NAFAS BUNDA UNTUK MITRA


Seorang ibu berbaring di atas ranjang rumah sakit yang serba putih. Ranjang yang putih, baju ibu yang putih, selimut yang putih, dinding yang putih, meja dengan gelas air putih diatasnya. Semuanya didominasi oleh warna putih, yang semakin mencirikan kamar itu adalah kamar rumah sakit yang sebenarnya lebih mirip ruangan isolasi. Kalaupun ada yang berwarna, itu adalah seorang pria gagah yang mengenakan jas hitam dilengkapi baju kemeja putih yang tersematkan dasi beludru merah di pangkal lehernya, disertakan dengan celana kain hitam yang menjulang ke bawah sampai akhirnya dibatasi oleh sepatu merk Yongki Komaladi hitam yang elegan.
Lelaki gagah tersebut tidak segagah penampilannya. Walaupun di dada kirinya tersemat badge nama beserta gelarnya “RIZKI MITRA HAMDANI – CEO KIMIT PRODUCTION”. Tapi kini, paras wajah Mitra tidak lagi segagah badge yang tersemat di dadanya. Murung dan penuh air mata.
“ Mitra, sudah jangan menangis lagi, nanti bunda ikut nangis lho,” ujar ibu di perbaringan yang merupakan bunda dari Ceo KIMIT Production.
“ Aku tidak menangis bunda, aku hanya ingin bunda cepat sembuh,” ucap Mitra mencoba tegar.
***
Dua puluh tahun yang lalu, Mitra hanyalah seorang mahasiswa yang terlunta-lunta di perantauan. Mahasiswa yang berasal dari Simalungun, dan kini terdampar di Kota Medan yang keras. Lost in Medan. Hanya bermodal dari pengetahuannya mengedit video, dia akhirnya memberanikan diri setamat dari SMA-nya di Siantar dan melanjutkan pendidikan tingginya di jurusan Ilmu Komunikasi di sebuah universitas bergengsi disana.
“ Bunda, izinkan Mitra ambil jurusan ini, semoga dengan ini Mitra bisa mengubah nasib keluarga kita. Dan,  mengurangi beban ayah di pabrik,” ungkap Mitra suatu hari.
“ Bagi bunda, apapun yang menjadi pilihan Mitra pasti akan bunda dukung,” ucap bunda Mitra kelu melepas kepergian buah hatinya.
“ Cepatlah tamat, nak. Biar ibunda siapkan S2 mu,” peluk mesra ibunda menghimpit dada Mitra yang memang sudah sesak dan ingin mengeluarkan berliter-liter air mata.
“ Aku akan segera kembali, ibunda!” seru Mitra sambil melambai di KUPJ yang telah dinaikinya.
“ Aku menunggumu!” balas ibunda yang tak kalah deras air matanya mengucur membasahi pipi tembemnya.
***
Di perkuliahan, Mitra memanglah mahasiswa yang termasuk aktif. Aktif bertanya, aktif menyelesaikan sengketa masalah materi ketika presentasi, aktif membuat video, bahkan juga aktif membuat masalah-masalah baru. Bagi teman-teman sekelasnya, tanpa Mitra ibarat televisi tanpa iklan.
Mitra mungkin hanya seorang anak dari seorang ayah yang bekerja sebagai buruh rokok. Tapi, Mitra tidak merokok, Mitra memiliki lebih lengkap sosial media daripada teman-temannya yang kaya sekalipun, ia paling aktif di dunia maya itu, walaupun lebih sering menggunakan wifi gratis di kampusnya.
Mitra terus mengasah bakatnya mengedit video ketika di perkuliahan. Dia terima saja segala job yang berkenaan dengan edit-mengedit video, walaupun tidak dibayar. Sampai akhirnya satu kelasnya dan adik kelasnya pun menggelarinya sebagai master editing. Tidak hanya itu, ia juga mulai mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru dari abang angkatannya bernama Dana di bidang pembuatan film pendek, bang Kevin di bidang perfotoan. Ya, Mitra juga mengasah keterampilannya dalam fotografi. Dengan Alfi dia belajar menulis, dengan Hendro dia belajar memperbaiki aplikasi-aplikasi komputer yangu bersifat soft ware, dan untuk pemahaman organisasi dia magang di sebuah Persma di kampusnya. Dia melakukan semua itu, hanya demi menyenangkan ibunda. Dan, karena semua hal itu dia sering menunda makannya. Agar uang dari ibunda bisa dibelinya kamera DSLR, agar bisa membeli tripod, agar bisa menginstal laptopnya yang memang sudah keberatan data.
“ Jangan kau tunda makan mu, itu bisa membahayakan lambungmu nanti!” ungkap Khairullah miris, melihat pengorbanan temannya yang sampai sejauh itu.
“ Kalau aku tidak menghemat makan ku, aku tak bisa beli kamera, kalau aku tak beli kamera, bakat editing ku tidak akan berkembang. Sekembali ku ke ibunda, aku harus bisa membuatnya tersenyum bangga!” balas Mitra dengan suara memenuhi ruangan kostnya yang memang sempit dan pengap.
***
Kini seorang perempuan cantik memasuki ruangan serba putih itu. perempuan dengan jelbab biru yang sangat cantik dan akan dikagumi oleh siapa saja yang melihatnya.
“ Nunun..,” lirih ibunda di perbaringan yang memanggil menantunya itu.
“ Iya ibunda,” ucap Nunun sambil menunduk tak sanggup menampakkan kesedihannya. Setelah sebelumnya mendengar penjelasan dokter di luar ruangan.
“ Tolong jaga Mitra ya, nak...”
***
“ Pakailah uang ini, anakku,” pinta ibunda kepada Mitra yang baru selesai diwisuda.
“ Tidak, bu. Aku sudah punya usaha produksi media. Ya, walaupun masih kecil, tapi nanti pasti akan berkembang,” ujar Mitra menolak segepok uang dari ibunda.
“ Anakku, KIMIT PRODUCTION hanya akan menjadi usaha rumahan, jika engkau hanya menjadi lulusan sarjana S1,” balas ibunda sambil menekan setiap kalimatnya yang keluar.
“ Ya, walaupun uang bunda tidak seberapa. Tapi, anggap saja ini adalah nafas bunda yang bunda usahakan untuk Mitra, buah hati bunda,” kelu ibunda yang mulai meratap pilu.
“ Terima kasih ibunda, akan ku balas semua jasamu,” ujar Mitra berkaca-kaca.
“ Bahagiamu saja, sudah membalas semua jasaku, anakku”.

SEKIAN

Komentar

Postingan Populer