikatakan Menteri
Sosial, Khofifah Indar Parawansa, berdasarkan undang-undang, penyandang
disabilitas seharusnya dijunjung tinggi hak-haknya. Diantaranya dalam masalah
pendidikan. (Liputan6.com).
Di Sumatera Utara, pembullyan juga pernah terjadi terhadap
seorang siswi di SMPN 4 Binjai pada September 2015 silam. Bahkan, dalam video
tersebut tak hanya kekerasan fisik saja, tapi juga terdapat kata-kata makian
yang sangat kasar dan tak pantas untuk dilontarkan seorang pelajar. Pertanyaan saya,
darimana mereka mendapatkan kosakata-kosakata kasar seperti itu, kalau bukan
dari fenomena pembullyan yang terus-menerus mentradisi di institusi
pendidikan kita. Ibarat fenomena ‘gunung es’, tentu kasus yang belum terkuak ke
permukaan lebih banyak lagi. Seolah-olah ‘Revolusi Mental’ yang dicanangkan
pemerintah belum benar-benar kita resapi dalam hati, pikiran dan perbuatan.
Sebagaimana dikutip dari Tribunstyle.com –“Bullying (Perundungan –Red)
merupakan perilaku kasar terhadap seseorang untuk mempermalukan orang lain.
Kebiasaan buruk itu tentu akan merugikan semua orang jika tidak segera
ditangani dengan baik. Biasanya bullying ini dilakukan untuk mempersepsikan
dirinya lebih kuat. Dengan maksud mengerjai, membahayakan, fisik, mental atau
emosional melalui pelecehan dan penyerangan”.
Menurut saya, bullying merupakan tindakan pengecut yang
dilakukan oleh para pelakunya yang cuma berani kepada juniornya. Lagipun
didalamnya tidak terdapat pelajaran yang baik barang sedikitpun, selain
daripada sok berkuasa yang tolol. Bahayanya lagi jika pembullyan
itu berujung kepada tewasnya korban. Pelaku bisa dijerat dengan tindak pidana,
dimana pelaku bisa dikeluarkan dari sekolah hingga dipenjara. Seperti yang
menimpa Siswa SDN 07 Pagi Kebayoran Lama pada September 2015 lalu. Beruntung,
dalam kasus ini pelakunya masih anak-anak sehingga tidak dipenjara. Namun tentu
tindakan ini tetap tidak bisa dibiarkan! Lagipun, ukuran ‘kuat-tidak kuat’
dalam arti pendidikan ialah kecerdasan dan kegigihan dalam menuntut ilmu. Bukan
adu mulut apalagi adu jotos. Loe kira ini sekolah Suzuran dan Hossen
yang ada di Film Crow Zero Japan!
Saya pikir ada banyak cara untuk memutuskan mata rantai ‘tradisi
buruk ini’. Pertama ialah tidak sekalipun membenarkan tindakan pelaku. Saya pikir
setiap instansi yang tersangkut kasus ini jangan hanya berlomba-lomba untuk
menyelamatkan ‘muka’ instansinya masing-masing. Tetapi juga memastikan
pemulihan gejala trauma korban yang mengalami pembullyan, serta
menghukum pelaku dengan hukuman yang seberat-beratnya. Biar kapok, jera
dan menyesal! Jadi tidak cukup hanya dengan minta maaf saja! Kedua, Para
Orangtua berkewajiban untuk membina anak-anaknya dengan baik. Bukan berarti
setelah memasukkan anak-anaknya ke sekolah, lantas orangtua lepas tangan begitu
saja. Sesibuk apapun mereka, orangtua punya tanggungjawab untuk ikut mengawasi
pergaulan anak-anaknya.
“Mudah-mudahan kita tidak
sekadar prihatin. Saya mendorong merekomendasikan supaya kampus memberi sanksi
pada pelaku dan memberikan keberpihakan secara resmi kepada korban bullying,”
kata Khofifah usai memperingai Hari Anak Nasional di Jakarta Minggu (16/7).
Khofifah meminta lingkungan keluarga dan sekolah tidak menganggap enteng
kasus bullying. “Karena ada yang tidak tahan lalu bunuh diri (Amanda
Todd –Red),” kata dia (Kumparan.com). Last but not least, Kami
benar-benar geram dan Kami tidak akan menutup mata atas kasus pembullyan
apapun itu namanya! #Stopbullying #Farhanadalahkita
Ciri-ciri mereka yang suka membully sebagaimana dikutip dari
TribunLifestyle diantaranya:
1.
Mereka
yang memiliki pandangan positif terhadap kekerasan
2.
Umumnya
orang yang impulsif (suka melakukan tindakan tanpa berpikir panjang)
3.
Memiliki
kebutuhan untuk mendominasi orang lain
4.
Biasanya
secara fisik lebih kuat daripada korbannya
5.
Kebanyakan
berasal dari keluarga yang anggotanya kerap berperilaku agresif
6. Sebagian
besar punya catatan sejarah pernah menjadi korban bullying
Komentar
Posting Komentar