SETIAP KITA BISA MENULIS!

Bang Ican baru saja pulang dari PKL-nya di Media Indonesia. Ia begitu bangga dan tidak henti-hentinya bercerita tentang pengalaman yang dirambahinya disana. Ia bercerita tentang umur rata-rata wartawan MI yang 33 tahun, tentang sistem deadline majalah yang harus selalu dikejar, tentang gaji wartawan di kota metropolitan yang Rp. 3000.000;  sampai dengan 5000.000;, berjumpa langsung dengan Jokowi. Semua ceritanya membuat mata teman-temanku berbinar-binar, kecuali aku.

Aku memang manusia serba biasa saja. Andaipun ada, itu adalah rasa syukurku karena si abang ini sudah tobat dari masa kelamnya dulu. Dulu, dia malas sekali. Untuk menulis tugasnya saja, ia sering meminta tolong dengan adik-adik angkatannya. Dan, aku adalah korbannya yang masih hidup.
Tapi, mendengar ceritanya memang membuat hati saya senang juga. Dia berkali-kali mengatakan “Setiap kita bisa menulis, hanya saja kita malas!” ujarnya berkoar-koar. Padahal, menurutku kata “kita” itu diganti dengan “saya” saja. Bukankah selama ini dia yang malas! Apakah dia sudah lupa diri setelah lama di pusat?
Menulis memang identik dengan wartawan. Dari cerita bang Ican aku paham, bahwa masyarakat kita membutuhkan tulisan-tulisan kita yang sarat informasi itu. Tidak peduli sejelek  apapun tulisan kita. Sebab, nanti akan ada redaktur yang bertugas mengeditnya. Kita hanya perlu mewawancarai narasumber di TKP dan menuliskan peristiwa tersebut dengan feel yang kita miliki.
Dia juga menambahkan bahwa wartawan-wartawan sejatinya sangatlah menjunjung tinggi keidealisan mereka. Namun, owner dan pemilik media tentu memiliki kepentingan yang tidak dapat diganggu gugat. Jadi, intinya wartawan sudah memenuhi kewajibannya untuk memberikan informasi berupa berita. Selanjutnya, terserah redaktur mau dibawa kemana berita itu (angle).

Kalau aku boleh memilih, aku lebih bangga jika aku nantinya bisa PKL di Aljazeera. Karena, belum ada alumni di kampusku yang bekerja di tengah desingan peluru. Mungkin, aku bisa menjadi pelopor. Tapi, mana ada yang mau melepaskan anak ingusan sepertiku dalam medan pertempuran. Tapi, apapun itu terimakasih banyak bang Ican. Aku semakin yakin bahwa aku bisa menulis.[] 

Komentar

Postingan Populer