KALAU CINTA, NYATAKANLAH! (My Testimonial about Boy Candra’s Novel: ‘Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi’)

www.bukupedia.com
Mulanya, saya pribadi merasa ragu untuk membaca buku-buku karya Boy Candra. Musabab, kala itu saya pribadi berpikir buku-buku Boy Candra terlalu galau, dan sangat tidak cocok untuk saya yang menyukai bacaan-bacaan kritis serta no-cinta. Mungkin, sikap saya yang skeptis terhadap roman-roman percintaan ‘picisan’ itu terbentuk, lantaran saya yang sering gagal dalam dunia percintaan. Just for information, saya sudah tiga kali menembak cewek, dan ketiga-tiganya pergi meninggalkan saya dengan caranya masing-masing.
Cewek pertama, perempuan etnis Tionghoa-mualaf-berjilbab-bermata sipit-berkulit putih bersih-dan penyuka boyband Korea ini pergi meninggalkan saya karena mati muda. Cewek kedua, perempuan ‘alim-berhijab-anak ustadz-dan bermata bulat ini lebih parah lagi, dia pergi meninggalkan saya setelah berjanji akan selalu setia menunggu saya melamarnya. Sedangkan, cewek ketiga adalah perempuan beda agama-cantik-seksi lagi montok (semok). Pahit! Ia pergi meninggalkan saya setelah proposal skripsinya rampung kami kerjakan bersama-sama.
Ya, mungkin inilah faktor x, kenapa saya coba menjauhi segala hal yang mengingatkan saya pada barisan para mantan di atas. Termasuk diantaranya ialah buku-buku ber-genre “Galau”. Ga la yau! Namun, belakangan saya memiliki banyak waktu luang untuk membaca. Maklum, sampai dengan detik tulisan ini diturunkan saya masih berstatus pengangguran. Padahal, berpuluh-puluh lamaran telah saya layangkan, mulai dari perusahaan besar hingga ke komunitas. Kata teman saya Deddy, “Kau itu cuma kurang do’a, rul!”. Saya pun terdiam lama, “Iya juga!” batin saya tersadar.
Saya pun mulai membunuh waktu (killing time) dengan membaca berbagai bahan bacaan, seperti ‘SBY Sang Demokrat’ karya Usamah Hisyam, dkk, ‘Sarwo Eddhie (Serial Tokoh Tempo)’, membaca berita-berita yang sedang panas dan menuliskan opini tentang itu. Hingga akhirnya saya kehabisan stok bahan bacaan dan sedang muflis (bokek) pula untuk membelinya. Oleh karena itu, sahabat saya Danang meminjamkan sebuah buku yang selama ini paling saya hindari. “Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi Sebuah Novel karya Boy Candra”. Saya pun bergidik ketika menerimanya. Ih!   
  
www.bursabukuberkualitas.com
              
Dont Judge by Cover
Siapa yang menyangka? Saya malah bisa menghabiskan novel karya Boy Candra hanya dalam dua hari saja! Hampir setiap siang dan malamnya saya menghabiskan waktu untuk mengetahui bagaimana nasib Kevin, Nara, Juned dan Tiara (tokoh utama dalam novel –red) pada akhirnya. Terbukti, tebakan saya benar adanya. Kevin si pecinta dalam diam akhirnya berhasil memacari Nara, perempuan yang dikasihinya. Pacar ‘pelindung’ Nara, Juned mati muda dalam suatu pendakian ‘rock climbing’, dan Tiara yang mencintai Kevin sepenuh hati ditinggalkan oleh penulis tanpa kejelasan di akhir cerita. Menurut saya, Tiara yang satu komunitas dengan Kevin itu diadakan oleh penulis hanya sebagai pelengkap penderita saja. Kasihan!
Terlepas dari beberapa kekurangan yang telah saya sebutkan di atas, sebagai pembaca sekaligus pengkritik sastra ‘amatir’, saya harus pula memuji apa yang sepatutnya untuk dipuji dari seorang pengarang bernama Boy Candra. Menurut saya, Boy Candra adalah seorang pengarang produktif yang telah banyak menelurkan karya dalam bentuk novel-novel cinta. Walaupun cenderung galau dan puitis, saya pikir Boy Candra berhasil melirik segmentasi pasar dengan anak muda sebagai pembacanya. Dalam hal ini novel ‘Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi’ yang juga tak jauh-jauh dari tema kelabilan cinta remaja, seperti: patah hati, cinta bersegi-segi (segi empat –red), dari sahabat jatuh cinta, cinta dalam diam dan sebagainya. Boy Candra sukses membolak-balikkan perasaan emosional pembacanya, dan itu barang tentu merupakan sebuah kemenangan besar bagi setiap-tiap penulis.
Selain itu, harus pula saya akui, bahwa meskipun Boy memiliki kekurangan dalam mendeskripsikan suatu latar tempat, Boy berhasil menutupi itu dengan kepintarannya dalam memainkan kata-kata, baik tentang cinta maupun tentang kebijaksanaan dalam mengarungi hidup. Berikut beberapa kata-kata tersebut yang saya kutip dari setiap pembatas sub-judulnya:
“Salah satu hal paling melelahkan di dunia ini. Saat kita ingin melepaskan sesuatu. Namun, ia tetap saja mengejar kita”. (halaman: 18)
“Hal yang paling sulit dari memendam perasaan pada sahabat sendiri adalah saat dia bercerita tentang orang yang ia cintai, dan kita harus menyediakan wajah bahwa kita menyukai ceritanya”. (halaman: 32)
“Kesepian orangtua selalu datang dengan kepergian satu per satu anak-anak mereka dari rumah. Pergi mencari kehidupan dan mendirikan rumah sendiri”. (halaman: 48)
“Untuk melupakan seseorang yang pernah meninggalkan kesan begitu dalam di hidup kita, maka jadikanlah diri kita orang baru’. (halaman: 60)
“Bukankah sebaiknya cinta baru datang lebih cepat, dan mengobati luka-luka yang menyisakan pedih dengan cepat pula?”. (halaman: 89)
“Satu hal yang paling berbahaya bagi persahabatan, ketika kita meminta lebih dari sahabat, ketika kita mulai memainkan hati”. (halaman: 104)
“Logika dan hati memang susah untuk sejalan. Apalagi untuk urusan cinta. Tidak jarang hatilah yang dibutakan, juga pada kesempatan lain logika yang dikacaukan”. (halaman: 119)
“Kegembiraan kadang bisa lebih mudah datang dari hal kecil”. (halaman: 132)
“Tidak ada yang tahu kapan cinta pastinya datang. Tetapi kita selalu tahu kapan kita harus memulai”. (halaman: 148)
“Andai kamu paham bagaimana rasanya mencintai seseorang, yang terus memintamu mencintai orang lain”. (halaman: 161)
“Saat kamu tidak pernah berani memutuskan memilih sesuatu, kamu yang akan diputus-asakan oleh waktu”. (halaman: 173)
“Cinta sepertinya memang datang karena terbiasa. Dan akan kuat karena dinyatakan”. (halaman: 191)
“Orang yang jatuh cinta dengan buta, sering membutakan logikanya sendiri. Mencari pembenaran dari perasaan sayangnya kepada seseorang”. (halaman: 268)
“Cinta sesederhana hujan yang jatuh ke bumi, meski terhempas ia akan tetap jatuh”. (halaman: 277)

/1.bp.blogspot.com
Ingin Segera di-Layar Lebarkan  
Percaya tidak percaya, karya Boy Candra ini (Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi –Red) berhasil membuat saya berimajinasi tentang siapa yang paling cocok untuk memerankan tokoh-tokoh dalam novel ini, terutama tokoh-tokoh utamanya.
1.      Kevin
Menurut saya yang paling pantas untuk memerankan tokoh pendiam ini adalah Handi Morgan Winata alias Morgan Oey. Selain tampan dan tinggi, saya rasa mantan anggota grup SM*SH ini juga kerap dikenal dingin atau ramah dalam setiap film layar lebar yang dibintanginya. Hal itu terlihat dari kesuksesannya dalam memerankan Zhong Wen dalam film Assalamualaikum Beijing dan Hyun Geun dalam film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea. Sangat cocok dengan tipikal Kevin yang digambarkan oleh Boy Candra sebagai sosok yang dingin terhadap lingkungannya, namun terkenal ramah dan perhatian terhadap Nara.
2.      Nara Senja
Aktris yang paling cocok untuk memerankan tokoh Nara ialah Angela Gilsha Panari. Aktris dari Denpasar, Bali ini saya pikir sangat pas untuk menggambarkan sosok Nara yang cantik. Menurut saya sosok Angela sangat bisa untuk memerankan tokoh Nara yang riang, cantik, sedikit cuek dan rada ketus. Hal tersebut dibuktikannya dengan sangat menjiwai peran Sisil dalam sinetron berjudul Berkah Cinta di SCTV.
3.      Juned
Sudah barang tentu, yang paling cocok untuk memerankan sosok cowok macho di jagat perfilman Indonesia adalah Chicco Jerikho Jarumillind atau lebih dikenal dengan sebutan  Chicco Jerikho saja. Hal ini bukanlah tanpa alasan, melainkan karena melihat kesuksesan aktor kelahiran Jakarta ini dalam menghayati berbagai peran yang dimainkannya. Salah satu yang paling wokehh barang menurut saya ialah saat ia memerankan Ben (Barista –red) dalan film Filosofi Kopi. Kebetulan tokoh Juned juga menyenangi kopi. Hahaha. Chicco yang digambarkan sebagai cowok macho dan cool dalam film tersebut amat-sangat pas untuk memerankan tokoh Juned, yang memang menggilai olahraga berbahaya ‘Rock Climbing’.
4.      Tiara
Memang, Tiara hanyalah pelengkap penderita dalam novel ini. Tentang seorang perempuan cantik berkacamata (imajinasi saya –red) yang begitu tulus mencintai Kevin hingga patah hati. Menurut saya, Sisca Jessica atau lebih sering dipanggil Chika Jessica sangat pas untuk memerankan peran ini. Bagaimanapun publik telah menilai sosok co-host di acara Hitam Putih ini terkenal riang, blak-blakan sekaligus cute (lucu/unyu –red). Namun, seorang yang cute juga bisa patah hati bukan? Hehehe.
Adapun untuk tokoh figuran seperti sosok Aisyah, seorang siswi SMA yang jatuh cinta kepada guru magangnya, Kevin, menurut saya bakal mantap jika diperankan oleh Febby Rastanty. Anggota grup musik Blink ini saya pikir cocok memerankan anak SMA sebagaimana ia memerankan tokoh utama Nina dalam sinetron Putih Abu-Abu. Jujur, saya diam-diam jatuh hati saat ia memerankan Manda dari negeri jiran yang lugu dalam film Cahaya Cinta Pesantren.
Besar harapan saya agar novel ini dapat segera difilmkan ke layar lebar, sehingga dapat dnikmati oleh masyarakat Indonesia secara lebih luas lagi. Apalagi dengan akting para tokoh-tokoh yang telah saya sebutkan diatas, ditambah dengan pengambilan gambar yang mumpuni, serta lokasi syuting yang apik dan penuh dengan pemandangan alam (dalam novel ini setting tempat terdapat di daerah Padang, Sumatera Barat). Saya yakin dan percaya, film ini bakal mem-baper-kan hati dan menghijaukan mata penonton. Hahaha! Namun tentu, proses pengangkatan cerita dalam novel menjadi film tidaklah gampang. Ada banyak kontrak sana-sini yang harus diurus dengan manajer keartisan, menyewa crew film yang memang telah teruji karya-karyanya, dan juga tentunya biaya itu sendiri. Siapa yang ingin memproduseri film ini?
Ending
Secara keseluruhan, konflik dalam novel ini dapat dikatakan masih datar dan kurang meledak-ledakkan perasaan pembaca. Namun, saya mengapresiasi langkah Boy Candra sebagai penulis untuk terus menghibur pembaca melalui karya-karyanya. Oh ya, saya juga mendapat pelajaran penting dalam novel ini, bahwa: “Sudah seharusnya apa yang dirasakan di hati dinyatakan dengan berani. Agar perasaan yang tumbuh bisa dijaga bersama, bukan hanya disimpan sendiri (Boy Candra, halaman: 73). Kalau cinta, nyatakanlah!   

Komentar

Postingan Populer