INI GENG ATAU KOALISI?

http://photo.jpgm.co.id
Abstainnya PAN (Partai Amanat Nasional) dalam penentuan Undang-Undang Pemilu dengan Presidential Treshold 20 persen, sedikit banyak membuat pihak Koalisi Pemerintahan gegana (gelisah galau merana). Sebagaimana diketahui, sikap PAN sendiri masih tetap yakni menghendaki sistem Pemilu terbuka, metode kuota hare, jumlah kursi Dapil 3-10 dan terbuka dengan presidential treshold 10-15 persen. Di sisi lain, lima fraksi koalisi partai pendukung pemerintah kompak memilih paket A dari lima opsi paket isu krusial Rancangan Undang-Undang Pemilu. Lima partai tersebut antara lain Partai Golkar, PDIP, Nasdem, PPP dan Hanura. Paket A berisi poin ambang batas presiden 20/25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, sistem pemilu terbuka, jumlah kursi per dapil 3-10 dan metode konversi suara saint lague murni. Selain dalam pembahasan RUU Pemilu, PAN juga tidak satu suara soal Perppu Ormas. PAN menilai Perppu tersebut belum saatnya dikeluarkan pemerintah karena seluruh ketentuan tentang ormas sudah diatur secara detail dalam UU Ormas. PAN juga berbeda pandangan terkait penutupan Telegram versi website.
Akibatnya, secara tidak langsung ‘mereka’ menuduh PAN sebagai partai koalisi yang tidak solid, mbandel dan sikapnya yang dipandang mencla-mencle. Padahal, menurut saya sikap tetaplah sikap yang tidak bisa digelandang sesuai keinginan koalisi pemerintah, bak kerbau yang dicucuk hidungnya. PAN sebagai sebuah partai berhak memiliki opsi bahkan tidak memilih paket apapun, sesuai dengan pertimbangan dan database-nya sendiri. Tentu hal tersebut sah-sah saja dalam alam berdemokrasi. Lantas, jika hanya karena dengan perbedaan sikap ini PAN dijauhi oleh teman-temannya, bukankah menandakan bahwa koalisi pemerintah ini telah menjadi semacam geng? Aih-aih, sikit-sikit ngambek kalau tidak seiya-sekata. Hmmm, seperti anak TK saja! Bukan kata saya, tapi kata Gus Dur. Hehe.
Lagipun ikut tergabung dalam koalisi bukan berarti membungkam kekritisan yang ada dalam tubuh PAN, saya pikir malah kekritisan yang ada pada kader-kader PAN menjadikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ini menjadi lebih baik dan terukur, serta pro-rakyat. Bukan malah mencitrakan sebagai satu koalisi yang ambisius dalam menentukan Undang-Undang. Jangan sampai cap DPR sebagai ‘tukang stempel’ pemerintah di zaman Orde Baru secara tidak langsung kembali terulang di rezim ini. Sekalipun tugas mengkritisi suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah adalah tugas kubu oposisi di DPR. Tapi sekali lagi bukan berarti partai apapun yang berada di pihak koalisi pemerintahan hanya manut-manut wae tanpa tedeng aling-aling. “Tidak mungkin kita setujui yang akan menghabisi partainya sendiri,” kata Ketua Umum PAN sekaligus Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan.
Jikapun PDI-P dkk yakin dan percaya bahwa apa yang dipilihnya benar, maka tak perlulah terlampau khawatir, sebab PDI-P dkk tetap bisa jalan dengan atau tanpa PAN sekalipun. Mereka masih tetap memiliki kans suara yang besar di DPR atas segala kebijakan pemerintah yang tengah atau akan diambil. Jadi intinya, tidak perlulah PAN ‘ditakut-takuti’ dengan isu reshuffle kabinet yang sempat mengemuka itu. Ya, sebagaimana diberitakan, bahwa PAN akhir-akhir ini kerap tak sepaham dengan pemerintah, dan salah satunya ialah UU Pemilu. Padahal, selama ini Presiden Joko Widodo selalu meminta agar koalisi partai pemerintah bisa mendukung setiap kebijakan yang dikeluarkan. Singkat kata, tetap solid lah! Akibatnya, PAN pun tidak diundang ke sejumlah diskusi, baik mengenai Perppu maupun peta politik partai pendukung pemerintah di DPR. Maka, pada akhirnya koalisi tanpa syarat yang selama ini digaungkan oleh koalisi pemerintah tinggalah kenangan dan hanyalah utopis belaka.
“Saya bilang PAN program pemerintah yang bagus kita dukung, kurang bagus kita kasih saran, pas Pilkada DKI kemudian pilkada lain tidak bisa jadi ukuran (evaluasi –Red),” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN, Yandri Susanto. Namun, keputusan resmi keluar tidaknya PAN dari koalisi baru akan diketahui pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN pertengahan Agustus 2017 mendatang. Bahkan sebelumnya sempat heboh diberitakan, bahwa Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais meminta agar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur (kader PAN –Red) untuk mundur dari kabinet pemerintahan. “Kalau partai yang bersangkutan minta keluar nggak apa-apa, tapi bukan Pak Amien (Rais) harusnya ketum, sekjen,” kata Jusuf Kalla. PAN juga diwacanakan menarik kadernya dari Pansus Angket KPK, karena dinilai oleh banyak masyarakat malah berupaya untuk melemahkan KPK bukan menguatkannya sebagaimana yang diklaim oleh para anggota Pansus.
Note: Beberapa pernyataan tokoh dan data diatas (italic/garis miring) merupakan kutipan berita yang diambil dari portal berita Republika.co.id.

Komentar

Postingan Populer