JEJAK KAKI DI PULAU SEMBILAN

Awalnya kami mengira Pulau Sembilan adalah pulau yang memiliki bentuk serupa angka sembilan. Padahal, kata “Sembilan” pada pulau tersebut adalah plesetan dari kata “Sambilan”. Dulu, pulau ini merupakan pulau singgahan para pelaut sebelum akhirnya menuju ke Pulau Kampei sebagai tujuan. (Pulau Kampei berasal dari kata “Sampoe” yang berarti sampai, kebanyakan dihuni oleh pelaut Aceh yang kemudian memilih bermukim).
Pulau Sembilan secara geografis terletak di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan merupakan sebuah desa yang memiliki empat buah dusun di dalamnya. Untuk sampai ke pulau itu, kami perlu menempuh waktu empat jam dari Kota Medan. Dilanjutkan dengan menyebrangi pulau tersebut dengan menggunakan kapal boat  kayu. Yang dikenakan tarif sebesar 7 ribu rupiah baik untuk penumpang maupun barang yang dimuat.
Kebanyakan penduduk di Pulau Sembilan bermata pencaharian sebagai Nelayan, Tukang Bongkar Muat, dan Petani, serta pekerja kasar di PT. WILMAR (Perkebunan Sawit). Namun miris, Pulau yang berdekatan dengan PLTU ini tidak menjamin desa mereka memperoleh listrik secara memadai. Terbukti, lampu di pulau tersebut hanya menyala pada pukul enam sore sampai dengan pukul tujuh pagi. Sedangkan, untuk siang harinya mereka tidak dapat menggunakan listrik untuk membantu kehidupan sehari-hari.
Pulau yang memiliki oleh-oleh belacan ini juga hanya memiliki satu buah Sekolah Dasar. Sekolah milik Pemda Kabupaten Langkat tersebut bernama SD Negeri 056644 Pulau Sembilan. Bertempat di Jalan Inpres, Dusun 1. Inilah yang akhirnya mendorong kami: Reza Andika Putra, Willy, Hendro Joko Priyono, Danang Bimantara, Khairullah, dan Muhammad Juanda Lubis untuk mengadakan polling. Selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendapat Umum. Sudah menjadi Tridharma kami sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara, untuk memahami langsung kondisi yang terjadi disana. Setidaknya, kami mencoba meringankan beban hidup mereka dengan mendengar keluh kesah mereka yang ibarat air mengucur deras tiada henti.
Berhubungan saat ini Sekolah Dasar 056644 menjadi satu-satunya sekolah yang terdapat di Pulau Sembilan. Dengan hal tersebut kami mengadakan kuesioner berkaitan dengan persepsi masyarakat Dusun 1 Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat tentang fasilitas sekolah yang ada di Pulau Sembilan.
Kuesioner survey Fasilitas Sekolah Dasar dengan responden dari Warga Dusun 1, Pulau Sembilan terdiri dari lima pertanyaan (dilampirkan). Terdiri dari empat pertanyaan tertutup dan satu pertanyaan terbuka. Lewat lima pertanyaan itu, kami ingin mengetahui pendapat warga Dusun 1 tentang Fasilitas Sekolah Dasar Pulau Sembilan. Apakah sudah layak untuk menunjang proses belajar-mengajar atau perlu diperbaharui keberadaan fasilitasnya seperti meja, bangku, sarana peralatan olahraga, dan kamar mandi.
Ada hal yang unik di Pulau Sembilan, menurut data yang kami dapatkan dari Kepala Dusun 1, Bapak Arifinsum bahwa hanya ada dua warganya yang memiliki predikat pendidikan tinggi. Yang satu Diploma dan yang satunya Drs (Doktorandus), namun sayang kedua-duanya telah uzur sehingga tidak termasuk kedalam kriteria responden yang telah kami tentukan sebelumnya.
Kini, Pulau Sembilan baru saja mengganti dua orang pemimpinnya, Kepala Desa dan Kepala Sekolah Baru. Kepala Desa kini dijabat oleh Bapak Arifinsum yang sebelumnya menjabat Kepala Dusun 1, dan dilantik tertanggal 17 Desember 2015. Sejatinya, Bapak Arifinsum bukanlah masyarakat asli Pulau Sembilan, melainkan dari Pulau Kampei yang memang lebih maju dari tetangganya. Namun, warga dari empat dusun yakin dan percaya bahwa di tangan Bapak Arifinsum Pulau Sembilan setidaknya bisa sederajat dengan Pulau Kampei, yang telah memiliki listrik yang memadai, dan telah memiliki SMP dan SMA. Sehingga, siswa-siwi tidak perlu lagi menyebrang untuk bisa tetap bersekolah.
Menurut Bapak Arifinsum, siswa-siswi asal Pulau Sembilan harus menggelontorkan dana 15 ribu rupiah untuk dapat menyebrang ke sekolah yang terletak di Pangkalan Susu. Sedangkan, 5 ribu rupiah untuk menyebrang dan bersekolah di Pulau Kampei. Hingga, banyaknya dana yang harus dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya dan belum termasuk uang jajan. Membuat sebagian orang tua bahkan atas inisiatif murid-murid yang baru menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Dasar untuk tidak bersekolah lagi. Kebanyakan anak-anak tersebut malah memilih menjadi nelayan seperti bapaknya atau membantu ibu mengurusi rumah tangga. Oleh karena itu, Bapak Arifinsum pada saat pemilihan Kepala Desa menjanjikan akan adanya satu yayasan hingga anak-anak Pulau Sembilan tidak perlu menyebrang untuk melanjutkan pendidikan. Kalau pun diharuskan menyebrang hanya untuk ujian saja.
Di tangan Kepala Sekolah yang baru, Bapak M. Safri warga empat dusun berharap pendidikan dasar di Pulau Sembilan berjalan normal sebagaimana SD di luar pulau. Sebab, selama ini proses belajar-mengajar baru berlangsung sekitar pukul 09.00 pagi. Karena menunggu guru yang kebanyakan berasal dari luar pulau. Bapak M. Safri sendiri pun merupakan sarjana asal Kota Stabat. Di pundak bapak berumur 46 tahun ini lah, warga desa Pulau Sembilan berharap tidak ada lagi guru yang bolos atau sekedar nongkrong di warung kopi, tanpa mengindahkan kewajibannya untuk mendidik anak-anak Pulau Sembilan.
Morat-maritnya kehidupan di Pulau Sembilan, mengakibatkan banyak anak yang putus sekolah, memilih bekerja, dan mencari penghidupan di luar pulau. Hingga, Pulau Sembilan yang dulunya sebagai tempat singgah para pelaut, kini lebih banyak ditempati orang tua yang telah uzur dan tak tahu harus meratapi kemana lagi nasib tempat tinggalnya. Sejak adanya PLTU, limbah batubara benar-benar mengganggu ekosistem laut yang menjadi dasar penopang hidup keluarga di Pulau Sembilan, Sekolah Dasar yang hanya satu dan jika ingin melanjutkan pendidikan harus menyebrang, sengketa tanah antara PT. WILMAR dan warga Pulau Sembilan yang sampai saat ini belum selesai.
Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin kami ceritakan pada pendahuluan ini tentang Pulau Sembilan. Namun, penelitian mengharuskan kami untuk fokus kepada satu topik penelitian, demi mendapatkan satu tujuan yang telah kami targetkan. Yaitu, mengetahui pendapat masyarakat tentang Fasilitas Sekolah Dasar di Pulau Sembilan. Apakah sudah layak untuk dipakai atau memerlukan pembaharuan dan penambahan fasilitas? Mengingat hanya satu sekolah yang ada di sana.

Terakhir, kami ingin menyampaikan bahwa salah satu bentuk suksesnya sebuah negara adalah ketika setiap rakyatnya mendapatkan jaminan pendidikan yang layak sebagaimana yang lain. Sebab, dengan pendidikan lah masyarakat Pulau Sembilan dapat melepaskan diri dari kehidupan serba kekuarangan yang selama ini membelenggu mereka. Sekolah Dasar Pulau Sembilan harus lebih baik kedepan! Dan harus dimiliki bersama! 

Komentar

  1. Teman kamu ..itu ..saya tau ..anggi dan samsul itu ..abang bradek ..dan hendro itu .. masih saudara ..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer