HUTANG BALAS BUDI
Palestina,
sebuah negara penuh cerita dengan riak linangan air mata. Mimpi ingin merdeka
namun realita menunjukkan sesuatu hal yang berbeda. Diatas tanah yang kau
punya, Israel mencoba berkuasa. Palestina dan Israel memang tidak akan pernah
berakhir tanpa berita.
Kini,
Indonesia ikut berperan serta dalam meneriakkan kata ‘merdeka’ bagi negara yang
dulu pernah mengakuinya. Lewat isu wilayah Palestina, Pemerintahan Indonesia
dibawah rezim Joko Widodo juga ikut berjuang dalam kancah diplomasi
internasional antar negara-negara Islam, yang tergabung dalam OKI. Bahkan,
dikabarkan Retno LP Marsudi mencoba masuk ke Palestina, namun nihil hasil sebab
Israel tak mengizinkannya.
“Mengapa
Indonesia harus membantu Palestina?” Itu adalah salah satu pertanyaan paling
menggelitik yang pernah saya dengar. Membantu Palestina bukan hanya sekedar
basa-basi isu kemanusiaan bagi Indonesia. Tapi lebih dari itu, Indonesia ketika
dulu membutuhkan pengakuan luar negeri untuk proklamasi kemerdekaan yang
disiarkannya, maka Palestina adalah salah satu negara yang menyanggupinya.
Ada
banyak langkah yang telah pemerintah kita lakukan demi menjunjung tinggi
solidaritas kemanusiaan. Dimulai dari zaman orde lama sampai dengan orde baru
pun, Indonesia pantang absen dan dengan lantang meneriakkan arti penting
‘Kemanusiaan’. Mulai dari era Soekarno yang terkenal dengan jargon “Go To Hell With Your Aids!” dan sebagai
penggagas gerakan non-Blok serta anti-Nekolim. Sampai kepada Soeharto ‘The Smiling General’ yang walau dibenci
oleh bangsanya sendiri, tapi tetap mengukuhkan hubungan bilateral kedua negara.
Memang
banyak data yang menyatakan bahwa Palestina sebagai satu bangsa yang merdeka.
Mulai dari pengakuan Palestina sebagai anggota PBB New York, 10 September 2015, bendera Palestina yang berkibar
sejajar dengan bendera negara ‘merdeka’ lain di Markas Besar PBB, serta telah
mempunyai hak yang sama pula dengan anggota PBB lainnya.
Namun
apa pasal? Identitas simbolik tidak cukup hanya untuk menuntut sebuah negara
merdeka. Realitas memberikan fakta bahwa Palestina masih jauh dari harapan yang
sebenarnya merupakan tujuannya itu. Palestina sampai saat ini masih diduduki
Israel, Palestina sampai saat ini masih meratapi tanahnya yang dibangun
pemukiman secara masif, dan 70% wilayah di Tepi Barat telah dikuasai Israil
sejak 1967. Kita bangsa beradab yang menjunjung tinggi Hak Hidup
Anti-Penindasan mau bicara apa? Jika dibelakang negara agresor modern telah ada
pelindungnya. Alhasil, Palestina merdeka masih secara simbolik saja.
Sempat
ada pula pernyataan Benjamin Netanyahu (Mantan Perdana Menteri Israel) yang menohok hati setiap rakyat Palestina,
bahwa Palestina akan diakui sebagai sebuah negara, bila: 1. Palestina sebagai
negeri tanpa militer, 2. Palestina menjadi negeri yang tidak memiliki
penguasaan atas ruang dan border (perbatasan),
3. Palestina harus mengakui dirinya sebagai bagian dari negara Yahudi, yang
beribukotakan Jerussalem. Ini
merupakan jenis negosiasi yang gila! dan jelas-jelas menghasilkan hasil Win-Lose.
Jika
melihat data diatas, tak salah jika al-Qur’an menyiratkannya dalam surah
al-Baqarah ayat 120. Yang seolah membuktikan Palestine will be free secara fisik masih membutuhkan perjuangan
panjang. Itu semua dapat dipahami, bahwa Israel mempunyai perlindungan dari
Paman Sam lewat lobi AIPAC-nya.
Dulu,
Amerika mengandalkan Israel untuk membendung pengaruh komunis oleh Soviet di
Timur-Tengah. Amerika juga sering menerapkan peran ganda dalam status
dukungannya kepada Islam atau kepada Israel, Amerika juga punya media yang
cenderung bias dalam era kebebasan Pers saat ini, Pemerintahan White House dan Capiton Hill pun didominasi oleh Zionis Israel yang loyal atau
jangan pernah mengharap dukungan politik publik Amerika.
Memang
ada banyak strategi yang bisa kita lakukan untuk mengakhiri pendudukan Israel,
seperti: tekanan ekonomi dan politik, diplomasi internasional, dan juga
penegakan HAM dan Hukum Internasional, bahkan embargo seperti yang dulu
dilakukan Arab. Namun tampaknya, Zionis Yahudi selangkah lebih pintar sekarang
ini, dengan meletakkan pemerintahan boneka di negara-negara tersebut. Hingga,
wajar saja jika negara OKI menjadi melempem, pintar menginterupsi namun minim
tindakan nyata.
Untuk
itulah, saya mempertanyakan konsistensi OKI dalam perannya terhadap kemerdekaan
Palestina. Termasuk Indonesia didalamnya, yang secara historis memang berhutang
budi dengan pengakuan Palestina. Tapi, Indonesia tidak bisa menampik bahwa
alutsistanya pun diimpor dari Israel, sekalipun tanpa ikatan bilateral. Saya
menyadari masih adanya keraguan di benak saya, bahwa niat baik Pemerintahan
Indonesia masih sekedar wacana, dan saya berharap cemas semoga ini bukanlah
utopia semu semata. Wallahu ‘alam bish
shawab.
Komentar
Posting Komentar