KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Ada
banyak buku tentang seri kepemimpinan, namun banyak diantara buku tersebut
ditulis oleh mereka yang non-muslim. Padahal, jika kita mau mempelajari
literatur islam yang ada, hampir sebagiannya membicarakan tentang kepemimpinan.
Apalagi, jika dilandasi oleh Al-Qur’an dan hadist (dalil naqli), maka seharusnya tidak ada alasan lagi untuk merujuk
kepemimpinan dari buku-buku barat.
Kepemimpinan
adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan orang lain. Dalam Islam,
jumlah 25 Rasul setidaknya sudah mewakili bentuk-bentuk kepemimpinan yang
berbeda-beda di setiap zamannya. Yang kemudian pasca wafatnya Rasulullah
Muhammad SAW sebagai utusan yang terakhir, dilanjutkan oleh keempat sahabatnya
yang kita kenal dengan sebutan “Khulafaur
Rasyidin”. Namun, kepemimpinan di masa Usman Bin ‘Affan dan masa transisi
Ali Bin Thalib menuai banyak gejolak serta polemik yang tak kunjung henti.
Alhasil, pasca pemerintahan para Sahabat Rasulullah Muhammad SAW, muncul
Dinasti/Bani-bani baru yang mencoba memberikan pengaruh terhadap eksistensi
islam yang ditakutkan bakal meredup.
Dimulai
pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang berhasil menguasai kancah ilmu
agama yang gilang-gemilang. Dilanjutkan pada masa Dinasti Bani Abbasiyyah, yang
membuat islam terkenal sebagai pusat peradaban ilmu pengetahuan ke seluruh
penjuru dunia. Setelah kepemimpinan Umayyah yang berpusat di Damaskus (sekarang
Suriah), dan Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad (ibukota Irak sekarang),
memunculkan dinasti-dinasti kecil di seluruh penjuru Timur Tengah. Dua
diantaranya yang terkenal adalah Dinasti Fatimiyyah di Mesir, dan Dinasti
Al-Ayyubiyah yang ikut ambil andil dalam perang salib.
Dalam
Islam kepemimpinan haruslah memperhatikan aspek moral dan etika yang benar
(disebut sebagai akhlak yang mahmudah/karimah). Berkesesuaian dengan salah satu
hadist Rasulullah yang berbunyi: “Sesungguhnya Aku (Muhammad) diutus ke muka
bumi ini ialah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Jadi,
kepemimpinan dalam aspek historis islam ialah mereka yang mampu merubah
peradaban dari jahiliyyah (kebodohan)
kepada islam yang terang-benderang oleh ilmu pengetahuan. Pertanyaannya saat
ini, adakah pemimpin islam yang demikian? Tampaknya yang lebih banyak
bermunculan ialah pemimpin yang mencoba merubah, tapi nyatanya diri dan
akhlaknya sendiri masih jauh dari perubahan. Padahal, mereka berstatus
muslim/muslimah. Na’udzubillah.
Rasulullah
sudah mencontohkan dengan baik, ciri-ciri yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu: 1. Shiddiq (jujur),
2. Tabligh (menyampaikan), 3. Amanah (dipercaya), 4. Fathanah (Cerdas). Jika keempat elemen
ini disinergikan oleh para pemimpin islam, maka akan sangat membantu mereka
untuk menjadi pemimpin yang transparan dalam bekerja, serta tak mudah didikte
oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan jahat.
Alqur’an
dalam surah Al-Baqarah ayat 30 sudah menyuratkan bahwa Allah akan menciptakan
manusia yang akan menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi. kehendak Allah ini
sempat ditentang oleh malaikat, sebab beranggapan bahwa manusia adalah makhluk
yang cenderung tidak tahu berterima kasih dan membawa kerusakan serta
menumpahkan darah di muka bumi. Namun, Allah dengan segala kuasa-Nya berkata:
“Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Sungguh jika kita mau
mengerti bahwa sesungguhnya Allah menaruh kepercayaan besar kepada kita
hamba-hamba-Nya.
Dengan
ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, sudah sepantasnya dipergunakan para
pemimpin bumi untuk memakmurkan tanah kelahirannya. Bukan malah merusaknya.
Sebab, hanya manusia lah yang memiliki akal sekaligus nafsu di dalam dirinya.
Dia akan tampak bersahaja seumpama malaikat jika mampu mengontrol nafsu dengan
akalnya. Namun, akan lebih keji dari binatang, jika akalnya mampu dikendalikan
oleh kebengisan nafsu.
Oleh
karena itu, di dalam islam ada sejumlah petunjuk yang dapat dipergunakan untuk
menangkal nafsu, diantaranya: Dalam mahfudzat
(kata mutiara dalam bahasa arab) menyatakan: “Fakkir qabla an taghzima” (looking
before you leap/ berpikirlah sebelum berbuat), dimana seorang pemimpin
diharuskan untuk memikirkan segala konsekuensi dari segala kebijakan yang bakal
ia keluarkan dan terapkan di lingkungannya. “Dho’ syai’ fil makan” (letakkan
sesuatu pada tempatnya), yaitu pemimpin yang tahu meletakkan porsi tanggung
jawab yang tepat kepada bawahannya. Jadi bukan hanya sekedar memberikan jabatan
atas nama tali persaudaraan. “Man jadda wa jada” (no sweet without sweat/ barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan
mendapat), “Man shabara dhafira (barangsiapa bersabar maka akan beruntung), dan
“Man Sara ‘ala ddabi wasala” (barangsiapa yang berjalan pada jalannya maka akan
sampai ke tujuan), serta tentunya masih banyak lagi yang bisa dijadikan sebagai
ibroh dan pelajaran akan makna
penting dari sebuah kepemimpinan.
Dapat
pula kita pelajari makna kepemimpinan dari hadist ataupun do’a-do’a yang sering kita panjatkan: “La Taghdab” (jangan marah) –hadist,
dimana seorang pemimpin harus mengenal pola ketenangan, tidak terburu-buru dan
berpikiran dingin walaupun sedang dalam situasi tertekan. Sebab, penyelesaian
masalah dengan amarah hanya akan semakin memperumit masalah.
Pemimpin
adalah hal yang paling didambakan banyak orang, namun tidak semua orang
mendapatkan kesempatan sebagai pemimpin. Pasalnya jelas, sebagai seorang
pemimpin musti memiliki syarat-syarat yang telah dikemukakan diatas, yang tentu
tidak semua orang mau atau sanggup untuk memilikinya. Di dalam ajaran islam
diketahui pula bahwa yang pertama kali dihisab (dihitung amalannya) adalah
pemimpin. Maka daripada itu, sudah seyogyanya pemimpin tahu untuk apa umurnya
dihabiskan dan untuk apa harta/tahta/kuasanya dipergunakan, serta darimana
semua itu diperdapatkannya. Apakah untuk menyejahterakan rakyatnya? Atau
mengeyangkan perut sendiri serta sanak famili? Wallahu ‘alam.
Dari
pelajaran tentang kepemimpinan yang telah banyak disebutkan diatas menurut
pandangan islam. Perlu kiranya kita mengetahui sebagai calon pemimpin di masa
depan untuk terus menuntut ilmu, sebab dengan cahaya ilmu lah kegelapan yang
ada akan sirna. Selain sebagai kewajiban bagi muslim dan muslimat, dengan ilmu
pula lah setiap pemimpin mampu menyelesaikan setiap permasalahan agama,
keluarga, nusa dan bangsa.
Terakhir,
ada tiga hal penting yang juga harus diperhatikan setiap pemimpin islam, baik
yang sudah memimpin maupun yang akan memimpin suatu saat nanti insyaAllah, diantaranya: 1. Suri
teladan, sebab dengan suri teladan lah Rasulullah Muhammad SAW sukses membawa
islam ke seluruh lingkar bumi manusia, 2. Teruslah menuntut ilmu, sebab cahaya
ilmu lah yang akan menerangi setiap jelaga kebodohan yang pengap, 3.
Berdo’alah, sebab kelapangan dada seorang pemimpin dalam kepemimpinannya,
kelancaran urusannya, kemudahan lisannya dalam berucap, dan pemahaman setiap
pengikutnya hanyalah milik dan kuasa Allah. Subhanallah.[Sekian]
Komentar
Posting Komentar