MEDIA WALLAHU’ALAM
Kini
semuanya serba online, serba gadget, serba smartphone. Orang-orang kini bisa berjualan dengan hanya
ongkang-ongkang kaki di rumah. Kita juga tidak perlu lagi melambaikan tangan ke tukang bajaj atau
tukang ojek, tapi cukup dengan memanggilnya lewat sentuhan lembut pada layar
telepon pintar anda. Canggih!
Tapi,
nampaknya kecanggihan tersebut memberikan kecemasan tersendiri pada dewan pers.
Bagaimana tidak? Kini ribuan situs yang bukan bagian dari perusahaan pers bisa
bebas memberi informasi. Bukan karena merasa tersaingi seperti orang-orang tua
di pangkalan ojek yang tak paham zaman. Tapi, karena pemberitaannya yang tidak
valid, cenderung memihak, serta mengarahkan pembaca. Berbahaya!
Anggota
dewan pers yang saya dengar di radio tidak menunjukkan kecemasannya. Ia lebih
memberikan penjelasan bahwa media online palsu itu bukanlah berita, namun lebih
kepada opini maupun pendapat pribadi. Biasanya pendapat-pendapat ini terdapat
di blog, yang kemudian menjadi berita dengan sendirinya. Mereka bukan wartawan,
tapi lebih seperti pengamat. Dan pembaca situs mereka sangatlah banyak. Dimana
bahayanya?
Bahayanya
adalah ketika mereka mengarahkan pembaca kepada sikap yang destruktif. Tak
masalah jika situs tersebut berusaha mencerahkan. Tapi, kebanyakan situs
bersentimen agama malah menjadikan pembacanya membenci negeri ini, bukan malah
memberi solusi. Jika pun sudah jatuh (saya setuju pendapat dewan pers itu),
yang kita perlukan adalah pencerahan untuk bisa keluar dari himpitan berbagai
persoalan bangsa yang sudah ringkih ini. Bagaimana jika pemilik situs adalah
orang yang tidak bertanggung jawab? Bukankah yang malah menjadi kambing hitam
ialah pembaca. Apalagi jika mereka sekedar mencari rating tinggi!
Dewan
pers tentu tidak bisa menghukumnya, karena untuk menindak masalah situs
abal-abal ini ialah hukum IT. Pun, seharusnya masyarakat memilah dan memilih
informasi secara cerdas dan berimbang. Sebab pers merupakan tonggak berdiri
atau tidaknya demokrasi di negeri berkedaulatan rakyat ini. Jangan ada upaya
untuk merubah-rubah sistem lagi, apalagi sekedar coba-coba. Mungkin terlalu
lebay; tapi jangan hanya karena situs yang sobi (sok bijak) ini kita menjadi
terpecah dan saling gontok-gontokkan. Dan akhirnya perut mereka yang bergoyang
karena tertawa. Kita tidak lagi hidup di zaman belanda yang mudah di devide et impera-kan. Kita beda tapi
kita satu![]
Komentar
Posting Komentar