AKONG SAYANG ALVIN

Alvin kecil terheran-heran saat seorang kakek tua setengah bungkuk memeluknya erat. Alvin kecil melihat wajah kakek tua itu tersenyum merekah. Sampai-sampai semua garis ketuaannya terlihat jelas. Sang kakek sangat bahagia. Sambil melirik ke arah ibunya yang menahan haru, Alvin kecil semakin tidak mengerti dengan suasana yang sedang dihadapinya.
Saat gadis dulu. Sang ibu jatuh cinta kepada seorang koki, yang memiliki beberapa rumah makan di Sumatera Utara. Sampai akhirnya mereka memadu kasih di pelaminan. Walaupun berbeda keyakinan, karena kecintaan si koki kepada sang gadis. Ia berpindah keyakinan, dari Buddha menjadi penganut Kristen.
Rumah tangga mereka tidak berjalan dengan harmonis. Si koki mulai bermain mata dengan mantan kekasihnya dulu. Sedangkan, istri sahnya kerap memergoki aksi mesra mereka. Istri malang itu tampaknya tidak sanggup lagi melihat perilaku buruk suaminya. Ia memilih cerai.
Dengan menggendong bayi Alvin di tangannya. Si ibu muda menangis sambil terus berlari meninggalkan rumah mertuanya. Mertua perempuan tidak bereaksi apa-apa. Tapi, si Akong tak sanggup menahan berurainya air mata. Alvin adalah cucu pertamanya di keluarga besar Cina itu.
            Kini Alvin kecil memandang seorang pria semuda ibunya. Pria dengan mata sipit sama seperti matanya. Tapi, siapa dia? Alvin kecil bertanya-tanya dalam hatinya. Selama ini dia hanya dibesarkan dalam buaian kasih sayang ibunda. Ia tidak pernah mengenal ayah kandungnya, kecuali ayah tirinya yang sangat baik.
            “Itu ayahmu Alvin,” seru si ibu sambil sedikit menahan tangis. Ayah kandung yang malu dengan masa lalunya itu, hanya bisa menunduk dan memeluk buah hatinya yang sudah lama berpisah. Sang ayah banjir air mata. Alvin seperti anak kebanyakan. Polos. Namun, ayah Alvin tak bisa lama-lama. Lengan kerasnya langsung ditarik oleh seorang wanita yang telah mencuri ayah Alvin dari hati ibu. Ibu sakit hati. Ayah hanya bisa malu dan membisu.

            Ibu Alvin yang terkenal tegar itu menyalami Akong. Berbicara sepatah dua patah kata untuk mengisi relung rindu. Mengisi diaspora kerinduan di Klenteng yang menjadi saksi bisu. Untuk kedua kalinya, Akong kembali memeluk cucunya. Sembari memberikan Alvin kecil angpau Hari Raya Imlek. Saat Alvin dan Ibu pergi. Akong menangis  dalam-dalam.[]

Komentar

Postingan Populer