NEGARA JUGA BISA KELIRU

gimg.kumpar.com
Negara memang tidak dapat disalahkan, sebab negara hanyalah gugusan pula-pulau yang bersatu dan disebut negara. Tapi, pemerintahan dalam suatu negara bisa saja keliru atas kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Seperti secara tidak langsung membela penista agama (Ahok), menerbitkan Perppu Ormas, membubarkan HTI (ormas Islam), dan mengesahkan presidential treshold 20 persen. Semua kebijakan itu bisa salah, sebab pembuatnya adalah manusia-manusia yang tak jauh-jauh dari khilaf, serakah, dan paranoid. Sifat-sifat tersebut adalah suatu hal yang niscaya dalam diri manusia, namun tentu juga perlu dirubah.
Saya pikir, sekarang ini negara keliru dalam menetapkan skala prioritas, mana masalah yang harus diselesaikan secara tuntas lebih dulu. Salah satu dari sekian banyak masalah itu ialah memburu pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Penyidik KPK. Kini, setelah 100 hari wajah Novel Baswedan disiram dengan air keras, tapi pelaku masih juga belum ditemukan. Publik pun bergeming, melupakan, dan disibukkan dengan isu-isu tak penting lainnya yang seolah hendak mengalihkan perhatian. Sekali lagi, waktu akan terus berlalu dan si pelaku tak kunjung tertangkap jua. Miris!
Padahal, Novel dapat dikatakan sebagai pahlawan negeri ini, yang ikut menegakkan semangat anti-korupsi di negeri para bedebah ini. Lantas, bagaimana jadinya negeri ini jika menangkap cecunguk yang melukai pegiat anti-korupsinya saja tidak becus. Publik pun dibuat heran dan berspekulasi jangan-jangan........ o jangan-jangan........ . Sebagai masyarakat sipil, saya dan kita semua tentu harus terus mengingatkan pemerintahan ini, mana yang seharusnya menjadi prioritas mereka. “Dokter mengatakan jaringan di sana sudah tidak tumbuh. Mata kanan sedang dalam proses perbaikan. Sedang pertimbangan untuk operasi besar mata kirinya,” kata Jubir KPK Febri Diansyah seperti dikutip dari Kumparan.com.
“Sungguh, barangsiapa yang cengengesan, santai, bahkan tidak peduli atas kasus ini (Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan –Red), mereka harusnya MALU jika mengaku aktivis anti korupsi. Siapapun yang memiliki kekuasaan, dan dia tidak menuntaskan kasus ini, dia seharusnya lebih MALU lagi.’
 “Besok-besok akan terlihat, siapa sebenarnya kita. Topeng-topeng akan dilepas, kemunafikan akan disingkap, “Allah mboten sare”. Pernyataan ini bukan berarti simbol lemah, pernyataan ini justru simbol kekuatan, simbol keyakinan: bahwa hanya Allah tempat semua perkara akan diputuskan seadil-adilnya”. *Tere Liye.
Apalagi, sebagaimana dikutip dari Tempo.co, secara ekonomi, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak banyak mengalami pergerakan seperti harapan banyak pihak. Selama tiga tahun, perekonomian berjalan datar tanpa perubahan berarti. Padahal, Didik J. Rachbini, Ekonom Senior di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), melanjutkan, nilai ekspor merupakan tanda pemerintahan yang hidup. Saat ini terjadi dekonsumsi dan deekspansi yang dilakukan pemerintah. “Itu menunjukkan pemerintah tidak mengerjakan pekerjaannya untuk bersaing di tingkat internasional”.
Penurunan kinerja ekspor ini berdampak pada penerimaan pajak dan akan berimbas pada penerimaan APBN, “Makanya pertumbuhan sekarang stagnan dibawah 5 persen. Janji kampanye 7 persen,” kata Didik. Ia juga menyoroti penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat. Kondisi ini bisa dilihat dari sejumlah peretail banyak melakukan pemutusan hubungan kerja. “Seluruh supermarket konsumsi yang dulu diandalkan sekarang anjlok semua. Hypermart lay-off karyawan,” ujarnya. “Tandanya daya beli melemah”.
Adapun tingkat kesenjangan di tanah air, kata dia, masih tinggi. Hal itu tercermin dari ringkat ketimpangan dan kesenjangan Indonesia yang masuk tiga besar. “Indeks gini rasio, walaupun ini pengeluaran dan tidak mencerminkan aset itu tetap naik”. Menurut Didik, Indonesia termasuk tiga negara besar paling senjang di dunia. Satu persen pemilik akun di bank menguasai 80 persen dari total utang. “Itu kesenjangan yang luar biasa”.
Tampaknya, hal ini juga dapat menjadi skala prioritas presiden dan para menterinya, selain daripada masalah premium langka, petani miskin, listrik mahal, hutang banyak, dan hukum yang semakin bobrok pada 1000 hari masa pemerintahan mereka.
#KamiBersamaNovel 
#KAMIBERSAMANOVEL

Komentar

Postingan Populer