MIMPI ITU JADI NYATA
Mungkin,
tidak hanya mahasiswa/i jurusan Hubungan Internasional yang bercita-cita
menjadi duta besar. Ada banyak mahasiswa/i dari jurusan lain yang juga mendamba
menjadi konsulat atau utusan negerinya yang bekerja di negeri orang. Namun,
tahukah kita? Bahwa komunikasi internasional sangat besar andilnya dalam
mewujudkan mimpi itu agar menjadi nyata.
Lucu
memang, sebab sejatinya komunikasi internasional merupakan pecahan dari ilmu
komunikasi sebagai induknya. Setidaknya ilmu komunikasi dibagi kepada beberapa
bentuk, seperti: komunikasi antar pribadi (intra/interpersonal), komunikasi
kelompok (kecil dan besar), komunikasi massa (media cetak maupun elektronik),
komunikasi publik (ceramah dsb), komunikasi antar budaya dan terakhir
komunikasi internasional. Namun, kebanyakan mahasiswa/i ilmu komunikasi malah
ditempatkan sebagai jurnalis, public
relations, ataupun advertising people
semata. Padahal, ilmu komunikasi menjanjikan lebih dari itu!
Bukannya
bermaksud serakah, namun perlu diketahui bahwasanya ilmu komunikasi (dalam hal
ini komunikasi internsional) mengambil peran penting dalam setiap tindak-tanduk
yang dilakukan konsulat-konsulat kita yang berada di luar negeri, sebut saja
seperti: pemberitaan, lobbying,
propaganda, kulturalisme, serta bisnis.
Pemberitaan
jelas-jelas merupakan ranah dari pekerjaan mahasiswa ilmu komunikasi nantinya.
Memang, saat ini tidak ada pembatasan khusus kepada setiap orang untuk menjadi
jurnalis. Namun, mahasiswa/i ilmu komunikasi telah dibekali dengan macam-macam
bentuk, jenis serta teknik membuat atau menanggapi suatu pemberitaan. Bukankah
lebih baik jika kita menempatkan sesuatu pada tempatnya? Sebab, kita butuh
konsulat-konsulat kita yang cakap serta mumpuni dalam menanggapi
pemberitaan-pemberitaan sesat yang dilakukan atas nama negeri kita. Tapi, tidak
salah juga jika memang kemampuan konsulat kita saat ini telah lebih unggul,
walaupun bukan tamatan ilmu komunikasi.
Lobbying
merupakan mata kuliah wajib mahasiswa ilmu komunikasi yang mengambil
konsentrasi public relations
(hubungan publik), biasanya disebut dengan mata kuliah “Teknik Negosiasi dan Lobbying”. Begitupula halnya dengan propaganda
yang termasuk dalam program studi komunikasi politik. Kulturalisme yang juga
masuk ke dalam ranah komunikasi antarbudaya, walaupun juga termasuk didalamnya
antropologi yang mempelajari etnis serta ilmu sejarah. Maka, hanya orientasi bisnis
saja lah yang tidak secara langsung masuk ke dalam ilmu komunikasi.
Dari
pernyataan diatas, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa ilmu komunikasi
telah membuat suatu ikatan simpul yang kuat untuk menjadikan duta besar serta
konsulat kita yang mumpuni. Hanya saja, perlunya konsistensi dalam sistem
pendidikan tinggi kita untuk terus mengajarkan ilmu komunikasi secara kaffah kepada mahasiswa hubungan
internasional, kalau memang toh mereka yang dipersiapkan untuk menjadi pilihan
ibu pertiwi. Tapi, ini juga tidak menjadi batasan kepada tamatan ilmu
komunikasi untuk berhenti bermimpi menjadi duta besar yang mewakili negeri di
kancah internasional, sebab pembatasan pun tidak berlaku dalam proses rekrutmen
wartawan. Kesemuanya itu demi stabilitas negeri ini. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur. [Sekian].
Komentar
Posting Komentar