PERPPU NAN KIAN REPRESIF
http://static.republika.co.id |
Tampaknya, dampak dari penerbitan Perppu Ormas kian melebar saja.
Pertama, HTI dibubarkan pemerintah karena dituduh sebagai organisasi
anti-Pancasila. Kedua, kini PNS yang juga anggota HTI diminta untuk mundur.
Saya bukannya apa-apa, hanya merasa pemerintah terlampau berlebihan dalam hal
ini, hingga terkesan memang ingin membumihanguskan HTI sampai ke akar-akarnya.
“Ini sudah melebar persoalannya. Kalau ada anggota-anggota kami yang aktif jadi
PNS dan dosen itu kan bagian dari daya bekerja. Toh, dalam perjalanannya,
kinerja mereka itu boleh dikatakan baik di bidangnya masing-masing. Itu fakta yang
saya dapati di Sumut,” kata Ketua DPD HTI Sumut Irwan Said.
Ya, saya juga sebelas-dua belas dengan Bang Irwan di atas.
Pernyataan Tjahjo Kumolo sebagai Mendagri itu hanya akan menimbulkan keresahan
ditengah masyarakat, yang seolah-olah eks-HTI itu berbahaya dan bahkan harus
disingkirkan dari dunia kerja mereka. Saya takut gara-gara pernyataan Tjahjo
Kumolo itu, nantinya muncul stigma terhadap eks-HTI di lingkungan masyarakat
seperti “Eh, itu eks HTI, lho!”. Lha, kalau sudah semacam ini kan sudah
berbahaya. Padahalkan, seharusnya ya pemerintah tidak boleh melemparkan bara
api atau kegaduhan di republik ini. “Padahal HTI tidak melakukan apa-apa,
mengikuti apa yang menjadi permintaan dan aturan main pemerintah,” ujar dia.
Seperti misalnya juga kata-kata ‘diawasi’ ini kan gelagatnya
seperti pemberlakuan terhadap teroris saja. Padahal, kalau sudah dibubarkan ya
sudah bubar. Jadi tinggal fokus pada upaya penggugatan Perppu tersebut di MK
oleh Yusril Ihza Mahendra dkk. Cocok tidak, tepat atau tidaknya, yang penting plis
janganlah melebar! “Ya itu bodoh saja, wong HTI sudah dibubarkan. Sudah tidak
ada lagi secara hukum kok masih disuruh milih HTI atau tetap jadi PNS. Kalau
ada orang pemerintah yang nanya itu ya pemerintah itu bahlul sendiri. Udah
bubar kok masih disuruh pilih,” kata Yusril.
Lagipun kan sudah jelas, salah satu sumpah yang diucapkan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) adalah setia kepada NKRI. Jadi pastinya, PNS eks-HTI tidak
mungkin mendua, kalau bukan karena pemerintah yang terus-menerus mencurigainya.
Saya khawatir ‘tingkah-tingkah’ seperti ini yang bakal memerosotkan
elektabilitas kinerja pemerintah di mata masyarakatnya sendiri. Pun masih
banyak pekerjaan lainnya yang lebih penting dan harus segera diselesaikan oleh
pemerintah. Seperti korupsi dan pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik
KPK Novel Baswedan, yang sampai dengan detik ini belum juga tertangkap
misalnya. “Apa salah mereka? Mereka tidak korupsi. Sementara di luar sana
banyak penjahat dibiarkan saja, tersangka koruptor malah memimpin sidang paripurna
kan,” tegas Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.
Walhasil, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas ini kian represif dan subjektif saja dalam
pelaksanaannya. Terbukti, bahkan pembubaran HTI yang dilakukan secara
serta-merta. Tanpa ba-bi-bu, tanpa melakukan pendekatan persuasif dan tahapan
sanksi seperti SP, penghentian kegiatan dan pencabutan SK.
#PembubaranHTI
#PerppuPembubaranOrmas
Note: Beberapa
pernyataan tokoh dan data diatas merupakan kutipan berita yang diambil dari
portal berita Republika.co.id.
Komentar
Posting Komentar